Skip to content

Kepentingan Diri Sendiri

Kita harus berani untuk meletakkan seluruh kepentingan kita pribadi dan memandang Tuhan dan bertanya: “Apa yang Engkau kehendaki untuk kulakukan, Tuhan?” Suatu hari nanti kita harus melepaskan segala sesuatu, apa pun di bumi ini. Bahkan kita tidak berkuasa mempertahankan tubuh kita sendiri. Apalagi tubuh orang lain, apakah itu keluarga kita, orang-orang dekat kita. Kita harus melepaskan semua harta, semua pencapaian yang kita telah susah payah gumuli sejak muda, gelar, pangkat, kedudukan dan lain sebagainya. Kita akan menghadap Tuhan semesta alam, Allah yang memiliki segala kuasa, Kerajaan dan kemuliaan. 

Pada waktu itu barulah banyak orang menyadari bahwa memang kita ini tercipta hanya untuk Dia. Kita bukan ada dengan sendirinya. Kita ada di bumi ini karena ada yang menghendaki-Nya. Setiap orang ketika dihadirkan, dilahirkan di bumi ini oleh Allah, di dalamnya juga termuat rencana-rencana Allah; tentu rencana damai sejahtera. Namun, manusia telah sesat memilih jalannya sendiri. Manusia tidak menyadari dan tidak mau mengakui bahwa dia hadir karena ada yang menghadirkan dan dia ada karena ada yang mengadakan. Sehingga hampir semua orang hidup hanya untuk kepentingan diri sendiri.

Bahkan ketika menjadi seorang rohaniwan, atau orang yang aktif dalam kegiatan pelayanan gereja atau pelayanan pekerjaan Tuhan, di dalamnya dia masih ada dalam belenggu cara berpikir yang salah, yaitu hidup untuk kepentingan dirinya. Kita melihat kenyataan bagaimana gereja menjadi sarana orang untuk memperoleh keuntungan. Pelayanan pekerjaan Tuhan yang seharusnya benar-benar menjadi media dan sarana untuk membawa orang masuk ke dalam Kerajaan Surga—yaitu dengan terus mengajar agar jemaat mengalami perubahan sampai pada keadaan layak menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah—berubah menjadi liturgi, menjadi cara hidup orang beragama, bukan cara hidup anggota keluarga Kerajaan Allah. 

Hal itu terjadi karena pelayanan menjadi sarana orang mencari kepentingan sendiri. Karena gereja menjadi tempat di mana orang sekadar mencari nafkah, orang yang ‘menjual’ Tuhan dengan khotbah atau seminar, mempelajari tentang Tuhan untuk bisa diutarakan, bicara mengenai sejarah yang terkait dengan Tuhan, teologi dan lain sebagainya yang itu semua menjadi bahan jualan. Memang hal itu adalah fakta. Tentu tidak semua rohaniwan atau pendeta berbuat demikian. Tetapi, sejujurnya, kita melihat kenyataan seperti ini. Sehingga jemaat tidak diarahkan untuk hidup di dalam kekudusan, memikirkan langit baru bumi baru dan bertanggung jawab memaksimalkan potensi untuk hidup bagi kepentingan Allah saja. 

Banyak jemaat hanya diisi pikirannya dengan pengetahuan. Pengetahuan teologi, pengetahuan sejarah yang terkait dengan gereja dan terkait dengan hal-hal yang menyangkut kerohanian dan doktrin. Hal itu memang tidak salah, sebenarnya itu adalah hal-hal penting yang harus dipahami. Tetapi harus ada tujuan yang jelas, mengapa kita melakukan pelayanan tersebut. Kita harus melihat tujuan keselamatan, yaitu bagaimana manusia dikembalikan ke rancangan Allah semula, bagaimana jemaat benar-benar diubahkan, untuk bisa mencapai kehidupan yang serupa dengan Yesus. 

Sehingga setiap jemaat dapat berkata, “Hidupku bukan aku lagi, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” Di dalam seluruh perilakunya, mereka dapat memancarkan kemuliaan Allah, mewakili Tuhan di tengah-tengah masyarakat dan dunia dengan keagungan dan perilaku yang mulia, sebagaimana seharusnya seorang anak Allah mewakili Bapa dan mewakili Tuhan Yesus. Yang pada akhirnya kalau sungguh-sungguh seseorang terus diubahkan dan mengenakan Kristus di dalam hidupnya, maka hal itu benar-benar menyenangkan Tuhan. Karena orang-orang seperti ini pasti hidup hanya untuk kepentingan Tuhan. 

Dalam prinsip seperti yang diucapkan Tuhan Yesus, “Makanan-Ku melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.”  Tidak ada tujuan lain dalam hidup ini, kecuali untuk kepentingan Tuhan. Kita harus mengerti bahwa semua kita adalah hamba-hamba Tuhan, fulltimer-Nya Tuhan. Hidup hanya untuk kepentingan Tuhan. Kita bukan orang-orang hebat. Kita orang-orang rusak, yang mestinya terbuang, tetapi Tuhan berkenan mengambil kita untuk memberi kita kesempatan berubah dan bertobat. Jangan sia-siakan kesempatan ini. Kita mau gunakan kesempatan ini untuk benar-benar berubah dan bertobat dan akhirnya kita hidup hanya untuk kepentingan Tuhan. Seperti yang dikatakan Paulus dalam Filipi 1:21, “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Kalau kita sudah hidup sepenuhnya bagi Tuhan, maka kematian kita menjadi saat yang kita dan Tuhan nantikan, karena itu adalah kebahagiaan. 

Manusia tidak menyadari dan tidak mau mengakui bahwa dia hadir

karena ada yang menghadirkan dan dia ada karena ada yang mengadakan,

sehingga hampir semua orang hidup hanya untuk kepentingan diri sendiri.