Skip to content

Kembali ke Rancangan-Nya

 

Semakin berumur seseorang, fleksibilitasnya atau kelenturannya semakin berkurang. Jadi makin sulit dibentuk. Sampai tidak tahu kalau dia tidak tahu. Sampai dia tidak mengerti kalau dia tidak mengerti. Dan untuk menjadi lentur, sebenarnya tidak ada cara lain kecuali merendahkan diri di hadapan Tuhan setiap hari, mengalami perjumpaan dengan Tuhan, mengalami sentuhan, dan memiliki hati yang remuk. Makanya kalau sampai kita tidak punya hati yang remuk, itu merupakan isyarat kita menjadi manusia yang kurang lentur. Kita harus punya integritas, benar. Kekokohan dalam prinsip, itu harus. Tetapi kekokohan dalam prinsip itu bukan berarti kita tidak punya kelenturan. Bukan kelenturan ikut manusia, tapi kelenturan ikut Roh Kudus, karena Roh Kudus yang memimpin kita.
Karakter kita telah dibentuk oleh dunia untuk menjadi mempelai dunia. Kita bisa melihat pendeta-pendeta yang sudah berumur, namun masih gampang tersinggung, masih materialistis, masih senang lihat wanita cantik, masih ada genitnya. Kita bukan orang baik-baik. Kita semua juga dulu salah dan rusak, tapi ketika kita menyadari bahwa kita harus finishing well di sisa umur hidup ini, maka kita harus betul-betul berjuang. Jadi kalau kalau sekarang kita menghadapi banyak benturan, ketahuilah bahwa itu adalah cara Tuhan yang ajaib untuk mengembalikan kita ke rancangan-Nya yang asli. Kalau tidak punya masalah, uang berlimpah, semua baik-baik, besar kemungkinan kita tidak rendah hati. Sejatinya, itu semua merupakan sinyal.
Mungkin kita dimusuhi orang, dikhianati, difitnah, padahal itu sebenarnya adalah petunjuk untuk kita tidak melangkah terus. Dan kita harus bisa menangkap sinyal-sinyal semacam itu. Jadi mari kita menarik diri dulu dari berbagai kesibukan yang tidak perlu. Coba kita banyak merendahkan diri. Karena beban yang paling berat adalah masalah diri kita sendiri. Kita melihat ada “setan-setan” atau suara setan, hasrat setan atau monster atau apa pun namanya, yang masih melekat di dalam diri kita. Mau terhormat, tidak mau direndahkan, atau potensi untuk berbuat dosa yang sekarang belum kita lakukan, tapi ke depan, bisa kita lakukan. Maka kita harus meratap di hadapan Tuhan. Coba kita benahi diri kita, mengacu pada rancangan yang mungkin sampai sekarang tidak pernah kita perhatikan.
Mungkin kita tidak pernah bertanya, “Apa rancangan yang saya harus tahu, yang saya harus genggam, harus jagai?” Tidak usah muluk-muluk jadi pendeta besar. Tidak usah muluk-muluk mau jadi gembala sidang gereja besar atau ketua sinode atau pengurus sinode atau punya sekolah. Tidak salah kita membangun sekolah sebanyak-banyaknya, untuk mempersiapkan generasi muda guna dipersiapkan untuk menjadi penyebar-penyebar kebenaran, tetapi terlebih dari itu semua, kita mau memperkarakan ini dengan serius, “Apakah keadaanku di hadapan-Mu saat ini sudah memuaskan Engkau?” Jangan merasa hebat kalau kita sudah jadi pendeta atau menjadi gembala atau punya prestasi apa pun.
Kalau kita serius memperkarakan rancangan kita, maka Tuhan akan mengarahkan kita ke rancangan-Nya yang asli, yang mana itu sama dengan Tuhan mengarahkan kita kepada kesucian-Nya. Kesucian itu potensi kita untuk bertindak selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Ironisnya, kita sudah tua begini masih saja sering meleset. Melesetnya bukan membunuh, mencuri, atau berzina. Tentu,ita sudah jauh dari praktik-praktik itu. Tapi ketidaktepatan ucapan, atau keputusan kita yang tidak patut kita lakukan dan lainnya. Jadi, kesucian adalah kesediaan kita untuk benar-benar tidak menikmati apa yang selama ini menjadi kepuasan dan kesenangan kita. Kita hanya melihat hati Tuhan dan apa yang menyenangkan Tuhan untuk kita lakukan dalam segala hal.
Ketika kita mulai mempersoalkan rancangan hidup kita, maka pelayanan kita makin murni. Dan yang kita akan alami dan rasakan adalah perasaan krisis, sehingga kita akan bisa juga merasakan krisis terhadap keadaan orang. Keadaan krisis seseorang itu bukan karena dia sedang sakit parah atau sedang menghadapi masalah keluarga atau ekonomi—itu bukan masalah prinsip—melainkan ketika orang itu tidak layak menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Ketika kita punya perasaan krisis, maka pelayanan kita akan fokus taktis dan betul-betul memiliki proyeksi yang jelas, yaitu mengubah manusia. Mengubah manusia berarti mengubah karakter orang itu untuk sebisa mungkin presisi dengan rancangan yang Tuhan berikan.