Skip to content

Keluarga Kerajaan Allah

Saudaraku,

Dalam Lukas 14:26 Tuhan berkata, kalau kita tidak membenci ayah, ibu, saudara dan orang-orang yang selama ini menjadi objek cinta kasih kita, maka kita tidak dapat mengikut Tuhan Yesus atau menjadi murid-Nya. Membenci di sini bukan berarti kita menyimpan kepahitan yang bernuansa ingin melukai atau menyakiti, melainkan mengambil bagian cinta kasih dalam hidup kita yang tadinya dimiliki atau dikuasai sepenuhnya oleh mereka sekarang kita berikan bagi Tuhan. Kita tidak lagi mengasihi mereka karena mereka sendiri, tetapi kita mengasihi mereka karena kita mengasihi Tuhan. Dengan demikian tidak ada yang kita berhalakan dalam hidup ini. Dengan penjelasan lain, kita tidak mengasihi mereka karena mereka bagian darah daging kita, tetapi karena kita mengasihi Tuhan. 

Hal ini tidak akan dialami seseorang sampai orang itu benar-benar mengenal Tuhan dan mengalami kehadiran Tuhan setiap hari. Didorong pula oleh kesadaran bahwa di dunia ini kita hanya menjadi saudara sementara. Adapun saudara abadi adalah mereka yang diperkenankan masuk ke dalam Rumah Bapa, yaitu orang-orang yang melakukan kehendak Bapa (Mat. 12:49-50). Orang yang masih terkurung oleh kerajaan keluarganya, tidak akan bisa menjadi keluarga Kerajaan Allah. Ia akan sangat membatasi diri untuk kepentingan Tuhan.

Kalau para moralis zaman ini hidup pada zaman Tuhan Yesus, pasti mereka akan sangat mempersalahkan murid-murid Tuhan Yesus yang meninggalkan keluarganya. Juga akan menyalahkan Paulus yang tidak normal. Paulus dibesarkan oleh orang tuanya untuk menjadi kebanggaan keluarga, tetapi kemudian ia menjadi misionaris yang sepenuh hidupnya dipersembahkan untuk kepentingan-Nya. Hal tersebut bukan bermaksud membenarkan tindakan menelantarkan keluarga, tetapi kita harus mempersembahkan segenap hidup bagi Tuhan tanpa didistorsi oleh ikatan apa pun.

Saudaraku,

Sebab kalau seseorang masih memiliki kerajaan sendiri atau kerajaan keluarga, maka ia belum bisa diajak untuk membangun keluaraga Kerajaan Allah. Banyak pelayan jemaat yang sebenarnya belum bisa dilibatkan untuk membangun keluarga kerajaan Allah sebab kegiatan pelayanannya hanya untuk mencari penghidupan sendiri. Ia membela keluarganya tanpa mempertimbangkan kepentingan Kerajaan Allah. Tidak sedikit pendeta yang menciptakan dinasti dalam gereja dan semua aktivis mengabdi kepada kerajaan keluarga pendeta. Hal ini berlangsung tanpa disadari oleh banyak orang.

Membaca ayat tersebut, jadi timbul pertanyaan, apa sebenarnya kepentingan Allah terhadap manusia? Mudah untuk menjawab pertanyaan apa sebenarnya kepentingan manusia terhadap Tuhan. Manusia memiliki banyak kepentingan dalam hidup ini. Dalam segala kepentingannya tersebut, mereka melibatkan Tuhan untuk dapat menolong dalam segala persoalannya. Sebenarnya pada intinya mereka tidak memiliki kepentingan apa-apa terhadap pribadi Tuhan, kepentingan mereka adalah menjalankan roda hidup untuk memperoleh berbagai kesenangan yang juga dikejar oleh orang lain pada umumnya.

Dalam hal ini Tuhan hanya menjadi alat yang dipakai kalau dibutuhkan dan bisa dibuang atau disingkirkan kalau sudah tidak dibutuhkan. Ada juga orang-orang yang memperlakukan Tuhan lebih sopan, dimana mereka melibatkan Tuhan dalam segala persoalan hidupnya dan selalu berusaha menjalankan kehidupan keberagamaan atau kerohaniannya dengan setia. Mereka juga berusaha untuk menghubungkan dirinya dengan Tuhan atau memiliki persekutuan dengan Tuhan, sebab mereka sadar bahwa Tuhan adalah kebutuhan yang terutama. Mereka adalah orang-orang baik yang menghindarkan diri dari neraka. Tentu saja mereka juga memiliki pengabdian bagi Tuhan walau porsinya terbatas, tidak mungkin bisa segenap hidupnya. Orang-orang seperti ini sebenarnya masih masuk kelompok memikirkan kepentingan dirinya terhadap Tuhan.

Saudaraku,

Pernahkah kita memikirkan apa sebenarnya kepentingan Tuhan terhadap kita? Memikirkan atau mempersoalkan kepentingan Tuhan terhadap kita hanya dapat digumuli oleh orang percaya yang dewasa. Dalam hal ini mereka sudah tidak mempersoalkan kepentingan mereka sendiri sama sekali, mereka hanya mempersoalkan kepentingan Tuhan terhadap diri mereka. Sebenarnya Tuhan bisa untuk tidak perlu membawa kepentingan-Nya kepada kita, sebab Tuhan tidak memerlukan bantuan manusia sama sekali. Tetapi karena kita anak-anak-Nya, Tuhan berkenan membagi “beban”-Nya agar kita bisa mengambil bagian di dalamnya.

Untuk bisa dilibatkan dalam pekerjaan Tuhan, maka Tuhan terlebih dahulu menjadikan kita layak bagi Dia. Jadi, kalau kita menjadi seorang yang tidak bercacat dan tidak bercela, itu bukan langsung untuk kepentingan Tuhan. Itu barulah langkah pertama untuk bisa mempersoalkan kepentingan Tuhan dalam hidup kita. Dalam hal ini harus dimengerti bahwa kalau hidup kita tidak bercacat dan tidak bercela belum secara langsung menjawab kepentingan Tuhan. Selanjutnya, kita harus memikul salib, artinya penderitaan yang harus kita pikul demi kepentingan Tuhan (Luk. 14:27).

 

 

Teriring salam dan doa,

Pdt. Dr. Erastus Sabdono

 

 

Kalau seseorang masih memiliki kerajaan sendiri atau kerajaan keluarga, maka ia belum bisa diajak untuk membangun keluaraga Kerajaan Allah.