Saudaraku,
Kita harus sungguh-sungguh menyadari dan mengakui betapa kuatnya ikatan jiwa kita dengan dunia, sudah terlalu kuat. Pertama, keinginan untuk memiliki apa yang dunia sediakan atau apa yang orang lain miliki, untuk menikmati dunia ini, terlalu kuat. Yang kedua, dosa yang melekat dalam daging kita. Dan kelicikan-kelicikan, kodrat dosa di dalam jiwa kita, begitu kuat. Refleks dosa kita begitu cepat di dalam daging dan jiwa kita. Ini yang harus sungguh-sungguh kita sadari dan akui. Oleh sebab itu kita mau melepaskan diri dari ikatan ini, dari dosa-dosa yang tidak kita sadari, dari kejahatan-kejahatan di dalam jiwa kita, kelicikan-kelicikan kita, kompleksitas, kerumitan karakter kita; kita harus keluar. Dan itu bisa terjadi kalau kita benar-benar mau menginvestasikan waktu, tenaga, pikiran kita. Ini harus menjadi lebih dari prioritas, tetapi menjadi satu-satunya.
Jadi keluar dari ikatan dosa dan kedagingan merupakan sesuatu yang mutlak yang harus kita miliki dan alami, supaya kita menjadi kekasih Tuhan, sekutu Tuhan. Jadi apa yang kita upayakan selama ini sudah benar-benar benar. Tidak berlebihan. Dengan sudah melakukan hal ini saja belum tentu kita sudah terlepas. Kenyataannya, memang banyak di antara kita yang belum terlepas dari belenggu ikatan penjara dunia dan ikatan penjara dosa di dalam diri kita. Bersyukur kita bisa menyadari dan mengakuinya. Banyak orang tidak menyadari dan tidak mengakui, bahkan hamba-hamba Tuhan, atau pendeta. Apalagi kalau sudah didasari doktrin atau pengajaran yang salah. Seakan-akan dengan percaya Yesus Kristus, semua selesai. Atau kalau belum dianggap selesai, tapi tidak bersungguh-sungguh untuk meraih kebebasan atau kemerdekaan itu.
Sejujurnya, tidak sedikit di antara kita yang tanpa kita sadari, sombong, tidak mau direndahkan, tidak mau dianggap tidak penting, tidak bersedia diinjak-injak dan banyak lagi. Ada kodrat dosa yang masih melekat di dalam jiwa kita, juga dalam daging. Mungkin kita bertanya-tanya dan benar-benar bingung, mengapa pendeta-pendeta senior yang begitu hebat, punya gereja besar, pernah melakukan atau mengadakan mukjizat, jatuh dalam dosa di hari tuanya? Ternyata ini jawabnya adalah karena mereka tidak menyadari sejak jauh-jauh hari dan tidak mengakui masih adanya ikatan dosa dalam daging dan berusaha untuk membetot keluar. Yang dilakukan adalah menutupinya dengan prestasi. Mestinya kalau kita menyadari dan mengakui keadaan itu, kita dapat terhindar.
Misalnya, keinginan untuk terhormat, berharga, tidak rela orang lain lebih terhormat, dan lebih dihargai — itu adalah pangkalan setan di dalam diri kita atau pikiran-pikiran Iblis di dalam diri kita. Ingat, Tuhan Yesus berkata kepada Petrus, “Enyah Iblis!” Sebab yang ada dalam pikiran Petrus saat itu adalah pikiran Iblis. Jadi ketika kita lihat barang yang orang miliki, lalu kita berkata (dalam hati), “Wah, keren ya kalau punya.” Saat itu kita sedang membiarkan diri kita dimiliki dunia. Jadi, kita harus membuat diri kita keluar dari ikatan dunia.
Begitu kompleksnya jiwa kita, yang Alkitab katakan, “Betapa licik hati manusia.” Dan itu hanya bisa diterangi oleh Roh Kudus. Hanya Roh Kudus yang bisa menerangi hati kita. Dengan kita berdoa, kita ada di dalam terang kesucian Allah, di hadapan Tuhan, maka tidak mungkin terang kesucian Tuhan tidak menelanjangi kita, tidak mungkin. Dan selanjutnya, kita harus selalu memikirkan Tuhan siang dan malam. Jangan membiarkan pikiran kita ke mana-mana. Kalau kita serius mau melatih untuk memiliki koneksi dengan Tuhan, maka jangan diganggu oleh tontonan atau apa pun. Sekarang banyak orang tidak tahu bahwa apa yang dia lihat itu Tuhan tidak suka melihatnya. Paksa dulu diri kita dialog dengan Tuhan.
Kita harus berani diam, sebab percakapan yang sia-sia, membuat kita tidak kudus. Pikirkan Tuhan siang dan malam, berdialoglah selama masih bisa dialog. Nanti akhirnya, apa pun yang kita lakukan, kita tahu Tuhan berkenan atau tidak. Berlatih dulu. Jangan banyak bicara. Apalagi sebagai pembicara, kalau kita mau menjadi jurubicara Tuhan, maka hal yang tidak perlu dibicarakan, tidak usah. Makin banyak bicara, makin banyak salah. Nah, dengan cara ini kita dipisahkan dari dunia. Jadi sebenarnya kita belum terpisah dari dunia ketika kita masih memiliki gaya hidup seperti orang lain, keinginan-keinginan seperti orang lain. Dan kalau jujur, tidak banyak orang yang telah dipisahkan dari dunia.
Orang yang dipisahkan dari dunia, selain hidupnya kudus (itu tidak kelihatan, hampir tidak bisa dilihat), hidupnya hanya dipersembahkan untuk Tuhan. Tidak usah harus jadi pendeta, tidak usah harus jadi aktivis; tapi hidupnya dipersembahkan bagi Tuhan; “Baik kamu makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah.” Kita menjadi fulltimer-Nya Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono