Skip to content

Kehilangan Segala Sesuatu

 

Matius 13:44

“Hal Kerajaan Surga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya, pergilah ia menjual seluruh miliknya, lalu membeli ladang itu.”

Selama pelayanan-Nya di bumi, Tuhan Yesus sering mengajar murid-murid dan para pengikut-Nya melalui perumpamaan. Ayat ini adalah salah satu perumpamaan yang menggambarkan bagaimana Kerajaan Surga itu. Dikatakan bahwa Kerajaan Surga seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan oleh seseorang. Orang itu bisa menunjuk pada siapa saja yang sedang berada di ladang kehidupan di bumi ini, termasuk kita semua. Hidup kita di bumi dapat diumpamakan seperti berada di ladang. Seperti dalam perumpamaan ini, kita melakukan berbagai aktivitas di ladang kehidupan: bekerja, menanam, menggali, mengurus hal-hal duniawi. Dan di tengah aktivitas itu, seseorang menemukan harta yang terpendam.

Ini menggambarkan realitas hidup kita yang penuh rutinitas. Kita bangun pagi, mempersiapkan diri, bekerja atau belajar, pulang malam, beristirahat, lalu mengulangi siklus yang sama setiap hari. Dalam perjalanan hidup seperti itu, seseorang bisa saja menemukan harta tersembunyi — Kerajaan Surga. Maka jika kita dapat menemukan harta yang terpendam itu, itu adalah karena kasih karunia Tuhan. Kita tidak bisa membanggakan diri dan tidak boleh merasa hebat atau pintar karena mampu menggali kebenaran ayat-ayat firman Tuhan. Di balik semua itu ada unsur campur tangan Allah yang memampukan kita menemukannya.

Namun kasih karunia ini dapat direspons dengan cara yang berbeda-beda. Dalam perumpamaan lain, Tuhan Yesus menggambarkan benih yang jatuh di berbagai macam tanah. Ada yang jatuh di tanah berbatu, ada di semak berduri, dan ada juga di tanah yang subur. Respons manusia terhadap firman seperti itulah yang menentukan hasil akhirnya.

Dalam perumpamaan ini, respons pria yang menemukan harta tersebut sangat luar biasa: “Oleh sebab sukacitanya, pergilah ia menjual seluruh miliknya, lalu membeli ladang itu.” Ini adalah respons yang langka. Banyak orang Kristen hari ini merasa sudah selamat, dan menganggap keselamatan hanya bergantung pada inisiatif Allah semata. Padahal setelah Allah menyediakan keselamatan melalui kematian Putra-Nya, Tuhan Yesus Kristus, respons manusia tetap diperlukan. Bukan respons imajinatif atau emosional semata, melainkan tindakan nyata. Sukacita karena keselamatan harus diekspresikan dalam tindakan konkret.

Rasul Paulus dalam Filipi 3 menjelaskan bahwa ia melepaskan semua yang dulu dianggap keuntungan. Ia menganggapnya sampah demi memperoleh satu keuntungan yang sejati: yaitu Kristus. Dalam pengajaran Tuhan Yesus sendiri juga dikatakan, “Barangsiapa tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.”

Respons kita terhadap keselamatan sangat menentukan. Bagaimana kita mengisi keselamatan itu? Bagaimana kita mengerjakannya dengan takut dan gentar? Jangan menjadi orang Kristen pasif yang merasa sudah pasti selamat. Kita harus waspada, curiga terhadap diri sendiri, mawas diri terhadap kesenangan dunia yang masih kita simpan. Kita harus bersedia melepaskan semuanya demi memperoleh Kerajaan Allah. Ingat! Kehilangan segala sesuatu di bumi atau melepaskan diri kita dari segala yang ada pada kita demi Kerajaan Allah adalah sebuah pengorbanan yang mendatangkan sukacita.