Skip to content

Keharuman Ketaatan

Ada satu prinsip yang sangat fundamental, namun sering dilupakan oleh banyak orang Kristen, termasuk aktivis, bahkan pendeta. Padahal kalau orang Kristen, siapa pun dia, melupakan hal ini, berarti mati. Dia tidak akan menjadi anak-anak Allah. Firman Tuhan dalam Roma 8:12-14 mengatakan, “Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging. Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup. Semua orang yang dipimpin Roh Allah adalah anak Allah.” 

Jika 70 tahun umur hidup kita usai, dan belum kita bayar utang tersebut, mengerikan sekali. Kita termasuk yang bandel, lupa punya utang yang harus dibayar, karena daging itu enak. Bohong kalau orang bilang tidak enak. Yang bilang daging itu tidak enak, hanya orang yang sudah hidup dipimpin roh. Setan menutupi kebenaran ini. Jangankan jemaat, aktivis pun lupa bayar utang. Jangankan aktivis, pendeta pun lupa bayar utang. Kita harus bayar utang itu setiap hari, dan Tuhan memberikan peristiwa-peristiwa hidup, yang melaluinya kita diberi kesempatan membayar utang itu. Tuhan akan menunjukkan apa yang masih kita senangi, namun itu tidak disenangi Roh Kudus. 

Tuhan akan memberikan impuls atau rangsang agar kedagingan di dalam diri kita bisa naik sehingga bisa disaring. Harus ada kesempatan berbuat dosa. Padahal begitu kita melakukan satu dosa, maka kita punya kecanduan; naik sekian persen. Apabila kita lakukan lagi, ia naik lagi. Kalau terus-menerus, maka kita tidak bisa melepaskannya lagi, sehingga sampai mati kita tidak mampu membayar utang. Tapi kalau kita berkata “tidak,” itu adalah saat kita menyembelih daging. Tuhan itu sangat baik, Ia menghabisi manusia lama kita dengan bekerja dalam segala perkara. Dari apa yang kita lihat, dengar, dan alami, kita diproses untuk bisa membayar utang, supaya semua keinginan daging kita benar-benar dimatikan, dan supaya kita hidup menurut roh. 

Jadi sebenarnya firman Tuhan yang mengatakan, “Kamu tidak dapat mengabdi kepada dua tuan,” itu tidak main-main. Itu berat. Tapi Tuhan dalam kesabaran-Nya, memberi kita kesempatan. Dia punya banyak kartu kuning, tapi ingat, di setiap kartu kuning itu ada disiplin, jadi tidak gratis. Kedagingan yang dilakukan seseorang itu ada konsekuensinya. Menjadi anak tebusan itu besar tanggung jawabnya, besar risikonya, besar konsekuensinya. Sebab ketika Yesus, Tuhan kita, membenarkan kita, artinya kita dianggap benar, kita diperhadapkan kepada Allah Bapa, Bapa memandang kita ini benar, walaupun keadaan kita belum benar-benar benar. Bapa mencium keharuman darah Yesus, yang sama dengan keharuman ketaatan Putra-Nya, yang menggantikan kita di kayu salib, dan Allah Bapa memeluk kita. 

Kita dibenarkan bukan hanya untuk bisa dianggap benar, melainkan mau diubah menjadi benar-benar benar. Kalau Bapa mencium keharuman darah Yesus, yang menunjukkan ketaatan-Nya sampai mati, maka kita juga mencurahkan darah, dan memiliki keharuman seperti keharuman Tuhan Yesus. Maka di dalam Ibrani 12:1 dikatakan bahwa kita harus mengikuti perlombaan yang wajib, yaitu memiliki iman yang sempurna seperti Yesus. Iman yang sempurna, bukan hanya iman biasa-biasa saja, artinya ketaatan yang sempurna seperti ketaatan Tuhan Yesus. Dan dalam pergumulan kita melawan dosa, kita belum sampai mencucurkan darah, jadi belum selesai. Harus sampai mencucurkan darah, artinya optimal, maksimal, sampai Bapa mencium keharuman kita seperti keharuman Tuhan Yesus. 

Ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus, kita diberi meterai Roh Kudus. Tubuh kita menjadi bait Roh Kudus, mulai berlaku firman yang mengatakan, “Kuduslah kamu, sebab Aku Kudus.” Kekudusan kita harus sesuai dengan standar kekudusan yang Allah kehendaki. Jadi konsekuensinya berat, karena kita harus punya keharuman ketaatan seperti Yesus. Dengan kalimat lain, karakter seperti yang dimiliki Yesus harus kita miliki. Dan Allah memberi kita kesempatan. Roh Kudus yang ada di dalam diri kita, mendesak agar kita memiliki pikiran dan perasaan seperti Allah. Kesucian bukan hanya keadaan orang yang tidak berbuat dosa, tapi kemampuan seseorang bertindak selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah, dan Roh Kudus melatih kita. 

Oleh sebab itu, orang Kristen yang benar urusannya hanya ini, yaitu bagaimana kita berjalan menurut Roh Kudus, atau yang sama dengan dipimpin Roh Kudus agar kita sah menjadi anak-anak Allah. Dulu, kita berpikir bahwa kita memiliki hak untuk hidup wajar seperti manusia lain. Padahal, ketika kita ditebus oleh darah Yesus, seperti yang dikatakan dalam 1 Korintus 6:19-20, maka tubuh kita menjadi bait Roh Kudus, menjadi tempat dan sarana Allah dimuliakan.