Perubahan keadaan di zaman sekarang ini terasa semakin cepat, dan juga tidak terprediksi. Hal ini mengisyaratkan bahwa dunia memang sedang digiring menuju kesudahannya. Kita harus yakin bahwa menjadi orang yang berkenan kepada Tuhan itu mungkin. Jika tidak, Paulus tidak akan mengatakan dalam 2 Korintus 5:9-10, “Aku berusaha baik aku diam dalam tubuh ini maupun di luarnya, supaya aku berkenan.” Berkenan itu bisa. Sebab jika tidak, maka Paulus pasti berhenti berusaha untuk berkenan. Sama seperti Tuhan berkata “Jadikan semua bangsa murid-Ku.” Pasti ada tahap-tahapan yang bisa berkembang. Kalau ibarat orang sekolah, sampai lulus
Paulus mengatakan “Aku telah menyelesaikan pertandingan akhir.” Berarti ia lulus. Namun “pertandingan akhir” bukan berarti Paulus sudah mati. Sampai hari tuanya Paulus berusaha untuk menguasai tubuhnya, supaya ia yang sudah memberitakan Injil, jangan ditolak. Artinya ia mau diperkenan oleh Tuhan. Dan siapa yang diperkenan oleh Tuhan? Mereka yang melakukan kehendak Bapa; “Bukan orang yang berseru kepada-Ku, Tuhan, Tuhan! yang masuk Kerajaan Surga, melainkan orang yang melakukan kehendak Bapa.” Melakukan kehendak Bapa itu mungkin dan bisa. Karena Tuhan Yesus pun bisa memenuhinya.
Dan Roma 8:28-29 mengatakan bahwa kita dipanggil untuk serupa dengan Yesus. Ditentukan serupa, yang ditentukan adalah standarnya. Sebab kita akan dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Kalau Alkitab berkata, “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus,” itu bukan berarti hanya sebuah pernyataan Alkitab untuk menghiasi halaman Alkitab. Tuhan tidak menipu, Dia bukan pembohong. Allah yang kudus pasti menempatkan kita pada standar yang mungkin untuk kudus seperti yang Dia maksud. Jadi kalau ibarat orang sekolah, yakin bisa lulus karena Tuhan Yesus pun berkata, “seperti Aku menang, kamu harus menang.” Bisa lulus, bisa menang. Faktanya, Paulus berusaha berkenan
Pada kesempatan ini, mari kita beranikan untuk melangkah dengan tekad yang bulat bahwa kita bisa mencapai kesucian. Kita bisa hidup tidak bercacat dan tidak bercela. Kita bisa berkenan kepada Tuhan. Kita bisa sempurna, sesuai dengan target masing-masing kita yang tentu sempurnanya berbeda-beda. Kita harus yakin bahwa apa yang dikatakan Alkitab adalah benar. Dan kita harus menyeburkan diri dalam pergumulan untuk mencapai kesucian dan kekudusan, sebab dari situlah kita baru bisa mengerti apa artinya keharuman kesucian. Barulah kita bisa mengerti kemungkinan untuk bisa suci, hidup tidak bercacat tidak bercela.
Seperti yang dikatakan Paulus di dalam suratnya ke jemaat Tesalonika, bahwa kita dipanggil untuk hidup tidak bercacat tidak bercela. Siapa menolak ini, berarti menolak Allah. Ketika kita sungguh-sungguh menyeburkan diri dalam perjuangan untuk hidup tidak bercacat tidak bercela, maka kita akan melihat kemungkinan itu. Kita akan makin optimis untuk mencapainya. Kita bisa mencium keharuman Tuhan. Kita akan merasakan damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal. Dan kita akan merasakan sakitnya kalau kita berbuat salah. Sehingga, kita akan bisa mengerti perasaan Tuhan yang terlukai oleh kesalahan kita.
Dari pergumulan-pergumulan tersebut kita baru mengerti apa artinya pernyataan Tuhan, “yang diampuni banyak, mengasihi banyak.” Orang yang berjuang untuk kekudusan, ketika berbuat salah, dia akan sangat terpukul, dia akan merasa sakitnya hati jika melukai Tuhan, dia bisa merasakan sebagian atau bisa lebih utuh, luka hati Tuhan atas dosa yang kita lakukan. Dia memikul dosa kita di kayu salib, bukan supaya kita bisa berbuat dosa tanpa takut, namun sebaliknya, kita harus berjuang untuk tidak menyalibkan Dia dua kali.
Dan ketika kita merasa bersalah, kita akan mohon ampun begitu rupa. Dosa bisa menjadi begitu keji di mata kita. Bisa menjadi begitu jahat di mata kita. Begitu menyakitkan hati Tuhan. Maka ketika kita mohon ampun, kompensasinya adalah kita akan lebih mengasihi Dia. Kita akan takut berbuat dosa, tapi sekaligus kita akan mengasihi Dia. Dia yang kita lukai, tapi tetap mengampuni ; sudah kita sakiti, tapi tetap menerima. Di situ kita akan makin mengasihi Dia.