Kalau kita tidak berani fokus seratus persen, sejatinya kita sedang membuang waktu sia-sia. Paling tidak, perjalanan pendewasaan iman kita sangat terhambat. Kita harus memilih sepenuhnya mengikut Tuhan Yesus, atau tidak sama sekali. Jadi, kalau ada kesan seakan-akan kekristenan bisa menjadi bagian hidup atau sambilan hidup, maka itu adalah penyesatan yang tidak membawa kita kepada tujuan hidup kekristenan kita yang benar yaitu keselamatan. Kita harus memilih Tuhan sepenuhnya atau tidak sama sekali. Oleh sebab itu, bagi kita yang mau, mari kita memilih untuk hanya memiliki satu dunia, yaitu dunia pengiringan kita kepada Tuhan. Waktu yang kita miliki harus kita pergunakan dengan sebaik-baiknya. Untuk kesenangan dan sosialisasi dengan teman yang tidak membawa pendewasaan iman, harus kita tinggalkan. Kita tidak boleh ekstrem dalam mengikut Tuhan Yesus, tetapi harus sangat ekstrem!
Kita harus mengalami brainwash, pikiran yang dicuci, karena dunia telah mengkontaminasi dan meracuni kita dengan pikiran duniawi. Akibatnya, kita tidak memiliki logika rohani yang adalah logika anak Allah. Dan itu bisa kita dapati melalui mendengar firman dan duduk diam di kaki Tuhan setiap hari. Membaca firman melalui buku-buku rohani dan renungan harian maupun mendengar khotbah di CD ataupun media online, harus menjadi hal yang mutlak kita lakukan. Jangan nonton yang lain. Sekarang kita harus mengimbangi keruhnya pikiran jiwa kita oleh kontaminasi, peracunan dari dunia ini dengan kebenaran firman Tuhan. Jadi, proses perubahan pikiran atau transformasi itu harus berlangsung setiap hari. Dan Tuhan menyediakan sarana yang merupakan proses inti untuk mengubah cara berpikir kita, sehingga kita memiliki logika rohani.
Nanti, dalam perjalanan hidup kita mengenakan logika rohani, kita dapat menemukan kecerdikan pikiran dosa, yang sebenarnya kecerdikan pikiran kita sendiri. Sebab kita punya kecerdikan untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan daging dan ego kita dengan banyak alasan yang bisa kita susun. Di situ akan terjadi dialog, kita bicara kepada diri kita sendiri. Dan ketika kita mengalami pembaharuan pikiran, kita bisa menaklukkan kecerdikan-kecerdikan dosa di dalam pikiran kita, yang pada dasarnya itu adalah kecerdikan-kecerdikan pikiran kita yang tidak membuat hati Tuhan disukakan. Kecerdikan-kecerdikan pikiran itulah yang sering membawa kita pada pemuasan daging dan ego kita. Memang terlihat wajar karena sangat reasonable atau sangat beralasan tetapi menyesatkan.
Ironis, banyak orang tidak bisa mendengar suaranya sendiri. Dia tidak bisa membedakan mana logika rohani dan mana logika duniawi yang sudah merasuk dan meracuni pikirannya. Kita akan semakin melihat dan tahu bahwa ada pertimbangan-pertimbangan serta bujukan-bujukan disitu. Dan sekarang kita mulai mengerti bahwa pohon kehidupan dan pohon pengetahuan yang baik dan jahat itu bisa berbicara mengenai hal ini. Sekarang tinggal sumber mana yang paling banyak kita asup: kebenaran atau bukan? Dan dunia ini memiliki begitu banyak fasilitas untuk meracuni kita. Oleh sebab itu, kita harus sangat ekstrem. Kalau dunia sangat ekstrem meracuni kita, kita harus sangat ekstrem belajar firman untuk mengalami proses pemulihan dan kesembuhan.
Itulah sebabnya dalam Yohanes 17:17, firman Tuhan mengatakan, “Kuduskan mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.” Kita harus mencari firman yang benar, yang murni. Dalam hal ini, kita bersyukur atas semua keadaan yang kita alami, karena di situ kita bisa lebih mengoreksi diri. Kita bisa lebih memperkarakan hidup kita: “Aku ini benar tidak? Masih ada niat jahat tidak? Masih ada niat busuk tidak? Masih ada niat yang memalukan tidak?” Lalu kesimpulannya: kalau kita benar-benar di pihak Tuhan, tidak perlu kita ribut, tidak perlu gusar. Yang penting, kita bisa membuktikan apakah kita melakukan firman Tuhan atau tidak? Apakah orang melihat kita berubah? Jadi, bukan dengan kajian perdebatan teologi yang tidak pernah ada titik temunya. Sebab, dalam sejarah gereja, tidak pernah ada titik temu perdebatan-perdebatan teologi. Tetapi kebenaran yang murni merubah logika, sehingga seseorang akan mengerti bahwa kebenaran yang didengar itu membuat dia mengenal Allah dengan benar.
Mengenal Allah dengan benar yang dimaksud di sini adalah mengalami Tuhan, sehingga hidupnya drastis berubah. Harus drastis. Sebab kalau kebenaran itu murni, maka akan ekstrem perubahannya, benar-benar ekstrem. Sebab, kalau hanya menjadi baik, masih diragukan. Karena kebaikan-kebaikan manusia sering dipoles dari luar saja dan penuh dengan intrik, kemunafikan, serta kamuflase. Namun kalau kebaikan yang benar, akan sangat dirasakan. Jadi, mari kita jadikan Tuhan satu-satunya dunia kita. Sehingga, seakan-akan—dan memang demikian—kita sudah mengakhiri hidup kita, mengakhiri jalan hidup kita. Apa pun yang kita lakukan, baik makan atau minum, atau sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah. Itu berarti sudah selesai hidup kita di situ. Tidak ada sesuatu yang kita lakukan untuk apa dan siapa, namun semua hanya untuk kemuliaan Allah. Artinya, supaya hidup kita menyenangkan Dia. Bagaimana menyenangkan Dia? Harus serupa dengan Yesus. Tidak ada cara lain.