Skip to content

Kebutuhan Jiwa

 

Mazmur 130:5-6

“Aku menanti-nantikan TUHAN, jiwaku menanti-nanti, dan aku mengharapkan firman-Nya. Jiwaku mengharapkan Tuhan lebih daripada pengawal mengharapkan pagi, lebih daripada pengawal mengharapkan pagi.”

Sejatinya, tidak mungkin kita tidak menantikan Tuhan. Karena, yang pertama, kita pasti punya persoalan, dan kita tidak mengharapkan pertolongan dari siapa-siapa. Persoalan kita bisa persoalan pribadi atau persoalan pelayanan. Tetapi, berkat abadi yang kita peroleh adalah kita dibawa masuk ke langit baru bumi baru. Makanya, sadari bahwa hidup ini tragis. Sebagian orang mungkin agak sulit menerimanya, karena sudah lama hidup dalam cara pandang anak dunia yang sudut pandang atau perspektifnya itu kefanaan, belum sampai kekekalan. Namun kita dipaksa untuk memikirkan kekekalan, walau terasa pahit, pedih, kecewa. Tapi ternyata berkat kekalnya di situ, menantikan Tuhan. Kita berjanji hidup suci, tidak punya kesenangan dunia, itu sudah membawa kita kepada puncak kehidupan rohani, yang kalau bisa setinggi-tingginya, walaupun sekarang kita belum. Kalau kita sudah menantikan Tuhan, baik untuk persoalan pribadi maupun persoalan pelayanan, maka kita tidak mungkin lepas dari Tuhan. 

Yang kedua, ada kebutuhan jiwa, seperti rusa yang merindukan sungai yang berair. Dan kita bisa sampai pada kecanduan kepada Tuhan. Seperti rusa merindukan sungai yang berair, di mana air itu adalah hidup matinya. Jadikan Tuhan itu mati hidup kita, segalanya. Seperti pada waktu kita lapar, ada kebutuhan untuk makan yang mendesak. Mengapa kita tidak merasa memiliki kebutuhan itu kepada Tuhan? Kebutuhan akan Tuhan, kehausan akan Tuhan. Jika itu ada dalam hidup kita, maka metabolisme hidup rohani kita sehat. Sebaliknya, orang sakit tidak ingin makan, ia tidak punya gairah dan keinginan untuk makan. Jadi, mestinya kita punya kebutuhan akan Allah, dan itu yang membuat kita menantikan Tuhan, menyediakan waktu untuk bertemu dengan-Nya. Maka kita harus memetakan hari yang kita miliki. Jadi, berdoa itu bukan kewajiban, melainkan kebutuhan, ke gereja juga kebutuhan. 

Kita akan selalu menantikan Tuhan, karena kita membutuhkan Dia. Jiwa kita haus akan Tuhan. Bersyukur, atas proses yang Tuhan kerjakan dalam hidup kita membuat kita terus mencari Tuhan, dari minta pertolongan-Nya untuk masalah pribadi, sampai kemudian kita bisa merasa haus akan Tuhan. Mazmur 73 menggambarkan perjalanan iman pemazmur, yang diawali dengan kekecewaan bahkan sampai mempersalahkan Tuhan, namun pada akhirnya ia berkata, “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” Banyak orang masih bingung ketika tiba-tiba Tuhan membuat sesuatu yang membuat mereka menjadi bingung, Kenapa hal ini terjadi?Mazmur 73 itu luar biasa, Tuhan ternyata menuntun pemazmur melewati keadaan sulit itu, dan puji Tuhannya pemazmur berkata, “Aku tetap di dekat-Mu, seperti hewan. Aku tetap di dekat-Mu.” Seperti hewan, artinya tidak punya akal, tidak bisa menganalisis. 

Terkadang Tuhan membawa kita juga pada keadaan seperti itu. Di mana kita tidak tahu harus bagaimana, tapi seperti yang dilakukan oleh pemazmur, kita harus tetap ada di dekat-Nya. Dan Tuhan menuntun kita, menasihati kita, dan Ia membawa kita kepada kemuliaan. Selanjutnya pemazmur berkata, “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.” Satu hal yang harus kita takuti adalah kalau kita tidak haus lagi akan Allah. Di mana kita tidak ingin berdoa, tidak suka mendengar firman. Maka tidak mungkin kita menjadi setia kepada Tuhan. Jadi, gempuran masalah membuat kita menantikan Tuhan. 

Kita tidak mungkin tidak menanti-nantikan Tuhan karena jiwa kita hanya bisa dipuaskan oleh Tuhan. Dan kita harus takut, kalau sampai kita tidak haus akan Tuhan. Bagi kaum muda, masih banyak hal yang membuat mereka bisa hidup tanpa doa, bisa hidup tanpa menanti-nantikan Tuhan, karena kesenangan-kesenangan dunia yang masih banyak memenuhi hati pikirannya. Tapi itu tidak boleh dibiarkan terus, karena kalian akan binasa. Bagi orang tua, kita sudah harus mulai mengosongkan bejana hati, supaya Tuhan memenuhi ruangan hidup kita. Mungkin juga di antara kita dihabisi Tuhan dalam ekonomi, rumah tangga, karier, tapi ketahuilah itu sebenarnya anugerah Tuhan yang istimewa. Tapi, sekali lagi, Tuhan harus menjadi kebahagiaan kita. Kita selalu menanti-nantikan Tuhan, karena kita membutuhkan Dia, yang mengisi hati kita. Tidak bisa tidak, kita menantikan Tuhan setiap tiap hari. 

Lalu yang ketiga, kesucian. Yang ini memang tidak bisa dikerjakan oleh siapa pun, hanya bisa dikerjakan oleh Tuhan. Jadi, kalau kita benar-benar mau hidup suci, hanya Tuhan yang bisa menolong kita. Sejatinya, kalau orang tidak berdoa, tidak mungkin dia bertambah suci. Kalau dia tidak menghampiri Tuhan, dan menantikan Dia, tidak mungkin dia mau hidup suci. Jadi, orang yang tidak puas dengan kesucian yang telah dia capai, maka dia pasti akan menantikan Tuhan. Menanti-nantikan Tuhan letaknya di hati, bukan hanya pada waktu kita melipat tangan dan menekuk lutut kita. Namun setelah kita usai doa, hati kita tetap memandang Tuhan, Aku menantikan Engkau, Tuhan.”