Skip to content

Kebutuhan Hidup yang Sejati

Yesus datang untuk memberikan roti untuk kehidupan kekal tersebut, dan roti itu adalah diri-Nya. Yesus mati untuk menebus dosa manusia. Yesus memberi contoh kehidupan seseorang yang memiliki hidup kekal. Dan orang yang mau memiliki hidup kekal harus mengerti apa yang Yesus ajarkan dan memahami bagaimana mengenakan cara dan gaya hidup-Nya. Orang-orang pada waktu itu mencari Tuhan Yesus karena roti jasmani. Mereka kelihatan bersemangat, tapi mereka tidak punya dimensi hidup yang benar. Mereka menyembah Allah, diberkati di dunia, nanti mati dapat pahala, yaitu boleh masuk surga. Surga itu rumah kita, bukan pahala. Bicara soal pahala atau upah, itu nanti bicara soal kedudukan yang masing-masing kita akan miliki, yang digambarkan oleh Alkitab ada yang mendapat 10 kota, 5 kota, dan lain sebagainya, seberapa Tuhan akan memercayakan kepada kita pemerintahan bersama dengan Tuhan. Seakan Tuhan berkata, “Bekerjalah bukan untuk makanan yang akan dapat binasa. Kamu sibuk dari pagi sampai malam. Dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun untuk apa yang kemudian lenyap. Mengapa kamu tidak mencari sesuatu yang memiliki nilai abadi, bernilai kekal?”

Jadi, batasnya tipis antara kekristenan dengan keberagamaan. Kekristenan yang sejati menemukan maksud Allah menciptakan kehidupan, yaitu menyukakan hati Allah. Mau menikah, mau tidak menikah; mau punya anak mau tidak; mau pria, wanita; mau kaya atau miskin; mau bakatnya A atau B atau C atau D, pokoknya menyukakan hati Allah. Dan setiap orang harus menggumuli hal ini. Maka, orang harus benar-benar bersentuhan dengan Allah dan mengerti betul apakah dia menyenangkan hati Allah atau belum. Sebab, Dia bukan Pribadi yang mati. Dia Allah yang hidup, Allah yang hadir. Itu yang harus kita persoalkan dengan serius. Jangan sampai kita menutup mata, tapi belum tahu dalam kepastian apakah kita sudah menyenangkan Allah atau belum. Ironis, hari ini banyak orang yang belum memiliki kepastian, namun merasa tenang-tenang saja. Dunia kita hari ini yang semakin materialistis. Orang makin tidak menyadari kebutuhan hidup yang sejati. Kebutuhan hidup yang sejati itu apa? Menjadi manusia yang menyukakan Allah.

Sejatinya, hal itu harus diperkarakan karena itu adalah kebutuhan utama. Dalam menggumuli hal ini, mungkin kita sampai merasa letih dan lelah dan berbeban berat. Mengapa? Karena kita melawan kodrat dosa di dalam diri kita, dan gaya hidup yang sudah bertahun-tahun melekat. Kuasa kegelapan telah membutakan banyak mata pengertian orang, sehingga mereka tidak mampu memandang hidup dengan dimensi yang benar; dimensi hidup kekekalan. Manusia adalah makhluk kekal, jangan main-main. Kalau kita sudah menghayati realitas kekekalan, kita pasti akan berusaha mendekat kepada Allah—untuk bukan saja meyakini kekekalan itu ada atau yakin masuk surga—untuk memperoleh kepastian apakah kita sudah menjadi makhluk yang memuaskan hati-Nya atau belum. Yohanes 6:63, firman Tuhan mengatakan, “Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup.” Maksud perkataan Tuhan Yesus ini adalah bahwa segala sesuatu yang diajarkan oleh Yesus, berorientasi pada hal-hal rohani, hal-hal kesucian, hal-hal kehidupan kekal semata-mata. 

Maka Tuhan pun berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal.” Maksud makan daging dan minum darah Tuhan adalah menyatu dengan gairah, hidup, perasaan, pikiran Tuhan Yesus. Itulah maksud Allah menciptakan manusia dan kehidupan itu. Keberagamaan tidak mengerti sedalam ini. Mereka datang kepada Tuhan hanya untuk urusan jodoh, urusan belum punya anak, urusan belum punya rumah, urusan makan minum dan lainnya. Tuhan bisa memberi, karena tidak ada yang mustahil bagi Dia. Tapi tujuan kita bukan itu. Kalau kita urusan dengan Tuhan, haruslah urusan yang berkualitas, yang bernilai tinggi. Maka kita harus menyadari kebutuhan yang sesungguhnya, kebutuhan yang utama, kebutuhan yang sejati. Dan kita harus mengusahakannya sampai letih lesu dan berbeban berat, lalu berkata, “Didiklah aku ya, Tuhan.” Tapi rata-rata orang tidak menyadari kebutuhan utama itu. Kita bisa memiliki kehidupan yang brengsek di masa lalu. 

Tapi kalau kita mau bertobat sungguh-sungguh, merendahkan diri di hadapan kaki Tuhan, Ia memulihkan hidupmu. Atau kita punya persoalan banyak, kebutuhan banyak, tetapi jangan kita pandang itu sebagai kebutuhan prima. Bahkan kita seharusnya bisa berkata, “Yang kubutuhkan adalah bagaimana aku berubah.” Semua masalah bisa diselesaikan dengan mudah oleh Tuhan. Tapi kalau diri kita ini, Allah tidak bisa menyelesaikan kalau kita sendiri tidak serius mau menyelesaikan. Dan ini menyangkut kekekalan. Usaha kita dipulihkan, kesehatan dipulihkan, tapi kalau kita masuk neraka, apa artinya? Bukan berarti lalu Tuhan tidak memberkati hidup kita. Tuhan pasti memberkati. Namun, jangan kita melihat roti duniawi, tapi roti surgawi. Kuasa gelap berupaya agar orang Kristen gagal fokus, sehingga tidak memfokuskan diri pada pemenuhan kebutuhan yang sejati. Kebutuhan yang sejati digantikan kebutuhan yang palsu. Maka Tuhan mengatakan untuk kita menyangkal diri, yaitu menolak semua naluriah kemanusiaan kita dan kita mengenakan kehidupan Yesus.

Kebutuhan hidup yang sejati itu adalah  menjadi manusia yang menyukakan Allah.