Skip to content

Kebenaran yang Terperagakan

 

Kalau kita hanya mengisi pikiran kita dengan pengetahuan, walaupun itu adalah kebenaran murni, tidak cukup mengubah. Karena kebenaran yang kita pahami tidak bisa terperagakan menjadi daging kalau tidak dihadiri Allah di dalam hidup kita. Kalau sampai bisa, artinya kebenaran atau pengetahuan tentang kebenaran bisa mengubah orang tanpa kehadiran Tuhan dalam hidup orang tersebut, maka Tuhan bisa dibelakangi, Tuhan kurang atau tidak dihormati. Kebenaran firman akan hidup di dalam hidup kita, kalau kita mengalami perjumpaan dengan Tuhan.  Sebab, kekristenan bukan agama hukum. Baik dan buruk, etis dan tidak etis, suci dan tidak suci kita tidak diukur oleh kalimat-kalimat hukum, tidak diwakili oleh verbal kalimat. Tetapi kekristenan itu jalan hidup; jalan hidup-Nya Tuhan; pikiran dan perasaan Allah. Jadi, bukan agama hukum, melainkan agama kebenaran di mana kebenaran itu adalah Tuhan sendiri, Akulah kebenaran; I am the truth.” 

Kalau seseorang belajar hukum, hukum itu masuk di dalam dirinya, hidupnya diatur oleh hukum; dinamika hukum terperagakan dalam hidup orang itu. Christianity is not religion but the way of life; jalan hidup, dan jalan Kristus; jalan kehidupan Anak Allah yang memiliki dinamika hidup yang memperagakan pikiran dan perasaan Allah. Jadi kalau agama yang adalah jalan hukum, cukup dengan hukum. Bangsa Israel dulu taat kepada hukum, tetapi yang menjumpai Tuhan hanya imam besar. Masyarakat lain tidak menjumpai Tuhan, dan mereka bisa menjadi masyarakat beragama yang fanatik dengan agama Yudaisme. Tetapi kekristenan adalah jalan hidup; jalan hidup-Nya Tuhan. 

Kebenaran harus disertai dengan perjumpaan dengan Tuhan; kehadiran Tuhan dalam hidup orang itu, karena dia harus memakai pikiran dan perasaan Allah. Secerdas apa pun ajaran, secakap apa pun ajaran, tanpa Allah hadir dalam hidupnya, tidak akan menjadi daging dan terperagakan. Yang punya kebenaran saja belum tentu kebenaran itu menyatu dalam hidupnya, apalagi yang tidak mengerti kebenaran. Kalau orang mau mengenakan hukum, maka dinamika hukum terperagakan dalam hidup orang tersebut, tanpa ketemu Tuhan pun bisa. Contohnya bangsa Israel, mereka bisa melakukan hukum tanpa bertemu Tuhan.

Tapi kalau mau mengenakan kebenaran yang adalah Tuhan sendiri, kita harus bertemu Tuhan, karena Tuhan yang diperagakan. Kalau hanya mengerti kebenaran, setajam apa pun kebenaran itu, tanpa perjumpaan dengan Allah, tidak akan merasuk dalam daging dan terperagakan. Dari dulu Tuhan mengajarkan berdoa. Coba, agama Abraham apa? Tapi dia mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Ingat, Tuhan hidup atas orang yang menghidupkan Tuhan, dan Tuhan seakan-akan mati bagi orang yang tidak menghidupkan Tuhan. 

Mengapa kita begitu miskin dalam mengalami kehadiran dan hidup-Nya Tuhan? Karena kita tidak menghidupkan Dia. Kita tidak berani berkata, “Tuhan tidak ada” karena kita beragama. Kita hanya mendengar kesaksian dan berkata, “Tuhan itu hidup, kata dia. Itu benar, pendeta itu mengalami.” Namun kita sendiri tidak mengalami, dan merasa tenang-tenang saja. Itu berarti Tuhan belum menjadi jalan hidup kita. Pasti kita tidak menjadi anak-anak Allah yang benar. Ironisnya, sebagai orang Kristen, jalan hidup tidak, jalan hukum juga tidak. Kalau agama non-Kristen yang begitu ketat dengan syariat dan agamanya, mereka mempertahankan integritas hidup mereka di atas dasar hukum. 

Mestinya kita yang adalah orang Kristen, yang harus mengenakan hidup-Nya Yesus, harus bisa berkata, “Hidupku bukan aku lagi, tetapi Kristus yang hidup dalam aku,” karena kita harus menghidupkan Tuhan dalam hidup kita. Kalau kita tidak menghidupkan Tuhan, kita pasti akan menyesal selama-lamanya. Dia hidup bagi orang yang menghormati, yang mencari Dia. Dan itu mahal harganya. Karena seluruh hidup kita harus dipertaruhkan untuk menghidupkan Dia dalam hidup kita. Tapi kalau kita tidak mencari sungguh-sungguh, tidak mencari Tuhan sungguh-sungguh, Tuhan mati bagi kita. Dan kalau Tuhan mati bagi kita, berarti kita tidak punya kehidupan. 

Ironisnya, kita merasa aman. Maka pertanyaannya, apakah kita mau serius menjadi orang Kristen? Sebab banyak orang yang belajar kebenaran, namun ia tidak mengalami perjumpaan Tuhan, maka kejamnya luar biasa, bengisnya luar biasa, tidak kalah jahatnya dengan orang yang tidak mendengar kebenaran. Yang salah bukan kebenarannya, sebab buktinya ada orang-orang yang hidupnya berubah. Oleh sebab itu, perjumpaan dengan Tuhan itu tidak bisa digantikan dengan yang lain. Pendeta sehebat apa pun, tanpa bertemu Tuhan, omong kosong. Tidak mungkin hidupnya bersih.