Pikiran manusia dapat menjadi kendaraan pikiran Iblis dan rencananya. Dalam hal ini, dapat ditemukan bahwa seorang pembicara di mimbar memiliki tanggung jawab yang berat. Tetapi banyak orang tidak menyadari hal ini. Mereka berpikir yang penting bisa khotbah, apalagi kalau di balik khotbah itu dia mau mendapatkan sesuatu. Oleh sebab itu, kita harus menggunakan logika semaksimal mungkin, akal budi semaksimal mungkin, yang diterangi oleh firman kebenaran untuk memahami kebenaran Alkitab. Jadi, pikiran harus diaktifkan untuk menggumuli kebenaran Tuhan secara terus-menerus. Kalau orang tidak menggunakan logika secara maksimal, itu pasti kemunduran. Tetapi selain logika yang kita gunakan maksimal, kita juga harus memberi waktu minimal tiga pulu menit sampai satu jam untuk duduk diam di kaki Tuhan.
Banyak orang Kristen yang cerdas dalam banyak bidang, tetapi tidak cerdas dalam memahami Alkitab. Orang yang pintar dalam bisnis, eksekutif di kantor, namun tidak dapat memahami kebenaran Alkitab dengan benar. Orang seperti itu mengalami yang namanya stagnan. Dia tidak bisa agung sebagai anak-anak Allah. Dia agung di bidangnya, akan tetapi tidak agung dalam kehidupan sebagai anak-anak Allah. Kenapa? Karena ia tidak mengalami pembaharuan pikiran. Mestinya kecerdasan kita di bidang tertentu—IT, kedokteran, hukum dll—disandingkan dengan kecerdasan dalam memahami kebenaran firman-Nya, sehingga kita menjadi luar biasa dan akan efektif bagi pekerjaan Tuhan.
Penyesatan tidak mungkin hanya dibagikan satu atau dua kali untuk dapat membuat orang tersesat, tetapi pasti membutuhkan waktu yang panjang. Kalau menipu, merah disebut jadi putih, itu bisa dalam waktu singkat. Namun karena penyesatan adalah sebuah struktur bangunan berpikir, maka memerlukan proses atau waktu yang cukup lama untuk dapat mendaratkannya di pikiran seseorang. Maka kita harus cerdas, sebab kecerdasan itu merubah. Sehingga kita bisa membedakan mana kebenaran yang murni dan mana yang bukan. Ciri kebenaran adalah selalu ada implikasinya, bersifat fleksibel dan dinamis. Sekarang, sebagai anak-anak Allah yang dipilih sebagai umat pilihan, kita harus memilih kebenaran yang menjadikan kita pangeran-pangeran Kerajaan Allah, seperti Yesus. Jangan sampai memilih pikiran dunia yang membuat seseorang jadi anak dunia.
Penebusan dalam Yesus Kristus membuat Allah berhak untuk membentuk orang percaya menjadi serupa dengan Dia. Dan itu merupakan hal yang paling ditakuti oleh Iblis. Kita adalah orang-orang yang terpilih untuk itu. Jadi kalau kita punya kesempatan yang begitu luar biasa namun tidak kita gunakan, tidak kita manfaatkan, betapa sia-sianya. Kejatuhan manusia dalam dosa membuat manusia tidak mampu mencapai titik sempurna—namanya “meleset.” Tetapi bukan berarti manusia tidak ada nilainya lagi. Karena Taurat tertulis di dalam hati, orang masih bisa mencapai titik tertentu, namun dia tidak bisa sampai di titik sempurna. Sebab, hanya lewat keselamatan dalam Yesus Kristus yang memampukan seseorang sampai di titik maksimal yaitu memiliki nurani ilahi. Sehingga terbangun ketepatan dari kecerdasan memahami kebenaran firman, sehingga apa pun yang dilakukan sesuai dengan kehendak-Nya.
Orang baik bisa menolong orang miskin, membela yang tertindas, orang tua dan negara. Mereka juga bisa tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, bisa mengampuni musuh bahkan dipukul pun mengalah. Itu bisa. Baik dan benar yang mereka lakukan sesuai dengan budaya, pendidikan dan lain-lain. Atau bisa juga dari kebiasaan dan latihan memperkarakan diri sampai bermental baik. Namun itu belum tentu sudah sesuai dengan standart apa yang Allah inginkan. Sebaliknya, anak-anak Kerajaan Surga melakukan semua itu berdasarkan standart apa yang Allah ingini, bukan berdasarkan hukum. Itu sebabnya, kita jadi mengerti bahwa ada orang non-Kristen yang bisa betul-betul baik sesuai dengan budaya, pendidikan, dan pengaruh-pengaruh lingkungan, serta pelatihan-pelatihan moral dan batiniahnya. Tetapi pertanyaannya, apakah dia berbuat itu sesuai dengan keinginan Tuhan atau hanya karena apa yang dia ingini?
Kenyataan hari ini, ada banyak orang Kristen termasuk pendeta dan para teolog, berbudaya buruk, berpendidikan buruk, lingkungan buruk, firman Tuhan tidak dimengerti, apalagi kehendak Allah, lalu mau jadi apa? Mereka berkata, “Kita diselamatkan bukan karena perbuatan baik, melainkan karena iman.” Iman itu apa? Selamat itu apa? Kita bisa dikembalikan pada gambar Allah semula bukan karena perbuatan baik, melainkan karena kita ditebus dan diperlengkapi Roh Kudus sehingga mengerti firman lalu nurani kita diperbaiki. Maka sebenarnya, sebagai orang percaya, kita menjadi baik bukan karena hukum, budaya, moral—walaupun itu jelas punya pengaruh—melainkan dari mengerti kebenaran yang mencerdaskan pikiran kita.
Dari kebenaran yang kita miliki akan membangun nurani. Dari nurani yang benar itu, kelakuan luarnya akan jadi baik. Baiknya bukan sekadar baik di mata manusia, namun sesuai dengan keinginan Allah. Firman Tuhan mengatakan, “Mata itu pelita tubuh, kalau matamu gelap, gelaplah seluruh tubuhmu. Kalau matamu baik, baiklah seluruh tubuhmu.” Jadi, betapa luar biasa pengaruh daripada firman itu dalam hidup seseorang. Kita harus terus mengembangkan pikiran Allah lewat pengertian. Sekarang kita telah dimerdekakan, pengampunan diberikan. Jadi, hidup ini hanya untuk mengisi pikiran kita dengan kebenaran, supaya nurani kita sampai menjadi nurani ilahi.