Saudaraku,
Pernah dipersoalkan, mengapa sejak usia 12 tahun Yusuf tidak pernah muncul di Alkitab. Ketika Yesus diisukan gila, Maria dan saudara-saudara-Nya yang datang untuk menjenguk Yesus. Ketika Yesus dalam penderitaan, Yusuf pun tidak hadir. Dan Yesus mempercayakan Maria kepada murid yang dikasihi-Nya. Pertanyaannya, kemana Yusuf? Pertanyaan ini tidak terjawab sampai hari ini. Yang ada hanya kira-kira, praduga atau hipotesa. Tetapi yang jelas, Maria adalah seorang wanita hebat. Tanpa didampingi suami, dia menyaksikan penderitaan luar biasa yang dialami Putra Sulungnya. Matanya mampu melihat tangan yang dirobek oleh paku, kepala yang penuh dengan darah karena duri mahkota, kaki yang dipaku dengan paku besar di atas kayu kasar. Dia begitu teguh. Dia menyaksikan penderitaan Putra Sulungnya.
Jadi, bukan tanpa tatanan, tanpa aturan, tanpa hukum ketika Allah bertindak. Sulit kita menemukan wanita lebih mulia, lebih dahsyat dari Maria. Itulah sebabnya, wanita seperti ini bisa memiliki karya abadi. Apakah hanya Maria yang diberi Tuhan kesempatan memiliki sebuah karya abadi? Tentu tidak. Tuhan memiliki banyak macam pekerjaan yang bisa dipercayakan kepada kita. Kita tidak melahirkan Mesias seperti Maria, tetapi kita bisa melahirkan orang-orang yang akan masuk Kerajaan Surga, dan orang-orang yang menyelamatkan orang lain. Kalau seorang ibu yang berkualitas membesarkan anak, lalu anaknya bisa menjadi seorang yang menyelamatkan orang lain—tanpa harus menjadi pendeta—itu adalah karya abadi.
Mungkin ada di antara kita yang tidak memiliki keturunan, tidak masalah. Banyak orang yang bisa kita lahirkan, bukan dengan kelahiran secara lahiriah, namun kita bisa melahirkan orang-orang yang diselamatkan dan menyelamatkan. Tetapi ini tidak akan terjadi atas orang-orang yang tidak memiliki kualitas, yang tidak punya kapasitas. Sejatinya, kita tidak pernah tahu latar belakang Maria, bagaimana dia bisa menjadi wanita yang hebat. Salah satu yang harus kita pertimbangkan adalah ketika Yesus berusia 12 tahun, Dia sudah demikian pandai dan bisa bersoal jawab dengan ahli-ahli Taurat. Tentu tidak mungkin lepas dari peran seorang ibu yang hebat. Dan ketika para gembala dan orang majus datang, firman Tuhan mengatakan, “Maria menyimpannya dalam hati.” Hal ini menunjukkan bahwa Maria bukanlah tipe wanita yang banyak mulut; dia menyimpan semuanya dalam hati. Ironis, banyak orang yang tidak mau dan tidak bisa nyimpan perkara dalam hatinya; dia bocorkan di mulutnya.
Saudaraku,
Kita semua pasti meninggal dunia. Pertanyaannya, apa yang kita hasilkan selama kita hidup di dunia ini? Sebagai manusia, kita tentu ingin terhormat. Kalau bisa, kehormatan setinggi-tingginya. Sebagai manusia, kita juga ingin kaya, kalau bisa sekaya-kayanya. Tetapi kita mau terhormat dan kaya di langit baru bumi baru. Sejak peristiwa di Golgota, tidak ada cerita tentang Maria. Kecuali sedikit kisah, ketika Maria harus pindah rumah dimana para tetangganya berkata, “ini dia, ibu dari seorang penghujat Allah, ini ibu dari seorang pemberontak.” Dan memang ada beberapa catatan bahwa Maria pernah tinggal di Efesus, pernah tinggal dengan Lukas. Namun setelah itu, sejarah hidupnya lenyap. Tetapi suatu hari, nanti ketika kita di surga, kita bisa temukan ada catatan abadi tentang Maria.
Maukah kita juga menjadi orang yang punya catatan abadi? Maka selagi masih mempunyai kesempatan, jangan habiskan waktu kita hanya untuk kesenangan diri sendiri. Kita bisa saja berkata, “Tuhan, kenapa aku harus melakukan pekerjaan yang melelahkan ini? Betapa senangnya kalau tidak ada pekerjaan ini, aku tidak terbebani, tidak memikirkan hari esok yang tidak jelas.” Padahal, Allah yang memiliki pekerjaan tersebut dan Allah pasti membela. Seharusnya, selagi kita masih bisa melakukan sesuatu untuk pekerjaan Tuhan, kita lakukan. Jangan seperti orang kaya di Lukas 12, dia berhasil mengumpulkan harta, tapi mati dalam kemiskinan. Dia punya karya fana, bukan karya abadi.
Hari ini kita boleh punya rumah bagus, pasangan sempurna, anak cucu sempurna, tapi kalau kita tidak buat apa-apa untuk Tuhan, kita miskin di hadapan-Nya. Dan betapa malangnya kalau nanti kita pulang. Namun herannya, banyak orang yang masih bisa hidup tenang, padahal kematian bisa menjemput kita setiap saat, dan kita harus mempertanggungjawabkan hidup kita di hadapan Tuhan. Dan kita baru tahu bahwa ternyata hidup tidak gratis. Allah memberi hidup supaya kita menggunakan hidup ini untuk kemuliaan Allah. Membaca Surat Gembala ini kita mengerti, tapi pulang kita tidak buat apa-apa karena irama hidup kita sudah salah. Jadi, kalau kita mau beruntung di kekekalan, bertobatlah, bertanyalah kepada Tuhan apa yang kita harus lakukan.
Saudaraku,
Belum tentu seorang pendeta punya karya abadi, karena ini tergantung motivasi hati kita. Karya hidupnya bisa menjadi karya fana yang menghasilkan uang dan harga diri serta kehormatan. Maka kita harus terus bertanya, “apa yang harus kulakukan, Tuhan, sebelum waktuku usai? Apa yang harus kulakukan menebus waktuku yang sia-sia yang pernah kujalani?” Kiranya Tuhan membuka mata pengertian kita untuk menangkap firman ini. Karya abadi menjawab apa yang dikatakan yang mulia, Tuhan kita Yesus Kristus, “Jangan kumpulkan harta di bumi, kumpulkan harta di surga.”
Sebagai manusia, kita tidak akan pernah puas memikirkan diri sendiri, tidak pernah merasa cukup sebanyak apa pun yang telah kita miliki. Tetapi, kalau kita memandang Tuhan, kita akan menemukan betapa banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Bukan kebutuhan kita pribadi, melainkan kebutuhan jiwa-jiwa yang harus dilahirkan untuk Kerajaan Allah. Sebelum waktu ini berlalu, mari kita bertobat, mari kita berubah. Dengarkan peringatan Tuhan sebelum jantung kita berhenti berdetak, dan kita tidak punya kehidupan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Hari ini kita boleh punya rumah bagus, pasangan sempurna, anak cucu sempurna, tapi kalau kita tidak buat apa-apa untuk Tuhan, kita miskin di hadapan-Nya.