Dalam kehidupan ini kita mengenal tiga jenis kebutuhan, dan itu sudah diterima oleh hampir semua orang. Sulit menyangkali adanya kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Kebutuhan primer adalah kebutuhan utama manusia yang tidak dapat ditunda pemenuhannya, agar kehidupan bisa berjalan dengan baik. Kebutuhan ini harus dipenuhi karena berkaitan dengan kelangsungan hidup setiap hari. Kebutuhan primer ini antara lain sandang, artinya pakaian; pangan, artinya makanan; dan papan, yaitu tempat tinggal. Adapun kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang tidak mendesak, dan untuk memenuhinya dapat dilakukan setelah kebutuhan primer terpenuhi. Kendaraan, hiburan, termasuk televisi, ini semua kebutuhan yang dianggap sekunder. Setelah kebutuhan primer dan sekunder ini terpenuhi, biasanya orang masuk pada kebutuhan tersier; kebutuhan terhadap barang yang dikategorikan mewah; misalnya: perhiasan, wisata. Jenjang kebutuhan ini pada umumnya membelenggu manusia. Kalau kebutuhan primer terpenuhi, lalu pasti masuk kebutuhan sekunder. Setelah kebutuhan sekunder terpenuhi, pasti masuk kebutuhan tersier.
Manusia pada umumnya memburu semua hal tersebut. Pemburuan tersebut dipandang sebagai kewajaran hidup. Sadar atau tidak, kita juga ikut terpengaruhi dengan pola dan gaya hidup dunia yang kita warisi dari nenek moyang, orangtua, dan pengaruh lingkungan kita. Jita menggulirkan hari hidup dalam pola hidup seperti yang orang lain juga lakukan. Pada akhirnya, tidak bisa dibantah; jarang orang yang puas walaupun telah terpenuhinya tiga jenis kebutuhan tersebut. Mereka seperti orang yang selalu haus untuk meneguk lebih banyak yang dapat dimiliki dari dunia ini. Orang akan selalu haus untuk dapat meneguk semua kesenangan yang dunia sediakan. Dengan cara ini sebenarnya kuasa gelap membelenggu manusia dan menggiringnya ke dalam kegelapan abadi. Pola hidup seperti ini juga ada dalam kehidupan para rohaniwan.
Ketika masih menjadi pendeta yang jemaatnya kecil, kebutuhan primernyalah yang dikejar. Setelah jemaat lebih banyak, uang lebih banyak, kebutuhan sekundernya dipenuhi. Setelah kebutuhan sekunder dipenuhi, menjadi pendeta yang uangnya banyak karena jemaatnya banyak, atau undangan khotbah sana-sini, masuk ke jenjang tersier. Sebab pada dasarnya, filosofi hidup seperti yang dikenakan orang pada umumnya juga kita kenakan. Kalau bicara hal ini kepada orang yang memang tidak memiliki niat untuk berkenan di hadapan Tuhan, sulit. Tetapi kalau kita bicara kepada orang yang sadar betapa singkatnya waktu hidup kita, bahwa hidup kita akan berlanjut di kekekalan, bahwa apa yang kita lakukan di dunia ini menentukan nasib kekal, prestasi abadi, maka pasti mereka mau mendengar dan jujur melihat diri mereka masing-masing. Sebagai anak-anak Allah yang dewasa, mestinya kebutuhan kita adalah sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus, agar kita layak dimuliakan. Yang untuk zaman sekarang, nyaris tidak bisa dikenakan karena berat, karena: Pertama, gaya hidup tersebut nampak tidak wajar di mata dunia. Yang kedua, karena lingkungan sekitar kita makin jauh dari kebenaran Injil yang sejati.
Tetapi kalau kita mau mencapai keselamatan dan tahan berdiri di hadapan Anak Manusia, kita harus berani untuk berubah. Jadi kebutuhan kita adalah bagaimana kita menjadi sempurna seperti Bapa dan serupa dengan Yesus. Sebab firman Tuhan mengatakan kalau kita anak Allah, kita adalah Allah waris. Dalam kalimat tersebut terdapat isyarat yang jelas: “kita adalah anak Allah.” Maka, jangan merasa sudah menjadi anak-anak Allah, karena status sebagai Anak Allah itu sebuah keberadaan. Kita harus mencapai keberadaan hidup sebagaimana yang diakui sebagai anak-anak Allah, yakni kehidupan Yesus sendiri. “Seperti Yesus” adalah sesuatu yang abstrak dan perlu dijelaskan lebih lanjut. Akan tetapi pada intinya setiap orang harus mencapai tahap apa pun yang dia ingini tidak bertentangan dengan keinginan Allah. Ketika keinginan seseorang selaras dengan Allah, ia mengikuti kehidupan Yesus yang hanya melakukan kehendak Allah. Oleh karenanya, jangan sampai pikiran dan perasaan kita dirusak oleh tontonan, film, pergaulan yang salah, sehingga lahir keinginan-keinginan atau kehendak-kehendak yang tidak sesuai dengan karena Allah.
Ketika kita masuk ke jenjang hidup yang Allah ingini, kita akan melihat dimensi hidup yang tidak pernah kita lihat sebelumnya. Sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi atau pengajar juga pendeta, kita merasa cakrawala pandangan kita sudah luas, sudah punya dimensi pandangan teologi atau dimensi pandangan hal-hal rohani. Tapi ternyata, ketika kita belajar mengenakan kebenaran yang Tuhan Yesus ajarkan dan yang Tuhan Yesus kenakan, di situ kita melihat ada dimensi lain yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata. Tetapi hidup kita akan kelihatan nanti; bagaimana Tuhan mengangkat kita dari dimensi hidup kita yang picik, yang sempit, yang kita pikir sudah cukup itu, ke dimensi pandang yang Tuhan Yesus miliki.
Jenjang kebutuhan hidup pada umumnya membelenggu manusia, dimana orang akan selalu haus untuk dapat meneguk semua kesenangan yang dunia sediakan