Ada satu hal yang kita semua harus waspadai, yang itu bisa merasuk dalam hidup kita dan benar-benar akan sangat merugikan, yaitu ketika seseorang berhenti bertekun mencari Tuhan. Memang tidak pindah agama, bisa masih datang ke gereja hari Minggu. Mungkin juga di pertengahan minggu, tapi tidak memiliki api yang membara, tidak memiliki gairah yang kuat. Inilah yang Alkitab peringatkan dalam Roma 12:11, “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendur, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.” Kita harus sungguh-sungguh memeriksa diri kita dan minta Tuhan memberi kepada kita penerangan dan pencerahan apakah kecepatan pertumbuhan rohani yang kita miliki itu benar dan berkenan di hadapan Tuhan.
Sejatinya, kecepatan pertumbuhan rohani kita harus bertambah seperti orang naik kendaraan. Makin tinggi giginya, makin meningkat pula kecepatannya. Demikian pula, makin kita berusia, makin dunia akan berakhir, kecepatan kita harus makin tinggi. Namun ironis, banyak orang yang kecepatannya tidak bertambah, malah berkurang. Dan itu bukan saja terjadi atas jemaat, tapi juga orang-orang yang ada di lingkungan pelayanan; para aktivis, pendeta, atau kru. Dan itu benar-benar terjadi. Sekalipun setiap hari mendengar khotbah karena ada di lingkungan pelayanan, tetapi ironisnya, mereka tidak bertumbuh, kecepatannya tidak makin meningkat, bahkan kurang. Biasanya orang-orang seperti ini tidak bertambah menjadi rohani. Tragis sekali.
Banyak orang Kristen tidak tekun mencari Tuhan sehingga menjadi kendur karena, pertama, mereka merasakan Tuhan tidak kunjung hadir dalam hidupnya, Tuhan seperti tidak ada. Kedua, melihat kenyataan hidup yang sungguh-sungguh mencari Tuhan seakan-akan sama dengan orang yang tidak mencari Tuhan. Ketiga, keadaan mereka tidak bertambah baik; secara materi ekonomi, kesehatan, keadaan keluarga dan keadaan lainnya. Hal-hal seperti ini tentu juga setiap kita pernah atau sedang hadapi. Tapi ternyata Tuhan sedang menguji kita.
Baiklah kita melihat contoh di dalam Alkitab. Musa dibawa ke pantai Laut Kolsom, yaitu ketika tentara Firaun mengejar, di depan gelombang laut, kanan kirinya bukit. Tidak ada jalan kecuali masuk ke laut, dan mati. Namun ternyata, laut terbelah! Jadi, kita sering dibawa Tuhan kepada keadaan “the last minute” (menit terakhir). Dan di situlah kita belajar mempercayai Tuhan. Kita belajar menaruh percaya kepada Tuhan, sebab pada akhirnya Tuhan ingin hubungan kita dengan Dia itu hubungan tanpa ada keraguan sama sekali. Tidak boleh ada keraguan sama sekali terhadap Tuhan.
Dalam hal ini kita kagum terhadap Sadrakh, Mesakh, Abednego yang menolak menyembah patung yang didirikan oleh Raja Nebukadnezar di Lembah Dura. Karena mereka harus menyembah Elohim YAHWEH saja, Allah Israel Yang Maha Kudus. Walaupun mereka diancam akan dibakar hidup-hidup. Sadrakh, Mesakh, Abednego berkata, “… tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” Luar biasa, bukan? Kesetiaan yang tak bersyarat itu namanya unconditional submission, unconditional surrender (penyerahan tanpa syarat). Walaupun mereka tidak melihat gejala-gejala kehadiran Tuhan, tidak ada bayang-bayang sedikit pun kehadiran-Nya, tidak ada jaminan. Tetapi memang tidak perlu jaminan sebab yang kita percayai adalah Tuhan yang setia.
Adalah benar bahwa kita bisa kecewa terhadap Tuhan, bisa marah terselubung, tapi kita harus mengendalikan diri dan memiliki waktu berjumpa dengan Tuhan, karena perjumpaan-perjumpaan kita dengan Tuhan itulah yang menyembuhkan jiwa kita; dari keraguan kita terhadap Tuhan menjadi kepercayaan penuh sekalipun tanpa jaminan. Ketekunan perjumpaan itu menyembuhkan hati kita, kekecewaan kita terhadap Tuhan, kemarahan terhadap Tuhan, keraguan terhadap Tuhan terobati. Perhatikan, orang yang tidak pernah berdoa, hidupnya sembarangan. Suatu hari, dia akan dipermalukan. Ia tidak punya roh doa dan orang seperti ini tidak akan masuk surga.
Maka, jangan kerajinan kita kendur, apa pun yang terjadi, walaupun Tuhan sepertinya tidak nyata dalam hidup kita, atau keadaan kita seakan-akan sama dengan mereka yang tidak mencari Tuhan, sekalipun mungkin semakin memburuk. Jangan ragukan Tuhan. Kita semua tahu bahwa hidup ini hanya sekali, maka mengapa kita tidak berani memercayai sepenuhnya Allah, menaruh harapan kepada Dia? Pertaruhan kita hanya ada pada Tuhan. Seperti Sadrakh, Mesakh, Abednego itu, “Kalaupun harus mati terpanggang, aku bersedia, yang penting aku setia.” Jangan memercayai apa yang kelihatan. Belajarlah melihat apa yang kita percayai. Makanya, kalau ada masalah-masalah berat, jurus kita adalah merem, mempertajam iman kita. Ada Allah yang bertakhta di tempat yang maha tinggi, Allahnya Musa yang membelah Laut Kolsom, Allah yang tidak berubah.