Skip to content

Jangan Melukai Hati Tuhan

 

Mazmur 139:23
“Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!”

Jadi kita harus sekarang memperkarakan apa perasaan Tuhan terhadap kita? Apa yang Dia rasakan mengenai kita? Jangan sampai kita mendengar Tuhan berkata, “Aku tidak kenal kamu.” Maka sekarang mumpung kita masih ada di bumi, banyak kesempatan untuk membuktikan kita memilih Tuhan yang benar. Tapi di bumi ini, kita dihadapkan dengan banyak hal yang bisa jadi “saingan” Tuhan. Apakah kita masih memilih Tuhan? Dan apakah Tuhan merasa bahwa kita mencintai Dia? Tuhan tahu kita merindukan Dia atau tidak, apakah kita sungguh-sungguh mencintai Dia atau setengah hati. Kalau di dunia ini ada orang-orang yang kalau ditakuti malah menindas, tapi jika Tuhan ditakuti, maka Tuhan akan memperlakukan kita istimewa. Jadi kita memeriksa diri kita, “Apakah aku mengasihi Tuhan dengan benar atau tidak?” 

Khususnya bagi orang-orang muda, ini pelajaran mahal yang agak sukar diungkapkan, tetapi harus kalian mengerti. Di dalam daging kita ini mengalir nafsu atau keinginan, sadar ada impuls, ada rangsang. Kita tahu ada niat untuk berbuat sesuatu—apakah itu berupa kebencian, lalu kita wujudkan dalam tindakan atau itu berupa libido (gairah seks). Tapi kita berkata, Aku memilih tidak memuaskan ini, aku memilih tidak melakukan ini.” Dan kalau bisa kita bawa ke Tuhan, “Tuhan, aku memilih tidak melakukan apa yang salah. Aku marah, Tuhan. Aku mau membalas dendam, ada niat itu, tapi aku memilih tidak melakukan ini.” Karena kita mau menjaga perasaan Tuhan.

Jangan sampai kita melukai hati Tuhan. Kita lewati satu pergumulan, dua, tiga, empat pergumulan, maka lama-lama keinginan itu mati. Itulah cara kita memadamkannya. Jadi tidak otomatis mati. Harus ada impuls di mana melalui itu kita mematikannya, untuk kemudian dia mati. Jadi bukan kalau kita berkata, Matikanlah segala sesuatu yang duniawi dalam dirimu,” itu otomatis mati; tidak mistis, semua lewat proses, lewat pergumulan secara natural, lewat pengalaman-pengalaman hidup. Dan kita harus menyangkal diri. Jadi ketika nafsu itu mengalir, dan kita rasa ada, kita berkata, Tidak, aku tidak memilih ini. Aku memilih hidup suci. Aku memilih melakukan apa yang menyenangkan Tuhan.”

Itu mungkin bukan sekali saja terjadi, melainkan dua, tiga kali, dan godaannya akan lebih besar, lebih kuat. Kalau kita mau menang sampai mati, maka kita harus “mengebiri diri”. Kita minta Tuhan untuk menyelidiki hati kita, kalau-kalau ada jalan kita yang serong, kalau-kalau ada berhala. Untuk apa? Supaya kita jangan berbuat salah kepada-Nya. Mari kita memilih ini. Kalau kalian yang masih muda membiasakan diri melakukan hal ini, maka kalian pasti menjadi kekasih Tuhan. Dan Tuhan itu jawaban seluruh kebutuhan kita. Ingat, kalau kita bisa menyenangkan Tuhan, maka kita menjadi kekasih Tuhan dan itu adalah segalanya. 

Kadang-kadang kita lupa dalam kesibukan hari-hari hidup kita. Kita lupa bahwa kita harus menyenangkan Dia, tapi kita tidak peduli perasaan Tuhan. Kita lebih peduli dengan perasaan kita sendiri, atau kalau kita peduli terhadap perasaan orang karena ada kepentingan diri kita. Ingat, ada hukum kemerdekaan atau kebebasan yang Tuhan berikan kepada setiap individu. Tuhan tidak memaksa kita mengasihi Dia, Tuhan tidak memaksa kita hidup suci, tidak memaksa kita merindukan Dia. Ingat ketika TUHAN membiarkan Adam dan Hawa melanggar dengan makan buah yang dilarang. Lihat juga ketika TUHAN membiarkan Daud berbuat dosa dan melakukan kesalahan yang begitu fatal. Ini menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk kita. 

Kebebasan yang Tuhan berikan adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Dan sekaligus merupakan hak istimewa yang kita miliki. Dimulai dari mengasihi Tuhan, lalu menjadi dinamika permanen di dalam jiwa kita, sampai kita tidak bisa menarik cinta kita itu. Bukankah di dalam kehidupan manusia di sekitar kita yang juga kita alami, kalau seseorang sudah menaruh hati, sudah jatuh cinta kepada seseorang, sampai tingkat tertentu dia tidak bisa menarik lagi cinta itu? Berapa pun harta yang kita miliki itu terbatas, tapi kalau hati kita yang kita berikan dengan cinta yang bulat itu tidak terbatas, dan kita membuat hati kita semakin utuh mengasihi Dia. Kalau kita masih mengingini sesuatu, maka cinta kita tidak bisa bulat kepada Tuhan. Kalau kita masih takut terhadap sesuatu, maka kita tidak bisa takut secara utuh kepada Tuhan.