Skip to content

Impuls Dosa

 

Pada umumnya manusia digerakkan, dipengaruhi, dikontrol oleh lingkungannya. Apa yang terjadi dalam kehidupan manusia di sekitar, kondisi hidup, lingkungan itulah yang mengontrol, mengendalikan, menguasai hidup seseorang. Dan jika hal itu berlangsung terus-menerus, maka keadaan batiniah orang tersebut atau kualitas hidup rohani orang tersebut terwarnai oleh lingkungannya. Sampai pada tingkat tertentu, manusia kehilangan kemerdekaan diri. Dia telah tersandera oleh lingkungannya dalam bentuk keadaan batiniahnya menjadi seperti warna lingkungannya. Di dalam Roma 12:2 firman Tuhan mengatakan, “Janganlah kamu serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah; apa yang baik, yang berkenan kepada Allah, dan yang sempurna.”

Dari sejak kanak-kanak, dunia telah membentuk dan mengasuh kita. Kita harus bebas, dimerdekakan dari keadaan ini. Sekarang, setelah kita mengenal Allah yang benar, mengenal Tuhan Yesus Kristus yang mempersiapkan kita untuk masuk Kerajaan-Nya, harus terjadi perubahan di dalam diri kita. Dan ini bukan sesuatu yang mudah; ini adalah sebuah perjuangan yang harus ditempuh, bukan satu dua bulan, tidak cukup satu dua tahun, tetapi sepanjang hidup kita, agar suasana Kerajaan Surga yang memenuhi hati kita. Itulah sebabnya kita dimuridkan, terus dibentuk tiada henti.

Banyak orang Kristen yang berpikir bahwa masuk surga itu tanpa syarat, yang penting percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Dengan percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, artinya dosa-dosanya diampuni, diselesaikan di kayu salib. Itu semacam tiket untuk masuk surga. Dan itu yang ada di dalam pikiran banyak orang Kristen, bisa-bisa hampir semua orang Kristen. Ditambah lagi dengan ajaran bahwa orang-orang Kristen sudah ditentukan untuk selamat, dan sekali ditentukan selamat, maka pasti selamat. Padahal, kalau kita membaca Alkitab, firman Tuhan jelas mengatakan hanya orang yang melakukan kehendak Bapa yang masuk surga; hanya orang yang memisahkan diri dari dunia dan tidak menjamah apa yang najis yang diterima oleh Allah Bapa. 

Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang pesta perjamuan yang diadakan oleh seorang bangsawan. Yang di dalam perumpamaan itu, Tuhan Yesus mengakhiri dengan kalimat: “Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang terpilih.” Perumpamaan ini menggambarkan atau menunjukkan bahwa orang yang dipanggil untuk mengikuti pesta perjamuan tidak jaminan kalau ia boleh mengikuti pesta tersebut. Undangan diberikan gratis, tetapi tamu yang diundang harus mengenakan baju pesta. Dan baju pestanya harus diusahakan sendiri, bukan disiapkan. Kiranya Tuhan membuka pikiran kita untuk dapat melihat betapa rusaknya keadaan kita ini, betapa jauhnya keadaan kita dari standar kesucian yang Allah kehendaki. 

Dunia masih bisa merangsang orang Kristen dengan keindahan atau kesempatan berbuat dosa dan kalau kita masih terangsang, itu berarti bejana hati kita belum bersih, sehingga kita belum layak masuk Kerajaan Surga. Kalau seseorang melihat sesuatu, lalu ia masih mengingini dan rasanya kalau tidak memiliki sesuatu itu dia merasa kurang lengkap atau kurang bahagia, itu berarti masih ada pangkalan dosa, pangkalan dunia di dalam dirinya. Dan itu diletakkan, disemai oleh kuasa kegelapan sejak kanak-kanak. Misalnya, ketika ada stimulus untuk berzina, ia masih berzina. Ada stimulus untuk marah, membenci, tersinggung, ia masih marah, membenci dan tersinggung. Mestinya lingkungan tidak boleh mengontrol kita. 

Seharusnya, kalau ada stimulus, ada rangsang, ada impuls dosa, kita sudah tidak tertarik. Bukan hanya tidak berbuat dosa, melainkan sampai tidak bisa berbuat dosa. Sudah tidak ada gairah untuk melakukan, tidak ada gairah untuk mengingini. Hati seperti inilah yang Allah kehendaki. Di sinilah yang dimaksud Alkitab sebagai mengenakan kodrat ilahi (2 Ptr. 1:3-4). Yesus menjadi yang sulung, artinya menjadi yang pertama yang berhasil mengenakan sifat Allah, kodrat Allah. Di dalam Dia tidak ada niat berbuat dosa, di dalam Dia tidak ada niat mengingini dunia ini, tapi Dia diuji untuk mau menyembah Iblis. Yesus tidak mau dan Ia mengatakan bahwa kita harus menyembah Allah. 

Jadi kalau Yesus menjadi model atau teladan kita, maka kita pun harus mencapai yang Yesus capai. Bagaimana sifat-sifat Allah dikenakan seutuhnya dalam hidup kita, di mana kita mengenakan kodrat ilahi yang tidak akan terangsang lagi oleh dosa yang ada di sekitar kita, tidak lagi tertarik oleh impuls, stimulus, rangsangan yang ada di sekitar kita. Yesus berjuang untuk mencapai itu. Dia belajar taat (Ibr. 5:7-9). Dalam Lukas 2 dikatakan, “Ia bertambah hikmat-Nya, makin berkenan di hadapan Allah dan manusia.” Itu pun proses, tidak seketika berkenan, tapi pada akhirnya Yesus mencapai kehidupan yang berkenan di hadapan Allah; tapi bukan otomatis.