Skip to content

Impartasi Keagungan Allah

Tidak berlebihan kalau kita melihat sejarah gereja dan kehidupan orang-orang Kristen pada tahun-tahun belakangan ini atau abad-abad belakangan ini, seakan-akan Tuhan telah menghilang. Apa yang dikisahkan di dalam Alkitab, yaitu Allah yang begitu nyata hadir di dalam kehidupan umat, seakan-akan lenyap tidak berbekas. Kalau kita melihat kehidupan gereja Tuhan di sekitar kita, seakan-akan Tuhan telah lenyap tak berbekas. Entah kita menyadari atau tidak, namun kalau jujur, memang demikian adanya. Sehingga kita melihat orang-orang Kristen yang berfantasi tentang Tuhan, tetapi tidak sungguh-sungguh mengalami Tuhan yang hidup. Ironisnya itu terjadi dalam kehidupan para pendeta dan teolog. Tidak bermaksud mau menciderai para pendeta atau teolog, tetapi fakta itu memang terjadi dalam kehidupan kekristenan di zaman ini.

Tetapi demikianlah yang kita rasakan, kita alami, yaitu ada sesuatu yang hilang. Itulah sebabnya kita menggandakan doa pencarian kita akan Allah, kita mencari wajah Tuhan guna kita mengalami-Nya. Kalau seseorang benar-benar mengalami Tuhan, maka keagungan dari kemuliaan Allah di dalam hidup orang itu akan nyata. Sering kita menyadari betapa tidak agungnya hidup kita, betapa kita kurang mulia karena karakter kita yang belum beres dan karena keputusan dan pilihan kita tidak menunjukkan keagungan Tuhan. Ini yang kita harus ratapi. Banyak hal yang tidak patut kita ucapkan, kita ucapkan. Banyak hal yang tidak patut kita lakukan, kita lakukan. Banyak hal yang tidak patut kita pikirkan dan renungkan, kita pikirkan dan kita renungkan. Walau tentu yang terakhir ini hanya kita yang tahu. Inilah yang menjadi pergumulan kita.

Dari penampilan dan perkataan pendeta dan teolog di media sosial, kita tidak menemukan keagungan dan kemuliaan Allah; bahkan keagungan dan kemuliaan manusia saja tidak. Nampak sikap tidak beretikanya, sikap beringas dan kejamnya, sikap sewenang-wenangnya terhadap sesama. Apa pun alasannya, itu tidak bisa dibantah. Tetapi kita tidak mau menunjuk orang dengan jari kita. Kita mau menunjuk kepada diri kita sendiri. Bersyukur kita masih memiliki kesempatan, maka kita mau menggandakan pencarian kita akan Tuhan. Kita akan terus mencari Tuhan sampai kita menemukan Tuhan Yang Agung, Tuhan Yang Mulia dan kita terimpartasi, tertulari keagungan dan kemuliaan Allah tersebut. Tidak mungkin orang yang benar-benar berinteraksi dengan Allah tidak mendapatkan impartasi dari keagungan dan kemuliaan Allah. 

Jadi kalau kita berkata, “Pegang tanganku, Tuhan, aku tak dapat dan tak berani berjalan sendiri,” itu bukan karena ada masalah keuangan, kesehatan yang mengancam nyawa atau masalah lainnya, melainkan karena kita belum menemukan keagungan dan kemuliaan yang mestinya kita kenakan. Terutama kita yang sudah sering berdoa dan belajar firman. Mungkin kita telah mengendus keagungan dan kemuliaan Allah. Kita hanya mengendus, tetapi kita belum melakukannya. Ini yang membuat kita terluka. Dan pada malam hari ketika kita mau tidur, kita mengingat-ingat apa yang terjadi pada hari itu, lalu kita diingatkan ada langkah-langkah kita yang tidak patut. Betapa kita berduka dan terluka. 

Banyak orang tidak memperkarakan hal haus dan lapar akan kebenaran. Mereka sudah merasa baik, sudah merasa benar, terutama para pendeta. Maka, jangan merasa sedang ada dalam pelayanan berarti kita itu baik-baik. Baik-baik kita adalah kalau kita di hadapan Tuhan dinilai tak bercacat dari apa yang kita pikirkan, renungkan, dan ucapkan. Sejatinya, pasti kita tahu kapan kita meleset. Sebab Tuhan memberi kita pikiran, perasaan dengan pimpinan Roh Kudus, sehingga kita pasti mampu mendeteksi jika ada hal-hal yang Tuhan tidak berkenan. Jangankan batu besar, pasir pun kita bisa rasakan yang ada di ujung kaki kita. Kita harus punya kepekaan tingkat tinggi sehingga bisa mendeteksi jika ada hal yang tidak beres. 

Kita ini sebenarnya belum selesai, maka jangan merasa sudah selesai. Dulu kita bukan pendeta, sekarang pendeta. Sudah selesai? Belum. Dulu kita tidak ke gereja, sekarang ke gereja. Jangan merasa sudah selesai, belum. Lantai hati kita harus kita lihat. Kadang-kadang kita merasa lantai hati kita sudah bersih ternyata itu lapisan dosa yang harus dikerok. Lebih dari segala kesibukan pelayanan, kita harus melihat lantai hati kita apakah sudah benar-benar bersih atau tidak. Kita harus melihat ruangan hidup kita sudah bersih atau tidak. Dengan demikian kita menghadirkan Allah; Allah yang seperti lenyap, Allah yang seperti hilang, tetapi bisa kita hadirkan secara nyata dalam kehidupan kita.

Tidak mungkin orang yang benar-benar berinteraksi dengan Allah tidak mendapatkan impartasi dari keagungan dan kemuliaan Allah.