Pernahkah kita menggumuli bagaimana hidup sebagai umat pilihan Allah dalam realitas kehidupan setiap hari? Sebab, kalau kita membaca Injil Matius, Markus, Lukas, apalagi Injil Yohanes, yang kita temukan adalah kehidupan Yesus dan murid-murid-Nya. Sedangkan Injil Yohanes penuh dengan pengajaran-pengajaran yang benar-benar bersifat falsafi. Sehingga kita tidak menemukan sambungan antara realitas hidup yang kita jalani hari ini dengan apa yang tertulis di dalam Matius, Markus, Lukas, apalagi Injil Yohanes. Tetapi, kita terus berusaha untuk menjalani hidup dan mengenakan apa yang diajarkan oleh Matius, Markus, Lukas, Yohanes yang memuat ajaran Tuhan Yesus. Tidakkah kita menyadari ada missed link di situ? Ada link yang putus.
Sejatinya, kita sulit menemukan link dengan realitas hidup kita, kecuali bila Injil Matius, Markus, Lukas, Yohanes memuat kehidupan seperti kehidupan wajar manusia yang mencari nafkah, hidup dalam pernikahan, mengurus anak dengan berbagai persoalan hidup yang dijalani. Mungkin, kita bisa menemukan link-nya. Tapi sekarang, kita sulit menemukan link-nya. Tapi, kita tetap menjalani hidup ini dan berusaha tetap menemukan kebenaran-kebenaran yang diajarkan Yesus. Kecuali kita melihat kehidupan bangsa Israel; yaitu bagaimana bangsa itu menjalani realitas hidup dari kehidupan Abraham, Ishak, Yakub, dan tokoh lainnya. Maka, ada link yang bisa kita sambung. Misalnya, Yusuf, kita lihat bagaimana Yusuf diperlakukan tidak adil oleh saudara-saudaranya, tertindas, difitnah. Kehidupan yang juga kita alami bisa seperti itu.
Tapi selama ini, ada link yang putus yang tidak kita sadari. Bagaimana menyambungkannya? Sulit. Kuncinya adalah kita kembali kepada Elohim Yahweh dan realitas hidup umat Perjanjian Lama yang mengalami hidup seperti kita. Bagaimana mereka berinteraksi dengan Allah, berhubungan dengan Allah yang nyata dengan persoalan-persoalan yang dialami manusia pada umumnya. Sementara kalau kita membaca kehidupan Yesus, tidak dikisahkan bagaimana Yesus membuat kayu, menjual kayu, seperti kita bekerja hari ini. Atau murid-murid-Nya yang bekerja. Tapi, justru murid-murid-Nya keluar dari perahu dan jalanya. Matius keluar dari meja cukainya. Sulit nyambung karena persoalan hidupnya beda. Tapi kalau kita membawa diri kita ke persoalan Abraham, Isak, Yakub, Yusuf, Daud, itu nyambung.
Maka, kita kembali kepada Elohim Yahweh, Allah yang benar, yang esa, kita sambungkan ke sana. Setelah itu, barulah kita mengisi kehidupan kita dengan kebenaran-kebenaran yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, kita memaknainya dengan makna yang baru. Perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan adalah fakta, bukan dongeng. Mereka harus menjalani padang gurun; paling tidak sekitar 2 juta orang dengan segala pergumulannya. Kita juga, dengan segala pergumulan hidup, mengarungi dunia ini. Hanya bedanya, kalau bangsa Israel menuju Kanaan duniawi, kita menuju Kanaan surgawi.
Pergumulan Yusuf berhadapan dengan saudara-saudaranya, diperlakukan tidak baik, dijahati-jahati, dibuang, nyaris mati, difitnah oleh nyonya Potifar, masuk penjara. Fakta itu juga kita alami, dijahati saudara sendiri, diperlakukan tidak adil oleh orang di sekitar kita, dikriminalisasikan, kita juga mengalami. Tetapi isi dan kualitas isinya, beda. Kalau Yusuf mencapai kedewasaan dan keberhasilan menyelamatkan keluarganya dari Kanaan yang kekeringan dan kelaparan, tapi kita bertumbuh dewasa melalui fitnah, tekanan, perlakuan tidak adil, bahkan keadaan yang paling buruk untuk menyelamatkan jiwa-jiwa dari dunia ini masuk Kerajaan Surga. Daud, dari seorang penjaga kambing domba dipilih jadi raja. Tapi tidak gampang, ia harus melewati pergumulan sampai dia ditahbiskan jadi raja. Demikian pula kita, siapa kita ini? Orang yang tidak berharga, tidak bernilai. Tapi Allah pilih, diproses lewat pergumulan, supaya suatu hari kita bersama-sama dengan Yesus dimuliakan. Kuncinya: Elohim Yahweh.
Karena ada hubungan yang putus, maka yang terjadi adalah agama Kristen menjadi agama liturgi; yaitu bagaimana jemaat datang ke gereja, menyanyi, menyembah Allah dan itu dianggap sebagai ibadah. Setelah itu, masing-masing menjalani hidup sehari-hari, tanpa melibatkan Allah yang nyata dalam hidup. Kalaupun mau melibatkan, agak bingung di mana hubungannya. Maka, kita harus kembali ke Elohim Yahweh yang menuntun Abraham, Isak, Yakub, Daud, Yusuf dan tokoh-tokoh lainnya. Makanya, kita sekarang menyembah Elohim Yahweh dan menjalani hidup seperti yang dijalani oleh Daniel, Yusuf, Daud dan lain-lain, tapi memaknainya dengan makna yang lebih mulia, lebih unggul, lebih agung.
Kita berhadapan dengan Allah yang hidup, dan kita menghadirkan Dia dalam hidup kita, dalam pergumulan konkret kita, tapi cara hidup kita adalah cara hidup dan kesucian Tuhan Yesus. Kalau Abraham diperintahkan keluar dari Ur-Kasdim untuk menemukan negeri yang Allah janjikan, maka kita ditarik dari dunia ini untuk menemukan langit baru, bumi baru. Jadi, kita itu luar biasa karena dibawa kembali kepada kebenaran yang murni.