Skip to content

Hidup yang Memancarkan Kemuliaan Allah

 

Kita akan sangat menyesal, ketika telah kehabisan waktu atau kesempatan. Sebab kita tidak bisa merapel dalam waktu singkat untuk mencapai pertumbuhan rohani atau memiliki kedekatan atau keintiman dengan Allah. Seperti lima gadis bodoh yang ketika mempelai datang pelitanya padam karena tidak ada persediaan minyak. Mereka tidak punya cukup waktu untuk membeli cadangan minyak. Maka, dunia kita itu mestinya hanya Tuhan. Sementara kita mengurus rumah tangga, bekerja mencari nafkah, sekolah, bisnis dengan 1001 kesibukan dan masalah, semua tetap terfokus kepada Tuhan. 

Adalah mengerikan kalau kita tidak mengalami perjumpaan dengan Tuhan, padahal Tuhan berkenan menjadikan tubuh kita ini sebagai bait Allah, di  mana kita bisa berdialog dengan Tuhan. Kalau seseorang memiliki percakapan atau dialog dengan Tuhan, tidak mungkin dia mengucapkan kata-kata yang tidak patut. Tidak mungkin dia melukai sesama, tidak mungkin. Sulit baginya untuk berbuat dosa. Orang yang mengalami perjumpaan dengan Tuhan itu akan seperti Tuhan. Kekristenan yang sejati itu mengenakan hidup Yesus; sempurna seperti Bapa, memancarkan kemuliaan Allah. 

Kita jujur menyadari kalau masih carut-marut, masih belum sempurna, ada hal-hal yang harus diubahkan dalam hidup kita. Kita menyadari bahwa kita belum sampai tingkat tidak bercacat tidak bercela. Tetapi kita harus memiliki ambisi bagaimana hidup kita dapat memancarkan kemuliaan Allah di mana pun kita berada. Mewakili Tuhan Yesus, mewakili Bapa di surga di mana pun kita berada, karena di situ kita menjadi saksi. Tidak boleh ada yang tidak menjadi saksi. Semua orang yang ditebus oleh darah Yesus adalah hamba Tuhan. Bukan hanya pendeta atau aktivis gereja. Dulu kita adalah hamba dosa, sekarang kita menjadi hamba kebenaran, artinya menundukkan diri terhadap kebenaran; menjadi budak kebenaran. 

Kita tidak berhak mengenakan yang lain, tapi mengenakan kebenaran. Yesuslah kebenaran; “I am the truth.” Jadi kita harus mengenakan kebenaran itu, supaya kita bisa mengenakan kehidupan Yesus. Kita harus jujur bahwa ternyata kita belum mengenakan kehidupan Yesus. Kalau di lingkungan sekolah teologi, sudah menjadi semacam ukuran atau tatanan bahwa bisa bicara tentang Tuhan, itu cukup. Dan itu menyesatkan. Sebab kebenaran itu bukan untuk dipercakapkan saja, melainkan harus dikenakan. Hamba-hamba Tuhan, pendeta, pembicara harus sadar bahwa suara kehidupannya setiap hari itu lebih keras dari suaranya di mimbar. Dan suara kehidupannya itu yang akan memberi pengaruh atau menggarami orang lain. 

Dan jika seseorang benar-benar menggarami orang di dalam hidupnya setiap hari, maka di mimbar ucapannya berkuasa dan pasti mengubah. Walaupun tidak sempurna, tetapi harus berkuasa. Kita harus menjadi model anak-anak Allah yang akan memiliki Kerajaan Surga, dimuliakan bersama Yesus. Maka kehidupan kita harus bisa menembus batas, artinya bisa hidup tidak seperti orang kebanyakan. Sehingga kita sudah bisa menghayati kemuliaan bersama Tuhan sejak kita di bumi ini. Dan kalau kita bisa menghayati hal ini, maka kita akan memiliki gairah yang tinggi untuk benar-benar hidup tidak bercacat tidak bercela. Jika kita tidak serius berubah, kita pasti akan sangat menyesal. 

Dunia kuat sekali memengaruhi kita, terutama bagi yang tidak peduli dengan kekekalan. Walaupun mereka bukan orang jahat, orang baik-baik. Tapi mereka tidak serius menghadapi pengaruh dunia sekitar. Dan ini membahayakan sekali. Sebab kita bisa kehilangan kesempatan emas untuk menjadi orang-orang yang berkenan di hadapan Tuhan. Maka kita harus berambisi besar untuk menjadi seorang yang benar-benar dinilai berkenan di hadapan Tuhan. Bukan hanya perbuatan salah yang kita lakukan, yang kita mohonkan ampun, melainkan sikap hati dan batin kita, tingkat kedewasaan kita yang belum memuaskan hati Allah, juga kita mintakan ampun. Supaya kita berubah. 

Supaya tindakan kita selalu presisi dengan pikiran dan perasaan Allah. Itu mulia, agung, dan berharga. Dari setiap kata yang kita ucapkan, setiap gerak pikiran dan perasaan, setiap perbuatan kita menyenangkan hati Allah, itu sudah luar biasa. Itu kekayaan yang tiada ternilai, dan abadi. Dan kita harus teliti, kalau ada salah, kita minta ampun. Tuhan akan pasti menolong. Bukan hanya menunjukkan kesalahan, melainkan juga akan menunjukkan potensi dosa yang masih ada di dalam diri kita. Sehingga bersih. Jadi, surga itu bukan hanya tempat bagi orang yang tidak berdosa, namun tempat orang yang tidak berpotensi berbuat dosa.