Skip to content

Hidup Menurut Roh

 

Di dalam Roma 7:14, kejatuhan manusia ke dalam dosa membuat manusia terjual di bawah hukum dosa. Manusia tidak mampu berbuat baik. Martin Luther mengatakan, “Non pose non picare,” kecenderungannya dosa semata-mata. Tetapi dalam Roma 8:2 tertulis bahwa hukum roh yang memerdekakan di dalam Kristus, akan memerdekakan kita. Kalau dulu, sebelum kita mengenal Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, kita terjual di bawah hukum dosa/maut, yang kecenderungannya semata-mata selalu dosa. Tetapi setelah kita menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, maka hukum maut/dosa, dibatalkan. Sehingga sekarang, kita punya kemungkinan untuk hidup di dalam roh. 

Kalau dulu ketika kita terjual di bawah hukum dosa, membuat kita tidak mampu mencapai kesucian Tuhan, namun sekarang tidak hanya terbelenggu oleh hidup menurut daging tetapi dimungkinkan hidup menurut roh. Maka kita harus memberi diri untuk dilatih terus sampai kita kembali menjadi manusia roh yang hanya melakukan kehendak Tuhan. Ini adalah sekolah kehidupan. Dan prosesnya itu luar biasa. Yang keras kepala, pasti dihajar Tuhan dengan banyak masalah—dengan kemiskinan, fitnah, dengan banyak hal—karena Allah bekerja dalam segala sesuatu mendatangkan kebaikan. Kebaikan disini bukan hanya soal tidak salah pilih jodoh, atau ekonomi baik, namun kebaikan yang bernilai abadi, yaitu serupa dengan Yesus. Maka kalau seseorang sekolah sungguh-sungguh, dia bisa sampai tingkat hidup menurut roh itu. 

Namun, pengalaman seolah-olah membuktikan bahwa tidak mungkin orang bisa hidup suci, sehingga banyak orang mengejek Tuhan. Firman Tuhan berkata, “Kamu harus sempurna seperti Bapa di surga.” Maka mereka menjawab, “Bohong itu! Mustahil itu!” Walau mereka tidak bicara secara langsung, namun hatinya menjawab begitu. Ada firman lagi yang mengatakan, “Segenap hidupmu harus dipertaruhkan, diserahkan untuk kemuliaan Tuhan,” hatinya berkata, “mana bisa?” Pengalaman membuktikan, menunjukkan, tidak bisa. Kenapa? Sama seperti seseorang yang sudah olahraga, namun tetap sakit. Padahal olahraganya tidak memadai, pola makan dan pola hidupnya juga tidak benar. Jadi, sebenarnya tidak bisa dibilang bohong! Tetapi yang harus dicaritahu adalah bagaimana bisa sempurna? 

Kita bisa sempurna, karena Tuhan beri peluang kita untuk hidup menurut roh, hidup menurut kehendak Tuhan. Jangan menyalahkan siapa-siapa, sebab kitalah yang tidak maksimal. Ironi, orang merasa sudah memenuhi bagiannya dengan rajin datang ke gereja, apalagi jika taat memberi perpuluhan. Ini membuat kekristenan jadi rusak! Padahal saat di rumah, memarahi pembantunya dengan sangat kasar. Apakah itu dahsyat namanya? Ayo, kita harus bertobat.

Yang kedua, kita harus mengoptimalkan potensi yang Tuhan berikan. Ada orang yang bertanggung jawab dalam hidup ini dengan mengoptimalkan potensinya sehingga ia sukses dalam karir, studi, bisnis dan keluarga. Namun itu semua belum menjamin dia masuk surga. Apalagi yang malas, hampir bisa dipastikan ia tidak masuk surga. Sebab konsep hidupnya salah. Dia berdoa dan puasa terus, namun soal mengembangkan diri, dia diamkan dengan alasan; “biar kita miskin di bumi, asal kaya di surga.” Tidak jelas, kan? Padahal, justru karena nanti di surga kita memerintah bersama dengan Tuhanlah, maka kita harus mengembangkan potensi sejak sekarang, saat di bumi ini. 

Khususnya bagi anak-anak muda, kalian harus rajin dan kerja keras karena masa depanmu tergambar dari peta hidupmu hari ini. Kembangkan semua potensimu, tidak harus jadi pendeta. Jangan terkena konsep salah yang mengatakan, “kalau mau melayani Tuhan harus jadi pendeta dulu”, itu keliru. Mandat Tuhan adalah kita harus mengelola bumi, mengembangkan semua potensi yang ada, dan kalau sudah mengembangkan semua potensi, berikan itu untuk Tuhan. Tidak boleh setengah-setengah. Jadi, orang yang rajin, yang bertanggung jawab dalam hal umum—studi, karir, rumah tangga—belum tentu masuk surga, apalagi yang tidak bertanggung jawab. Tempat di mana kita bekerja dan berprofesi, baik sebagai ahli hukum, ekonomi, dokter, suster, pedagang, ibu rumah tangga dan sebagainya, harus terus kita kembangkan.

Kalau orang dunia sepenuh hidupnya untuk dirinya sendiri, maka sepenuh hidup kita untuk Tuhan. Itu bedanya. Jadi, jika moral kita benar maka hidup kita akan kita abdikan bagi Tuhan, sehingga kita bisa disebut teman interaksi Tuhan. Ingat! Surga itu bukan kebetulan, dan neraka bukan kecelakaan, semua itu adalah pilihan. Dari sejak hidup sudah kelihatan gejala-gejalanya. Pertanyannya, gejala hidup kita ke arah mana sekarang ini? Semua pasti mau ke surga, tapi kenyataannya, dari cara hidup kita hari ini, sudahkah arah hidup kita menuju ke surga?