Skip to content

Hidup Menjadi Saksi

 

Kalimat yang pasti pernah kita dengar—bahwa khotbah yang disampaikan lewat mimbar gereja dengan suara tidak lebih kuat dari khotbah yang disampaikan melalui perbuatan di mimbar kehidupan—merupakan suatu peringatan ada mimbar kehidupan yang pasti kita arungi setiap hari. Perkataan, perbuatan, dan keputusan dari pilihan-pilihan kita, ternyata itu bersuara. Artinya, orang melihat dan menangkap pesan dari kejadian, peristiwa yang berlangsung melalui dan di dalam hidup kita. Dan itu pasti memiliki dampak atau akibat. Kalau Tuhan Yesus berkata di Injil Matius 5 bahwa kita adalah terang dunia, artinya pasti kita bercahaya, menyinari orang. Dan dari kehidupan kita yang menerangi orang tersebut pasti membawa dampak. Terang membuat dosa tersingkap, kesalahan terbuka, dan terang mengajarkan kebenaran dan kesucian, dan itulah yang harus kita lakukan. 

Itu yang harus kita jalani, sebab seperti yang dikatakan dalam Kisah Rasul 1:8, Yesus yang berkata, “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Artinya kehidupan kita membuktikan bahwa Yesus Kristus benar Tuhan dan Juru Selamat. Jadi bukan hanya mengucapkan kata-kata atau kalimat dalam bentuk khotbah, seminar, atau perdebatan-perdebatan, melainkan perbuatan kita membuktikan kebenaran Injil. Dan ini menjadi tanggung jawab dari setiap kita. Hidup kita merupakan Injil yang diberitakan di dalam dan melalui perbuatan kita. Dengan kehidupan seperti ini kita mengubah orang, dimulai dari mengubah keluarga kita. 

Sering orang minta untuk mendoakan pasangannya atau anak-anaknya. Bagaimana bisa mendoakan orang dan mengharapkan orang itu berubah dalam waktu singkat, sementara orang tersebut sudah dirusak oleh lingkungan selama belasan sampai puluhan tahun? Tentu kita percaya ada kuasa Tuhan yang bisa memulihkan, tapi jangan lupa tanggung jawab kita. Suami istri harus membesarkan anak dalam takut akan Allah. Kalau orang tua memiliki hati yang takut akan Allah, maka sifat dan sikap orang tua ini akan tertular ke anak. Tapi orang tua yang tidak memperhatikan kehidupan rohani anak-anaknya, bahkan orang tua saling cakar-mencakar atau ribut, maka tidak heran jika anak-anak keluar rumah mencari tempat di mana dia dapat menemukan kehidupan yang menurut dirinya bahagia. 

Tanpa banyak bicara, perbuatan orang tua merupakan khotbah yang kuat yang mengubah karakter anak-anak. Mestinya, idealnya laki-laki, bapak rumah tangga yang orang sebut sebagai imam, yang harus menunjukkan teladan hidup yang baik; bagi anak-anak dan bagi istri. Dan itu akan mengubah kehidupan rumah tangga. Kalau memang sungguh-sungguh orang tua, dalam hal ini ayah atau bapak, bisa menampilkan kehidupan Yesus, maka sebagai pengikut-pengikut Yesus, sejak di bumi kita sudah menyaksikan kemuliaan Allah. Ini yang harus kita lakukan. Tidak harus memiliki pendidikan tinggi, memiliki uang, atau memiliki penampilan yang nilainya lebih di mata manusia tapi bagaimana kehidupan kita menjadi saksi, yaitu ketika kita menampilkan kehidupan Yesus. Kehidupan Yesus adalah kehidupan yang tidak bercacat tidak bercela, tidak melukai siapa pun, murah hati, suka menolong. Kehidupan seperti inilah yang memancarkan kemuliaan Allah. 

Mari kita berubah agar kita bisa memancarkan kemuliaan Allah. Yesus merupakan gambar Allah yang memancarkan kemuliaan Allah. Tapi Yesus sudah naik ke surga, maka sekarang kita yang memancarkan kemuliaan Allah. Dan itu bukan hanya sementara, namun selamanya, seperti Yesus menjadi saksi setia Allah selamanya. Oleh sebab itu, tidak bisa tidak, kita harus benar-benar menjadi manusia yang agung dan mulia. Menjadi pengkhotbah itu tidak sulit, walaupun juga tidak mudah. Tetapi khotbah yang kita lakukan di dalam dan melalui perbuatan itu tidak mudah, luar biasa sulitnya. Sebab berkhotbah yang benar, yang mengubah orang, latihannya per detik, seiring dengan perubahan hidup kita. Ketika perilaku kita berubah menjadi makin sempurna, makin kudus, maka kekuatan kita mengubah orang makin besar. Itu luar biasa, dampak kita mengubah orang makin besar. 

Jadi, mari kita menjadi orang percaya yang berubah, agar dampak kita makin kuat mengubah orang. Sekarang kita harus benar-benar mengerti bahwa kita memiliki tanggung jawab untuk menyelamatkan orang di sekitar kita. Bagi orang tua, harus menyelamatkan keluarganya, pasti anak-anaknya, lalu keluar sampai lingkungan keluarga besar. Kalau seorang hamba Tuhan atau pendeta harus menyelamatkan jemaat. Jangan berharap jemaat masuk surga melalui kehidupan yang diubah kalau pendetanya sendiri belum mengalami perubahan yang signifikan. Tapi ingat, Iblis akan berusaha menghentikan laju perjalanan hidup kita supaya tidak menjadi berkat dengan segala cara untuk menjatuhkan kita. Tetapi kita harus terus kuat di dalam Tuhan, harus teguh. Apa pun yang terjadi, kita harus terus hidup dalam doa, sebab hanya dengan demikian kita bisa terlindungi.