Kelihatannya sederhana, tetapi sebenarnya tidak sederhana. Betapa besar anugerah yang Allah berikan kepada kita di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus. Sebab, jikalau Yesus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kehidupan manusia; sia-sia hidup tanpa pengharapan, termasuk bangsa Israel. Seandainya kita memiliki usia 1.000 tahun, dan dalam 1.000 tahun tersebut akan berakhir dan tidak memiliki kebangkitan dari antara orang mati, betapa celakanya kehidupan ini. Tetapi kita bersyukur kepada Tuhan, karena kita memiliki pengharapan, kebangkitan dari antara orang mati. Ini bukan sesuatu yang boleh kita anggap sepele, sederhana dan murahan; ini luar biasa.
1 Korintus 15:12-22 mengatakan, “Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan bahwa tidak ada kebangkitan orang mati? Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. Lebih dari pada itu kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan, bahwa Ia telah membangkitkan Kristus – padahal Ia tidak membangkitkan-Nya, kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak dibangkitkan. Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus. Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan kepada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang di antara manusia. Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.”
Harus kita garis bawahi bahwa kebangkitan dari orang mati haruslah menjadi pengharapan kita, yang memberi kita api atau gairah di dalam menjalani hidup. Kalau hal kebangkitan dari antara orang mati tidak menjadi api yang menggerakkan kita menjalani hidup berarti ada yang salah di dalam hidup kita. Bisa dipastikan ada pengharapan lain di dalam hidup kita; pengharapan untuk memperoleh kebahagiaan. Mestinya, seluruh pengharapan kita itu tertaruh pada hal ini, seperti yang dikatakan dalam 1 Petrus 1:13-14, “Letakkanlah seluruh pengharapanmu pada penyataan kedatangan Tuhan Yesus.” Tidak ada kebahagiaan yang kita nantikan dan harapkan selain kebangkitan dari antara orang mati atau perjumpaan dengan Tuhan Yesus. Kalau kita masih hidup dalam darah dan daging, kita masih hidup menekankan kepuasan duniawi, kita akan binasa. Tetapi kalau kita hidup dalam persekutuan dengan Kristus, memiliki gairah hidup seperti Kristus, maka kita akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.
Orang yang hidup dalam persekutuan dengan Adam akan binasa atau mati di dalam dosanya. Tapi orang yang hidup dalam persekutuan dengan Kristus akan hidup. Kiranya Tuhan mencerahi pikiran kita dan mengarahkan kita kepada pengharapan ini: pengharapan kebangkitan dari antara orang mati. Namun ironis, sekarang pengharapan ini nyaris lenyap dari antara orang Kristen. Padahal kalau kita membaca kesaksian Paulus yang mengatakan, “Semua kulepaskan supaya aku memperoleh Kristus, dan akhirnya supaya aku beroleh kebangkitan dari antara orang mati” menyiratkan betapa seriusnya Paulus dalam penghapan kebangkitan. Tapi hari ini, orang-orang Kristen, gereja-gereja, telah mengalami kemerosotan, dekadensi yang sangat jauh. Pengharapan yang begitu penting telah dilupakan.
Dalam pengakuan iman rasuli, termuat hal ini: “Aku percaya akan kebangkitan dari antara orang mati.” Kalau kita tidak memiliki pengharapan seperti ini, pengharapan apa yang menguasai pikiran dan hati kita? Orang-orang di luar kekristenan tidak pernah memikirkan pengharapan ini. Namun ternyata banyak orang Kristen, atau sebagian besar orang Kristen, juga telah tenggelam dan hanyut dengan cara pikir anak dunia; tidak memiliki pengharapan kebangkitan dari antara orang mati. Mereka dibelenggu dengan pengharapan-pengharapan kosong. Hidupnya digerakkan oleh api yang salah. Tidak mau hidup secara sederhana—sederhana di sini bukan berarti miskin, melainkan memiliki pengharapan yang hanya ditujukan kepada Tuhan—sehingga hidupnya menjadi kompleks, rumit.