Dalam perjalanan hidup kita berinteraksi dengan Tuhan, kita akan mengalami dari fantasi menjadi realitas. Hal ini memang sulit dijelaskan, tetapi kita akan tahu jika Roh Kudus membuka pikiran kita. Kita belum mengalami head to head, face to face berarti kita belum mengalami Tuhan secara nyata bahwa Dia adalah satu Pribadi yang jika kita mengalaminya, dahsyat dan mengerikan. Konsep kita tentang Tuhan yang sebatas pengetahuan, belumlah membuat kita merasa ngeri di hadapan Allah, belumlah membuat kita merasakan kedahsyatan Allah, walaupun tentu kita juga mengatakan “Allah itu dahsyat”, tetapi di dalam kenyataan dan perenungan hidup, belum.
Kalau kita terus mencari Tuhan dalam hari-hari hidup kita, benar-benar menjaga kesucian dalam hidup dan sungguh-sungguh tidak lagi mengingini dunia ini, maka kita bisa mengenal Allah ‘head to head,’ menghayati keberadaan Allah yang benar-benar mengerikan, mendahsyatkan karena Allah adalah Allah yang hidup. Ini yang membuat ketika kita berdoa atau ketika kita memanggil “Bapa di surga, Elohim Yahweh,” tidak bisa tidak meneteskan air mata, sebab kita bisa mengerti, menghayati, menjumpai satu Sosok nyata yang mencengkeram jiwa kita. Kita bisa merasakan kengerian, kedahsyatan ‘Pribadi’ itu.
Banyak orang bicara tentang Tuhan, padahal sejatinya dia tidak sampai pada pengalaman ‘head to head’ dengan Allah—belum. Yang dia bicarakan mengenai Tuhan hanya teori, sebatas pengetahuan di dalam pikiran dan tentu saja tidak ‘basah;’ tapi ‘kering.’ Khotbah bisa bagus seakan-akan argumentatif berdasarkan ayat-ayat Alkitab, tapi kering —tidak mengubah kodrat manusia, bisa mengubah, tapi tidak signifikan mengubah cara berpikir, mengubah isi pikiran kita tentang Allah—karena disampaikan oleh orang yang tidak mengalami Tuhan secara langsung. Sebab ketika kita sampai pengalaman ‘head to head’ dengan Allah, kita pasti merasakan kegentaran dan kedahsyatan-Nya, maka kita tidak mudah berbuat dosa.
Jadi, apabila kita kita sungguh-sungguh gentar dan hormat akan Allah, pasti kita juga gentar dan takut untuk berbuat salah, sekecil apa pun kesalahan itu. Maka, sangat penting bila kesucian hidup kita didasarkan pada kesucian yang tidak dipaksakan, yang dilakukan dan didorong oleh hati yang sungguh-sungguh menghormati Allah dan mengasihi Dia. Untuk itu, kita harus mencari Tuhan terus, hidup dalam kekudusan, jangan mengingini dunia ini, apa pun; kita hanya mengingini Tuhan dan Kerajaan-Nya. Maka Tuhan seperti matahari yang terbit dan nyata di mata kita, nyata di depan kita dan kita bisa ‘head to head’ senyata orang tua kita yang dapat memberi nasihat, senyata sahabat, teman dekat, yang bisa mendampingi; lebih dari itu Allah begitu nyata di dalam hidup kita.
Itulah sebabnya Tuhan memberi kita masalah, persoalan, tekanan, pencobaan. Di dalam masalah-masalah itu, Tuhan mendampingi kita, Dia menyertai kita. Firman Tuhan mengatakan, “Tembok-tembokmu di mata-Ku,” artinya Tuhan memperhatikan, menjagai kita sehingga kalau ada musuh, binatang buas, ada orang jahat yang mau merusak hidup kita, Tuhan akan mencegah. Walaupun di dalam kenyataan hidup, kita menghadapi berbagai persoalan, Tuhan tidak akan membuat kita selalu tenang di bumi. Selalu saja ada masalah. Tapi ketenangan kita tidaklah ditentukan oleh lingkungan kita. Jangan berpikir kalau tidak ada masalah, kita baru tenang.
Kalau Yahweh Yang Maha Kuasa menjadi Bapa kita, siapa yang kita takuti? Sebab Dia adalah Allah Yang Maha Kuasa yang mengontrol, mengendalikan segala sesuatu. Ini tergantung seberapa kita mempercayai Dia. Jangan meremehkan, jangan merendahkan, jangan menghina Allah dengan ketidakyakinan atau keraguan kita atas kesetiaan-Nya. Masalah-masalah pribadi yang kita hadapi merupakan latihan kita memercayai Allah. Yang jika kita sudah lulus, maka Tuhan akan memercayakan pekerjaan-Nya yang besar. Yang di situ kita kembali menghadapi realitas betapa beratnya pergumulan hidup dalam pekerjaan Tuhan, yang kadang-kadang Tuhan seperti bersembunyi. Tapi Tuhan mau melatih iman kita dalam memercayai Dia.
Maka, selagi kita masih memiliki kesempatan untuk berdamai dan mengenal Allah secara benar, kita mau berdamai dan mengenal Allah secara benar. Kalau seseorang tidak memiliki pengalaman ini, sulit ia menghormati Tuhan secara patut dan pantas. Penghormatan akan Allah harus natural yang mengalir dari hati kita, dari perjumpaan dengan Allah yang begitu dahsyat. Alamilah Pribadi-Nya, di mana kita bisa ‘head to head’ berhadapan dengan Allah sehingga memiliki dan merasakan kegentaran yang dahsyat. Kalau kita memiliki pengalaman ini, maka berdoa sudah tidak lagi menjadi kewajiban, tapi kebutuhan. Kita didorong untuk menemukan dan berdialog dengan Allah.