Banyak orang Kristen usia lanjut yang memandang Tuhan seperti orang tua yang memanjakan anaknya, dimana seakan-akan kita hidup ini hanya untuk dimanjakan, dan seakan-akan Tuhan mau dihargai oleh orang-orang yang memercayai kuasa-Nya. Dengan tidak pergi ke dukun, tidak pindah agama, itu cukup. Seperti Tuhan yang menginginkan banyak pengikut, maka yang penting jadi Kristen, memuji-muji Dia. Ingat! Tuhan punya berjuta malaikat yang memuji-muji Dia, jauh lebih sempurna dari kita. Tuhan menginginkan kita berubah menjadi manusia seperti yang Dia kehendaki. Di antaranya adalah bagaimana kita menjadi orang yang menyerahkan diri kepada Tuhan sebagai makhluk yang menyadari bahwa ia tidak berhak atas dirinya. Jadi, kalau Tuhan menyediakan fasilitas berkat-Nya, itu maksudnya supaya anak-anak Tuhan mengembangkan talenta, bakat, dan segala kemampuannya, yang itu nantinya digunakan untuk maksud dan rencana Tuhan.
Kalau kita sadar akan hal ini, tahu hal ini, dan kita menolak, berarti kita memiliki gairah yang sama dengan Lucifer yang jatuh karena mengupayakan kemuliaan bagi dirinya sendiri. Maka, jangan membuat kerajaan dengan berkata, “Aku berkuasa atas mulutku, aku berkuasa atas tanganku, aku berkuasa atas tubuhku, aku mau gerakkan ke mana pun aku mau. Aku berkuasa atas talentaku, bakatku, uangku, semua yang ada padaku adalah milikku.” Dan faktanya, ada orang-orang Kristen yang lebih pelit, lebih jahat dari orang non-Kristen. Iblis tidak masalah kalau kita menjadi orang baik, asalkan jangan dikendalikan oleh Allah. Jadi, suatu penyesatan yang benar-benar merusak dan mematikan kehidupan iman, kalau seseorang diberi kesan seakan-akan ia berhak memiliki suatu kepentingan dalam hidup ini. Ketika ada di gereja kita menyembah Tuhan, namun sehari-hari tidak. Menyembah itu bukan angkat tangan, namun menyembah (Yun. προσκυνέω proskuneo) itu artinya memberi nilai tinggi melalui semua yang kita ucapkan, pikirkan, dan lakukan.
Jika orang tidak mematikan dagingnya, dia tidak bisa menyembah Allah dalam roh dan kebenaran. Menyembah Allah dalam roh dan kebenaran adalah ibadah yang tidak dibatasi oleh ruangan, waktu, sistem, atau seremonial. Segenap hidup kita ini adalah ibadah. Adalah suatu penyesatan yang benar-benar merusak dan mematikan kehidupan iman kalau seseorang diberi kesan seakan-akan ia berhak memiliki kepentingan. Sejatinya, setiap langkah kita harus diperhitungkan. Sebab baik kita makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua itu untuk kemuliaan Allah. Jadi, begitu buka mata kita sudah mulai menyembah, mulai berbakti. Apa pun yang kita perbuat harus mempertimbangkan perasaan Tuhan.
Kalau orang Yahudi atau agama-agama pada umumnya punya hukum, ketika mereka sudah melakukan hukum agama, berarti sudah cukup. Namun kalau orang Kristen, bukan hanya punya moral yang baik, tidak melanggar hukum, tetapi juga sikap hatinya. Setiap kata yang diucapkan, semua harus benar. Itulah ibadah yang sejati. Maka kalimat doa, “Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga,” maksudnya adalah tidak ada wilayah dalam hidup kita yang Tuhan tidak intervensi. Ini hidup yang luar biasa. Masalahnya, ajaran yang mengajarkan umat bisa “menuntut” Tuhan agar Tuhan melakukan sesuatu bagi dirinya, sudah sangat luas dan sangat kuat diajarkan kepada jemaat. Bagi mereka yang belum dewasa atau belum memahami tujuan hidup—bahwa tujuan hidup kita untuk Tuhan saja dan Kerajaan-Nya, dan kita tercipta hanya untuk Tuhan—memang masih bisa dimengerti kalau mereka menjadikan kepentingan sendiri itu sebagai tujuan.
Maka dalam kitab Yakobus 4:13-15 dikatakan, “Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: “Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung,” sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: “Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.” Kita harus mau dibelenggu Tuhan, tetapi kalau kita keluar dari belenggu Tuhan, kita akan semakin dibelenggu dunia.
Jadi, orang yang meletakkan kepentingan Tuhan di belakang atau kepentingan Tuhan di sisi kepentingannya, itu salah. Kita tidak boleh punya kepentingan, hidup kita hanya untuk kepentingan Tuhan. Kalau dulu kita sudah salah, sekarang kita tidak mau salah lagi. Kita mau hidup hanya untuk kepentingan Tuhan saja. Makanya moral kita harus diperbaiki, kesucian hidup kita harus diperbaiki. Firman Tuhan katakan, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena dia akan melihat Allah.” Dari hati yang bersih, kita mengerti apa yang Tuhan kehendaki untuk kita lakukan. Jadi, hidup untuk kemuliaan Allah itu bukan sekadar memuji-muji Tuhan lalu kita ke gereja. Tetapi hidup untuk kemuliaan Tuhan adalah dalam segala hal yang kita lakukan, sesuai dengan pikiran perasaan Tuhan; itu baru memuliakan Tuhan.