Skip to content

Harta yang Sesungguhnya

 

Seperti orang yang mencari nafkah dengan berdagang, mereka berusaha untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Seperti seorang akademisi yang berusaha untuk mencapai prestasi setinggi-tingginya dan memperoleh gelar sebanyak-banyaknya yang bisa diraih. Seperti seorang politisi atau mereka yang bergerak di gelanggang politik, berusaha memperoleh pengikut sebanyak-banyaknya agar memperoleh kekuasaan atau jabatan setinggi-tingginya.  Demikian pula kita di ranah kehidupan sebagai umat pilihan. Kita harus berambisi untuk memperoleh sebanyak-banyaknya berkat rohani yang Tuhan sediakan. Tahukah kita bahwa setiap kita memiliki porsi berkat? Memang benar, kita tidak pernah tahu jumlah porsi itu, tetapi Tuhan menyediakan porsi berkat bagi setiap kita, sebab setiap kita berharga di mata Allah.

Firman Tuhan mengatakan, “namamu terukir di telapak tangan Tuhan. Pagar tembok rumahmu ada di dalam penglihatan Tuhan,” maksudnya kalau ada musuh masuk atau bahaya yang lain, Tuhan menjagai. Bahkan Tuhan janjikan, “sampai putih rambutmu, Aku tetap Dia. Aku menggendong kamu.” Di Perjanjian Baru, Tuhan Yesus mengatakan, “rambut kepalamu pun terhitung.” Ayat itu bermaksud mengatakan bahwa kita sangat berharga; ini sama dengan maksud bahwa satu lembar rambut kita ditandai Tuhan. Ayat lain mengatakan, “Burung pipit, dua ekor seduit…” Seduit adalah mata uang paling kecil, namun itu pun berharga. “… kamu lebih dari banyak burung pipit,” artinya kita jauh lebih berharga. Tuhan juga berkata, “kamu adalah biji mata-Ku.” Dan banyak lagi penggambaran yang Alkitab kemukakan, yang pada kesimpulannya atau pada dasarnya Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa setiap kita itu berharga. 

Jadi benar, kalau setiap kita ini memiliki porsi berkat yang Allah sudah sediakan. Kalau Tuhan berfirman, “kumpulkan harta di surga,” maka ada kemungkinan kita bisa menarik apa yang Allah sudah sediakan untuk bisa menjadi milik kita. Persoalannya, ke arah mana minat, niat dan ambisi kita? Apakah tergerus oleh berbagai niat dan minat untuk perkara yang sia-sia? Terkait dengan hal ini, Tuhan berfirman “apa gunanya orang beroleh segenap dunia?” Segenap, bukan 50%, bukan 10%, apalagi jika hanya 5%. Sebab semua ini tidak ada artinya jika dibanding dengan kekayaan Kerajaan Surga. Namun sebagian besar kita telah disesatkan oleh dunia, disesatkan oleh filosofi dunia. Kita terkontaminasi oleh cara berpikir anak dunia yang diperagakan dalam gaya hidup orang tua dan orang-orang di sekitar kita. Dan filosofi itu terimpartasi, tertular pada diri banyak orang Kristen, sehingga terpapar oleh virus-virus tersebut. 

Sehingga apa yang Allah sediakan, yang tidak ternilai, menjadi sia-sia. Interest, minat atau ketertarikan kita untuk perkara-perkara rohani—mungkin tidak semua, tapi sebagian besar—jauh lebih kecil dibanding minat, niat, interest kita kepada perkara-perkara dunia fana. Jadi tidak heran kalau kita menyediakan dan menganggarkan waktu, tenaga, pikiran untuk perkara-perkara fana dunia, lebih besar dari perkara-perkara rohani. Dan di mata dunia hal itu dianggap sebagai kewajaran. Namun kita mau berusaha melihat Alkitab secermat-cermatnya dan sejujur-jujurnya, dengan hati yang haus dan lapar akan kebenaran. Dengan demikian berkat kebenaran yang termuat di Alkitab bisa diekstrak, diangkat dan dibagikan. Sehingga kita memiliki cakrawala berpikir rohani luas dan benar. Dan kiranya itu akan membangkitkan gairah kita untuk lebih berminat, lebih interest kepada perkara-perkara kekekalan. 

Di sini kita baru mengerti dan menghayati mengapa di dalam Lukas pasal 16:11 firman Tuhan mengatakan, “Jika kamu tidak setia dalam hal mamon yang tidak jujur, kamu tidak akan dipercayai untuk memiliki harta yang sesungguhnya.” Harta yang sesungguhnya adalah kebenaran. Dalam teks aslinya alithenon, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan “harta yang sesungguhnya.” Kekayaan Alkitab tidak bisa kita timba, tidak bisa kita eksplorasi, kita gali, dan kita peroleh kalau kita masih materialistis. Ketika seseorang mematikan dirinya dari keinginan-keinginan dunia lalu mengenakan apa yang difirmankan Tuhan “asal ada makanan, pakaian, cukup,” tidak lagi menargetkan perkara-perkara materi sebagai tujuan dan benar-benar berpuas diri dengan apa yang ada, maka pikirannya akan menjadi terang. Alkitab akan berbicara; huruf-huruf di dalam Alkitab, ayat-ayat dalam Alkitab seperti berbicara. Ia bisa melihat dimensi yang tidak dia lihat sebelumnya.

Seorang hamba Tuhan, tidak boleh terikat dengan kekayaan, tidak boleh takut menjadi miskin atau tidak punya uang. Prinsip kita bersama adalah “bisa dilewati.” Jika kita masih terikat uang, maka huruf-huruf dalam Alkitab menjadi mati. Kita hanya bisa menganalisa, menginterpretasi secara akademis, tapi tidak melihat dimensi di balik itu, padahal justru itulah makanan jiwa yang mengubah hidup. Hal ini akan terbukti dengan memperhatikan, apakah setelah mendengar khotbah pendetanya,  karakter jemaat tersebut berubah atau tidak, hidup rohaninya bertumbuh atau tidak. Pasti ada orang-orang yang disisakan untuk mendengar kebenaran yang diwahyukan dan diilhamkan Allah kepada orang-orang yang matanya telah tertutup dari keindahan dunia, namun terbuka melihat keindahan Kerajaan Surga.