Skip to content

Habis-habisan untuk Tuhan

 

Kesetiaan kita kepada Tuhan akan ditandai dengan kerinduan bertemu muka dengan muka dengan Tuhan Yesus. Sedikit sekali orang yang sungguh-sungguh merindukan bertemu dengan Tuhan. Kadang-kadang kita sendiri juga kurang, bahkan tidak merindukan bertemu muka dengan muka dengan Tuhan Yesus. Mengapa? Karena kita belum habis-habisan untuk Dia. Bagaimana kita bisa habis-habisan dengan Tuhan, bisa selesai dengan diri sendiri sehingga kita merindukan Tuhan? Yaitu kalau kita mengenakan Tuhan dalam hidup kita. Di sini kita harus benar-benar mematikan semua unsur manusia lama dan keduniawian kita. Pasti Roh Kudus menolong kita, seberapa kita telah benar-benar mengenakan Tuhan Yesus di dalam hidup kita ini. Roh Kudus pasti menolong kita kalau ada bagian di dalam hidup yang masih kita pegang, genggam, lestarikan, sisakan, sehingga kita tidak bisa mengenakan hidup-Nya. 

Di dalam Kolose 3:4 dikatakan, “Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan.” Kita adalah manusia dengan segala gejala jiwa yang kita miliki, dan kalau jujur harus kita akui bahwa sering kali kita kurang mengenakan Yesus dalam hidup kita, tidak merindukan bertemu Dia, dan kurang merindukan Dia. Kalau kita meninggal, tentu kita berharap tidak masuk neraka. Kita tentu ingin masuk surga dan bertemu Tuhan, tapi tidak merindukan Tuhan. Kalau seseorang setia kepada yang dicintai dan benar-benar cintanya sepenuh diberikan kepada sosok itu, pasti dia merindukan pertemuan dengan sosok tersebut. Demikian pula kalau kita benar-benar mencintai Tuhan dan memiliki kesetiaan yang benar, pasti kita merindukan Tuhan.

Bagaimana kita bisa merindukan Tuhan? Apa ukuran kesetiaan dan kecintaan kita kepada Tuhan? Tentu kalau kita mau habis-habisan, mau selesai dengan diri kita. Jadi kalau kita masih mengenakan diri kita sendiri, kita tidak mungkin rindu bertemu Tuhan. Tapi ketika kita menanggalkan keinginan-keinginan duniawi, keinginan-keinginan dosa, baru kita bisa merindukan Tuhan Yesus, sehingga kita layak menjadi anak-anak Allah. Yang disebut anak-anak Allah itu jika Roh Allah diam di dalam dirinya. Roh Allah diam dalam diri kita bukan hanya dalam arti Pribadi Roh, melainkan gairah-Nya, spirit-Nya, pikiran-Nya, dan perasaan-Nya. 

Dan sebenarnya ini merupakan proses awal yang Allah kehendaki ketika Allah menciptakan manusia segambar dengan Dia, yaitu memiliki pikiran dan perasaan Allah. Lalu manusia bisa serupa dengan Allah, seirama, seiring, karena punya spirit yang sama. Dan itu prosesnya panjang dan berat, bagaimana kita bisa sinkron dengan Roh Allah. Kita punya refleks dosa luar biasa tingginya; refleks sombong, tidak tulus, genit, emosional, temperamental, dll. Sekarang menjadi refleks kudus sampai tidak bisa berbuat dosa. Kalau kita habis-habisan, baru berlaku firman yang mengatakan, “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal. 2:20a). 

Kalau dulu orang diurapi dengan minyak, sekarang kita diurapi dengan Roh Kudus. Ia membaptis dengan Roh Kudus, bukan minyak. Bukan pula Roh Kudus sesaat yang membuat kita berbahasa roh, tapi Roh Kudus yang menuntun kepada seluruh kebenaran, yang membuat kita bisa mengerti pikiran dan perasaan Allah karena Roh Kudus itu adalah Roh-Nya Allah, bukan roh pribadi lain. Sekarang kita mau apa? Mengenakan Tuhan itu yang bagaimana? Mengenakan Tuhan itu tidak melukai orang, berbelas kasihan kepada sesama, memedulikan sesama. Tanya diri sendiri, kita sudah berbuat apa? 

Setialah mencintai Tuhan. Apa buktinya? Kenakan hidup-Nya. Kalau sampai begitu, mau apa lagi? Mari kita hidup kudus, tak bercacat tak bercela. Kita harus selalu dengar firman, doa, puasa, doa bersama, sehingga Tuhan yang hidup dalam diri kita, dan kita menjadi anak-anak Allah. Daging kita belum mati. Mati total itu, waktu kita mati nanti. Tapi harus sampai tingkat di mana dia tidak berdaya lagi walaupun mengenakan tubuh dosa. Mesti begitu. Sampai kita berkata, “Aku mau tanggalkan tubuh ini dan mengenakan tubuh yang baru” (2 Kor. 5:1-7). 

Jadi sekarang kita bisa mengerti kenapa Paulus berkata, “Aku ingin segera menanggalkan tubuh yang lama ini.” Dia tidak berdosa, tapi dia tahu dia masih ada di dalam tubuh dosa. Maka kita harus siap kalau suatu hari Tuhan panggil. Dan bukan hanya siap, tapi merindukan Tuhan. Tapi kita tidak akan merindukan Tuhan, kalau kita tidak mengenakan hidup-Nya.