Skip to content

Fokus Hidup

 

Tentu setiap hari ketika kita bangun tidur, ada energi yang menggerakkan kita, ada kekuatan yang menggerakkan kita, dan tentu energi itu memiliki spirit atau memiliki roh. Spirit (roh) bukan dalam arti person, atau pribadi, melainkan roh dalam arti gairah, spirit. Manusia digerakkan oleh satu gairah, satu spirit yang menjadi energi atau kekuatan seseorang dalam menggerakkan hidupnya. Dan biasanya, spirit atau gairah itu terkait dengan tujuan yang hendak dicapai. Spirit (gairah) ini memuat apa yang menjadi tujuan hidup. Kalau tujuannya adalah kedudukan, maka gairah itu memuat keinginan untuk memiliki jabatan tersebut. Kalau tujuannya adalah harta, maka gairah tersebut pasti berunsur harta. Dan rata-rata manusia memiliki banyak objek tujuan yang menjadi fokusnya.

Beda dengan binatang yang didorong oleh gairah hanya untuk bertahan hidup; mereka mencari makan, setelah itu mereka tidur, besok bangun lagi, demikian seterusnya. Kalau manusia, bisa memiliki banyak objek atau tujuan sesuai dengan filosofi yang dia peroleh sejak kecil. Kalau papanya dokter, anak-anaknya ada yang mau jadi dokter atau sebagian jadi dokter. Ada gairah untuk menjadi dokter yang menggerakkan mereka bangun pagi sekolah, bangun pagi kuliah. Kalau orang tuanya pengusaha, yang tentu fokus hidupnya adalah uang dan harta, maka anak-anaknya dari kecil sudah mengasup, memperoleh filosofi hidup dari orang tuanya tersebut, sehingga sekolah dan kuliah cepat-cepat diselesaikan untuk menjadi pengusaha, menggantikan posisi ayahnya atau membuka usaha baru.

Itulah kehidupan manusia pada umumnya, atau hampir semua manusia. Namun, pada akhirnya semua tujuan tersebut ternyata hanya membawa kesenangan sesaat di bumi. Itu pun belum tentu juga tercapai. Kalau kita membaca di dalam 1 Petrus 1:17, bahwa kalau kita menyebut Allah itu Bapa kita, maka kita dikehendaki untuk hidup dalam takut akan Dia. Artinya, takut karena menghormati Dia selama kita menumpang di dunia. Kata “menumpang” di sini penting sekali; paroikias dalam bahasa aslinya, artinya menetap sementara. Selanjutnya dalam 1 Petrus 1:18-19, “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.”

Ketika kita ditebus oleh darah Yesus, konsekuensinya fokus hidup kita harus berubah. Fokus hidup yang berubah membuat cara hidup kita juga berubah. Cara hidup yang kita warisi dari nenek moyang (Yun. Πατροπαραδότου; patroparadotou), kebiasaan hidup yang kita warisi dari nenek moyang harus berubah. Itu berarti gairah hidup kita harus berubah, spirit hidup kita harus berubah. Kita tidak lagi hidup seperti dulu, sebelum kita ditebus oleh darah Yesus, atau sebelum kita akil balig dan mengerti maksud penebusan tersebut. Entah sejak kapan, kekristenan mengalami kemerosotan dan dinamika hidup kekristenan palsu diwarisi dari generasi ke generasi sampai zaman kita sekarang. 

Kita ditebus oleh darah Yesus yang memberi kita suatu pengharapan tidak binasa karena dosa kita dihapus oleh darah Yesus. Dan suatu hari kita diperkenan masuk surga. Namun ironis, banyak orang Kristen yang menjalani hidup tanpa mengerti konsekuensi dari penebusan itu, bahwa penebusan oleh darah Yesus itu berarti penebusan dari cara hidup yang sia-sia yang kita warisi dari nenek moyang. Memang, untuk perubahan cara hidup ini tidak mudah. Itulah sebabnya Yesus berkata, “Jadikan semua bangsa murid-Ku.” Kalau kalimat bebasnya, “Suruh mereka belajar.” Belajar adalah proses perubahan; dari bodoh jadi pintar, dari tidak cakap menjadi cakap, dari tidak ahli menjadi ahli. Dan kalau kita membaca Alkitab, itu bukan hanya perubahan sedikit, melainkan perubahan yang menyangkut seluruh kehidupan atau perubahan yang menyangkut kodrat.

Di 2 Petrus 1:3-4 dikatakan, perubahan cara hidup inilah yang harus terjadi dan berlangsung dalam hidup kita. Walaupun sejak kecil kita Kristen, tetapi kita tetap harus mengalami proses pembentukan Tuhan agar bisa mengerti kebenaran ini. Sementara banyak yang percaya bahwa bahwa penebusan itu bisa kita miliki tanpa konsekuensi. Itu menyesatkan, menipu. Memang tidak membuat orang menjadi jahat, tetapi membuat orang Kristen tidak mencapai tujuan, membuat kekristenan jadi merosot, tidak seperti yang Tuhan kehendaki.