Pembaharuan pikiran di dalam kehidupan orang percaya adalah satu hal yang sungguh-sungguh mutlak harus berlangsung, mutlak harus terjadi dalam kehidupan. Pembaharuan pikiran ini terjadi bila seseorang sungguh-sungguh menyerap firman yang murni; firman yang diajarkan Tuhan kepada kita. Kesetiaan dalam menyerap kebenaran firman yang murni akan membuat seseorang benar-benar mengalami pembaharuan pikiran. Dan ciri dari seorang yang sungguh-sungguh mengalami pembaharuan pikiran adalah menggunakan semua keberhasilan yang diraih untuk kepentingan Tuhan. Keberhasilan disini maksudnya adalah keberhasilan umum yang sebenarnya juga bisa diraih oleh semua orang, yaitu dalam studi, karir, bisnis, rumah tangga, tubuh yang sehat, dan segala potensi yang dimilikinya.
Memang kemudian masalahnya adalah bagaimana menggunakan keberhasilan umum ini menjadi sesuatu yang efektif atau sungguh-sungguh berguna untuk kepentingan Tuhan. Di sini seseorang membutuhkan hikmat Tuhan, kecerdasan roh. Tetapi, kalau seseorang sungguh-sungguh mengalami pembaharuan pikiran dan mengerti bagaimana menggunakan keberhasilan umumnya bagi kepentingan Tuhan, maka Tuhan akan memberikan kecerdasan. Jadi, misalnya, seseorang berhasil meraih keberhasilan dalam bisnis, uangnya berlimpah, ia perlu punya kecerdasan atau hikmat untuk mengelola uang tersebut. Sehingga dia tidak bisa sembarangan menyerahkan uangnya ke satu gereja atau lembaga misi Kristen. Sebab kalau salah, dia merusak pekerjaan Tuhan atau pelayan-pelayan Tuhan yang mengelola uang itu. Di sini dibutuhkan kecerdasan atau hikmat.
Dalam hal ini, kalau Tuhan memberikan kita kehidupan dan kita menyelenggarakan kehidupan itu, seharusnya kita sungguh-sungguh mempersembahkannya bagi Tuhan. Atau paling tidak saat ini kita harus punya satu niat, satu tekad dan satu komitmen untuk mempersembahkan keberhasilan yang kita raih itu bagi Tuhan. Sebab memang Tuhanlah yang mempunyai kehidupan dan mempercayakan kehidupan itu kepada kita. Dan, Tuhan pasti akan meminta pertanggungjawaban atas kehidupan yang diberikan-Nya itu kepada kita.
Yesaya 64:1, “Sekiranya Engkau mengoyakkan langit dan Engkau turun, sehingga gunung-gunung goyang di hadapan-Mu! Seperti api membuat ranggas menyala-nyala dan seperti api membuat air mendidih, untuk membuat nama-Mu dikenal oleh lawan-lawan-Mu, sehingga bangsa-bangsa gemetar di hadapan-Mu. Karena Engkau melakukan kedahsyatan yang tidak kami harapkan, seperti tidak pernah didengar orang sejak dahulu kala.” Ayat ini menginformasikan satu hal yang pasti, bahwa suatu hari Tuhan akan berperkara dengan umat-Nya, yaitu kehidupan yang dipercayakan kepada kita. Pelayanan pekerjaan Tuhan adalah pelayanan yang mempersiapkan sidang jemaat untuk mampu berdiri di hadapan Tuhan. Kalau pelayanan memiliki fokus yang lain, itu penyesatan, penipuan, pembodohan, pembinasaan, kekejian bahkan tindakan anarki dalam lingkungan rohani.
Tidak boleh ada tujuan lain dalam seluruh kegiatan pelayanan kita kecuali satu hal ini, bahwa setiap kita sungguh-sungguh dipersiapkan untuk bisa berdiri di hadapan Tuhan untuk mempertanggungjawabkan hidup kita di hadapan-Nya. Pertanyaannya, yakinkah kita saat ini, kalau kita berhadapan dengan Tuhan, kita bisa berdiri dan mampu mempertanggungjawabkan diri kita di hadapan-Nya? Terus terang, banyak orang yang sebenarnya belum siap mempertanggungjawabkan hidupnya di hadapan Tuhan, karena tidak tahu bagaimana mempertanggungjawabkan hidup ini. Bahkan mungkin tidak mau tahu. Dalam Yesaya 64:6 dikatakan, “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis, dan segala kesalehan kami seperti kain kotor; kami sekalian menjadi layu seperti daun, dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkan oleh angin.”
Dalam bahasa Ibrani, kata “kesalehan” terjemahan dari צְדָקָה (tsedaqah). Tsedaqah artinya kemakmuran. Kata tsedaqah memang bisa diterjemahkan kesalehan, tetapi secara figuratif bisa menunjuk atau gambaran dari kemakmuran. Rata-rata orang berusaha untuk bahagia, hidup senang dan makmur. Kenapa demikian? Ya, demikianlah naluriah manusia pada umumnya. Untuk mencapai kebahagiaan dan kemakmuran, orang harus berhati-hati hidup di mana pun. Tidak ada orang yang mau masuk penjara atau mau dikucilkan masyarakat. Di mana pun pasti ada hukum moral dan etika. Setiap bangsa memiliki etika. Dan kalau orang mau nyaman, bahagia, sukacita, aman, dan makmur, maka ia harus hidup saleh dan berbuat baik. Ada usaha yang disebut kesalehan, supaya memiliki kemakmuran.
Namun Alkitab mengatakan, “kemakmuran kami ini seperti kain kotor.” Nah, kata “kotor” di sini menarik sekali. Ternyata dalam teks bahasa Ibrani, kata itu terjemahan dari kata עִדִּים (iddim). Sedangkan kata iddim, dalam bahasa Inggris diterjemahkan the menstrual flux, artinya aliran menstruasi. Dan orang-orang Yahudi menganggap darah kotor itu najis. Jadi, kain kotor yang dimaksud adalah kain yang dipakai untuk membersihkan menstrual flux itu. Kalimat ‘kemakmuran kami seperti kain kotor yang najis’ ini memiliki arti yang dalam sekali. Di dalam rahim wanita itu ada darah yang punya potensi yang luar biasa dan yang manusia tidak bisa ciptakan. Dan apabila itu dibuahi, bisa menciptakan manusia yang sempurna. Tetapi bila tidak, maka akan menjadi darah busuk atau kotor yang tidak berguna.
Jadi, kalau kita berkarir, studi, mengembangkan potensi, bakat, talenta, bisnis, menjaga kesehatan, menikmati kehidupan, keluarga, itu semua keindahan dan memiliki potensi yang luar biasa karena Tuhan yang ciptakan. Hidup ini sebenarnya indah karena Tuhan yang ciptakan. Namun jika hidup kita tidak “dibuahi” oleh Tuhan, satu hari kelak menjadi najis. Oleh sebab itu, sebelum menjadi najis, jangan sampai tidak dibuahi oleh Tuhan.