Kalau tubuh kita menjadi bait Roh Kudus, maka harus ada ruang maha suci dan itu milik Tuhan. Itu ruang pertemuan kita dengan Allah, tidak boleh ada ruangan lain. Dan hidup kita digerakkan untuk melayani Tuhan, menyenangkan hati-Nya, karena fokus kita itu hanya Kerajaan Surga. Jika kita berjuang, maka kita bisa merasa bagaimana arah hidup kita mulai digerakkan, tapi sedikit demi sedikit, tidak bisa sekaligus. Bahkan aktivis dan pendeta pun belum tentu bisa memindahkan fokus itu. Tidak mudah, sebab cara hidup yang kita warisi dari nenek moyang itu bukan perkara-perkara yang di atas, tapi perkara-perkara yang di bumi. Belum lagi nanti kalau ketemu pendeta yang secara tidak langsung atau langsung mengarahkan jemaat untuk menyelamatkan hidup sekarang ini, bagaimana diberkati, bagaimana melewati hidup dengan tubuh sehat, bagaimana berhasil dalam karier, menjadi kepala bukan ekor. Bukan tidak boleh, namun itu belum tepat.
Yang diajarkan tidak menembus batas, maka cara hidupnya tidak berbeda dengan anak dunia, walaupun dalam pelaksanaan keagamaan pasti beda; mereka ke rumah ibadah agamanya, kita ke gereja; kita memiliki budaya Kristen, menyanyi, pakai kalung salib, dan lain-lain. Padahal gaya hidup yang Tuhan kehendaki kita miliki adalah hati kita tertaruh di dalam Kerajaan Surga. Coba kita jujur kepada diri kita masing-masing, betapa sulitnya memindahkan hati kita di Kerajaan Surga, bukan? Seakan-akan itu ada di dimensi yang lain, yang tidak tersentuh. Tapi ketika kita mulai menanggalkan kesenangan-kesenangan dunia, mulai benar-benar hidup suci, maka kita bisa masuk dimensi itu. Mungkin anak-anak muda belum bisa mengerti maksudnya. Maka, orang tua harus terlebih dahulu melangkah, memberi pola yang kemudian anak-anak dapat teladani.
Jadi, konsekuensi ini harus diberi tahu kepada jemaat. Dan konsekuensi itu dilambangkan dengan baptisan. Kalau bagi orang Yahudi, baptisan adalah perubahan gaya hidup, cara hidup dari orang yang beragama lain, suku bangsa lain, lalu menjadi orang Yahudi; namanya baptisan proselit. Sejak dibaptis itu, seseorang harus disunat, harus makan yang halal, pakaiannya pun tidak boleh terbuat dari bahan-bahan yang tidak halal, harus mengikuti cara hidupnya orang Yahudi. Cara hidup orang Yahudi itu beda dengan cara hidup bangsa lain. Jadi, begitu menjadi orang Yahudi, dibaptis proselit, maka hidupnya diubah. Ironis, orang Kristen tidak mengerti apa itu baptisan. Yesus tidak membaptis, namun yang membaptis adalah murid-murid-Nya dengan baptisan kelanjutan Yohanes. Baptisan untuk menghasilkan buah pertobatan.
Yohanes Pembaptis berkata, “Ada seorang di antara kamu yang membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak, begitu agungnya orang itu atau pribadi itu. Aku membaptis kamu dengan air, tapi Dia akan membaptis kamu dengan api dan Roh,” Roh Kudus maksudnya. Hanya Roh Kudus yang bisa memberikan perubahan. Maka kita harus hidup dengan perubahan dalam pimpinan Roh Kudus. Tapi modelnya hari ini, anak sudah umur 12-14 tahun, dibawa ke gereja lalu berkata, “Pak pendeta, anak saya belum dibaptis.” Sebenarnya kita tidak boleh mengajak orang untuk sekadar dibaptis; “Ayo, siapa yang mau dibaptis?” Harusnya begini, “Siapa yang mau mati dari manusia lama dan hidup dalam hidup yang baru?“
Dalam Roma 6:4 dikatakan bahwa baptisan adalah lambang kematian. Jadi sejak dibaptis, cara hidupnya harus diubah. Yesus membaptis dengan Roh Kudus supaya kita mengalami kelahiran baru atau pembaruan hidup, fokusnya jadi langit baru bumi baru; mengubah habitat. Setelah dibaptis, kita punya habitat baru, habitat warga Kerajaan Surga. Sejak dibaptis, maka energi yang menggerakkan hidup kita harus berbeda. Energi ini yang harus diubah, supaya energi ini berubah, gairahnya yang diubah, semangatnya yang diubah, supaya gairahnya bisa berubah, cara berpikirnya yang diubah. Maka Roma 12:2 katakan, “Berubahlah oleh pembaruan budimu.”
Jangan harap perubahan itu terjadi drastis, radikal, sebab sering membutuhkan proses. Para hamba Tuhan pun tidak boleh merasa puas, sebaliknya, kita harus periksa diri, apakah habitat kita itu sudah habitat yang benar atau belum? Jangan kulitnya pendeta, dalamnya itu dunia. Kristen yang sejati adalah perubahan kodrat. Karenanya, konsekuensinya menjadi anak tebusan adalah hidup kita diambil sepenuhnya oleh Tuhan dan diarahkan untuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah, yang dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus.
Maka sejak sekarang energi yang menggerakkan kita haruslah energi ilahi, yaitu energi yang lahir dari kodrat ilahi. Memang tidak mudah, tapi kalau kita sungguh-sungguh, Tuhan selalu beri jalan. Orang yang hatinya sudah terikat dengan Tuhan, pasti tidak terikat dengan dunia, dan merekalah orang-orang yang diperkenan masuk hadirat Allah. Ingatlah, yang membuat penyembahan kita harum adalah kesucian hidup kita setiap hari. Yang membuat kita terbang tinggi adalah keterlepasan kita dengan ikatan dunia.