Kis. 4:12
“Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.”
Tanpa disadari, konsep keselamatan yang salah yang membangun arogansi telah mengarahkan bahwa eksklusivitas keselamatan terletak pada mudahnya keselamatan dialami dan dimiliki, tanpa perbuatan baik, tanpa menunjukkan jasa. Kelihatannya begitu teologis dan begitu doktrinal sifatnya. Tapi itu salah. Mengemukakan hal ini bukan berarti kita tidak percaya eksklusivitas keselamatan hanya dalam Kristus. Keselamatan hanya ada dalam Kristus. Tidak ada keselamatan di luar Kristus. Sebab Yesus yang memikul semua dosa manusia. Tidak ada keselamatan di luar Kristus, sebab semua dosa dipikul oleh Tuhan Yesus. Tetapi kalau hanya keyakinan terhadap hal tersebut, sesungguhnya sia-sia iman kristianinya. Faktanya, mereka yang mengatakan hal itu—bahwa keselamatan hanya dalam Kristus—tapi mereka tidak mengalami dan memiliki keselamatan itu. Keselamatan hanya dalam Kristus, betul. Tetapi keselamatan di sini maksudnya adalah dikembalikannya manusia ke rancangan Allah semula. Itu maksudnya. “Keselamatan hanya dalam Kristus” artinya bahwa hanya orang-orang dalam Kristus yang dikembalikan ke rancangan semula Allah.
Sedangkan mereka yang di luar Kristus, bisa masuk dunia yang akan datang kalau mengasihi sesamanya seperti diri sendiri. Tetapi, Yesuslah yang menebus dosa mereka; artinya, Yesuslah yang memikul dosa mereka di kayu salib. Bedanya dengan kita apa? Bedanya dengan kita, kita bukan hanya harus mengasihi sesama seperti diri sendiri, melainkan kita harus sempurna seperti Bapa, segala sesuatu yang kita lakukan harus selalu sesuai dengan pikiran, perasaan Allah. Keyakinan mengenai keselamatan malah membuat banyak orang makin buta terhadap kebenaran karena keyakinan mengenai keselamatan yang hanya dilandaskan pada percaya Yesus satu-satunya jalan keselamatan, cenderung menganggap bahwa proses keselamatan itu mudah. Asal meyakini, selamat. Itu sesat. Sehingga timbul pertanyaan: mengapa keselamatan yang dipahami banyak orang Kristen kurang atau tidak berdaya guna mengubah hidup mereka sehingga mereka memiliki kehidupan yang unggul, yang istimewa?
Ini pasti ada sesuatu yang salah, yang tidak disadari. Kita harus kembali kepada kebenaran yang murni mengenai keselamatan. Kalau pemahaman seseorang mengenai keselamatan benar-benar sesuai dengan Injil, maka pastilah pemahaman itu berdaya guna mengubah hidup. Kalau kekristenan benar-benar istimewa, maka kekristenan akan membuahkan atau menghasilkan manusia-manusia unggul yang lebih dari manusia lain dalam hidup keberagamaan, kerohanian dan moral. Tentu kalau bicara kerohanian itu meliputi moral, etos kerja, dan segala aspeknya. Kalau orang Kristen benar-benar mengerti keselamatan dan mengalaminya serta memilikinya, pasti kehidupannya menjadi agung, unggul, luar biasa dalam moral, etos kerja, dan segala aspeknya. Tetapi ternyata kita selama ini tidak menemukan keistimewaan itu. Jadi, tidak heran kalau ada orang non-Kristen yang tidak tertarik terhadap kekristenan. Kalau dibahasakan, orang berkata, “Apa istimewanya orang-orang Kristen itu?”
Bahkan ada orang-orang Kristen yang pindah agama, karena tidak melihat keistimewaan dalam kekristenan. Kita harus meluruskan kesalahan ini. Kita harus mengenali lalu menunjukkan apa yang benar. Salah satu yang harus dibahas adalah mengenai pertobatan. Kiranya kita jangan apriori dulu mendengar kata “pertobatan,” karena kita sudah jenuh, bosan, lalu menolak. Jika kita bertemu dengan kata “bertobat” atau “pertobatan” di dalam Alkitab, kita harus benar-benar hati-hati dan teliti memperhatikan konteksnya; bilamana, kapan, dan di mana kata itu muncul atau berada. Harus sesuai konteks. Sebab selama ini, mereka memandang pertobatan secara umum dan melepaskan dari konteksnya. Padahal, kata “pertobatan” memiliki pengertian khusus, bukan hanya berdasarkan kata itu sendiri. Kata “bertobat” atau “pertobatan,” dalam bahasa Ibrani adalah shub (שׁוּב), nacham (נָחַם); dan dalam bahasa Yunani metanoia (μετάνοια). Jadi bukan hanya ditinjau dari etimologi kata tersebut, lalu secara umum diartikan, namun harus melihat konteks.
Pertama, pertobatan bagi bangsa Israel di Perjanjian Lama, sebelum Taurat diberikan, yaitu perubahan dari perbuatan yang tidak diperintahkan oleh Allah. Atau berhenti dari perbuatan yang tidak diperintahkan dari Allah, karena Taurat memang belum ada. Ingat, ketika Musa membawa dua loh batu dari atas Gunung Sinai di Keluaran 32, bangsa Israel membuat patung anak lembu. Musa menjadi marah dan menyerukan pertobatan kepada bangsa itu. Pembuatan patung anak lembu sementara Musa di atas Gunung Sinai menunjukkan bangsa Israel masih hidup dalam alam pikiran bangsa Mesir yang memiliki banyak dewa. Berbeda dengan Abraham yang tidak mengenal Taurat, karena belum ada Taurat. Tetapi Abraham selalu melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah. Walaupun tentu Abraham tidak sempurna. Akibat dari kesalahan-kesalahan itu, Abraham harus memikulnya.