Dalam kenyataan hidup, ada orang-orang yang memiliki kesaktian supranatural. Namun hidupnya punya pantangan agar kuasa supranatural bekerja maksimal. Selain pantangan, bisa juga harus ada korban—entah korban binatang, bahkan manusia atau dia harus menyepi sekian lama. Ini paralel dengan kalau kita menjadikan Tuhan itu kekuatan kita. Kita tidak bisa menjadikan Tuhan kekuatan kita dengan hidup sembarangan. Tuhan menjadi tidak efektif, dan dalam kenyataannya Tuhan seakan-akan tidak berkuasa, tidak nyata di dalam hidup kita karena kita tidak menuruti aturan. Kalau kita perhatikan kehidupan bangsa Israel, jelas sekali selama mereka hidup dalam ketaatan kepada hukum Taurat dan menyembah hanya kepada Elohim Yahweh, mereka menjadi bangsa yang sangat kuat, tidak terkalahkan, tidak pernah kalah perang. Kerajaan mereka menjadi makmur, disegani oleh bangsa-bangsa di sekitar Israel.
Tetapi ketika mereka meninggalkan Taurat, mereka tidak menyembah Elohim Yahweh, maka mereka ditaklukkan oleh musuh, dikuasai, dijajah, kerajaan mereka menjadi lemah. Dan sejarah mencatat bagaimana bangsa itu hancur dari tahun 722 sebelum Masehi. Israel Utara hancur, tahun 586 sebelum Masehi, Yehuda hancur seluruhnya. Alkitab mengatakan Allah membiarkan kemuliaan-Nya jatuh karena kehidupan bangsa Israel itu tidak bisa dipisahkan dari kemuliaan dan keagungan Allah yang disembahnya. Sampai pada suatu waktu ketika bangsa Israel tidak dengar-dengaran, maka tabut perjanjian direbut lalu digabung dengan patung penyembahan bangsa Filistin.
Alkitab mengatakan kita bukan umat pilihan, sebenarnya kita tidak tergolong sebagai Israel. Tetapi oleh Yesus yang mati di kayu salib, kita dibenarkan, dianggap benar, lalu kita yang jauh menjadi dekat, demikian Paulus menulis. Yang dulu kita bukan Israel, sekarang menjadi Israel. Kita bisa memanggil Allah semesta alam yang menciptakan langit dan bumi, yang mengatur alam semesta, sebagai Bapa, dan kita menjadi umat-Nya. Kita menjadi Israel-Israel rohani. Itulah sebabnya kita diperhitungkan sebagai keturunan Abraham; bukan dari darah daging, melainkan dari iman. Masing-masing individu bisa menjadi anak-anak Allah yang memiliki hubungan intim. Itu hebat sekali. Kalau di Perjanjian Lama yang boleh menjumpai Allah hanya imam besar setahun sekali, tapi sekarang bait Allah sudah berubah, yaitu tubuh kita menjadi bait Allah karena Roh Kudus yang dimeteraikan di dalam kita. Kalau kita ingat ini, kita bahagia.
Di dalam 1 Petrus 1:16 tertulis, “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. Keluarlah kamu dari antara mereka, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu sebagai anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan.” Jelas, Allah tidak akan melupakan kita. Kalau bangsa Israel dengar-dengaran, TUHAN berkati di segala aspeknya. Masalahnya, ketika kita menjadi anak-anak Allah, apakah mau dengar-dengaran? Ketika kita ditebus darah Yesus menjadi anak-anak Allah, kita kehilangan seluruh hidup kita. Kita dimiliki Tuhan, dimiliki Bapa, dan Bapa mau mengubah kita menjadi anak-anak-Nya, bukan hanya status namun keberadaan. Keberadaan kita harus keberadaan seperti Bapa. Itulah sebabnya di awal pelayanan Yesus dalam khotbah di bukit dimulai dengan kalimat, “Kamu harus sempurna.” Jadi, seberapa kita sempurna itu menentukan efektivitas kehadiran Allah Bapa di dalam diri kita.
Maka kalau kita ingat bahwa tubuh kita adalah bait Allah, di mana ada ruang maha suci di dalam diri kita, dan kita bisa dialog setiap saat, itu luar biasa. Tapi kita melihat banyak orang Kristen jauh dari standar karena tidak berani membayar harga menjadi anak tebusan. Sekarang kita menjadi umat pilihan karena Yesus, sehingga kehidupan Yesus harus kita kenakan. Itulah sebabnya kita dibeli dengan harga lunas dibayar, bahwa kita bukan milik kita sendiri. Di luar sana, orang yang mau jadi orang sakti harus bertapa dulu di gunung, tidak makan, tidak minum, sampai berani tidur di kuburan. Kita tidak harus begitu. Tapi kita harus berani mematikan daging, mengenakan hidup Yesus lewat proses demi proses sampai kita menjadi anak-anak Allah yang berkodrat ilahi, sehingga bisa berkata, “Hidupku bukan aku lagi tapi Kristus yang hidup di dalam aku.”
Jangan sampai kesibukan kita untuk bertumbuh dikalahkan oleh kesibukan dalam pelayanan. Sebab kita harus diubahkan terus, supaya bukan hanya menjadi umat, melainkan menjadi anak. Dan untuk menjadi anak, kita harus berkodrat Allah. Kalau bangsa Israel melakukan hukum hanya berdasarkan Taurat, bait Allah mereka berupa bangunan, dan mereka tidak bisa menjumpai Allah secara individu karena hanya imam besar dan setahun sekali. Sekarang bait Allah berubah dari gedung menjadi tubuh. Dan bait Allah itu adalah tubuh kita. Maka betapa kudusnya kita harus menjaga tubuh kita ini. Bukan hanya menjaga kesehatan, itu sudah pasti, melainkan juga kesucian berpikir dan bertindak. Jauhkan dari percabulan, kebencian, dan segala hal yang tidak patut. Allah hadir di dalam hidup kita, dan kita bisa mengadakan perjumpaan dengan Allah. Itu menjadi kekuatan kita.