Filipi 2:5
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.”
Perlu diingat bahwa waktu itu Yesus belum mati di kayu salib, dan orang-orang Yahudi juga belum tahu dengan jelas bahwa Dia adalah Juru Selamat. Karena Yesus pun sering tidak terang-terangan bahwa diri-Nya adalah Mesias. Tuhan Yesus mengajar moral anak-anak Allah yang mestinya mereka harus sudah lakukan, atau sudah mulai mereka lakukan sebelum mereka menerima Roh Kudus. Yesus berkata, “Bertobat,” melanjutkan ucapan Yohanes Pembaptis, “Kerajaan Allah sudah dekat, bertobat.” Tuhan mengajarkan bagaimana perilaku yang baik yang bisa dilakukan oleh manusia. Setelah Roh Kudus dicurahkan, maka mereka dituntun Roh Kudus kepada seluruh kebenaran, sehingga orang percaya bisa mencapai kesucian standar Allah, sempurna seperti Bapa, serupa dengan Yesus, atau dikembalikan ke rancangan Allah semula.
Sejatinya, banyak orang di luar Kristen bisa mengembangkan kesalehan yang menakjubkan. Karena manusia dengan keberadaannya yang telah kehilangan kemuliaan Allah, belum kehilangan kemuliaan manusia. Masih mampu berbuat baik, sampai tingkat yang menakjubkan, bagi yang mau melatih diri terus. Ada orang-orang di luar Kristen yang tekun. Mereka mengalah, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, dsb. Tapi, orang Kristen harus juga lebih bisa. Maka pertanyaan yang muncul adalah, “Mengapa orang-orang bertobat tapi tidak berubah? Bahkan mereka sudah jadi aktivis, jemaat yang rajin, bahkan pendeta lagi.” Hal itu karena mereka tidak mengerti bahwa ikut Yesus itu memang sungguh-sungguh kehilangan segala sesuatu. Untuk mencapai puncak kesalehan yang bisa dicapai, kita sudah harus rela kehilangan segala sesuatu.
Kita dapati beberapa contoh orang yang rela meninggalkan segala sesuatu demi mengikut Yesus, misalnya: pemungut cukai yang meninggalkan meja cukai, baru ikut. Tuhan Yesus mau masuk rumah Zakheus, setelah pertobatannya benar, bahkan buah pertobatannya benar. Perempuan berdosa yang memecahkan buli-buli pualam narwastu, semua dihabiskan untuk Tuhan. Bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah melepaskan dan meninggalkan segala sesuatu demi pengiringan kita kepada-Nya? Sempurna seperti Bapa itu tidak main-main. Jadi, sebelum dipimpin Roh Kudus untuk ikut Yesus agar mencapai standar kesucian Allah atau keserupaan dengan Yesus, umat pilihan harus memiliki buah-buah pertobatan yang mempersiapkan mereka untuk memiliki dinamika batiniah yang baik. Kalau dinamika hukum saja belum benar, bagaimana mau dinamika batiniah.
Banyak orang, seperti orang Farisi-Saduki, dinamikanya tidak batiniah, semua serba formalitas, legalitas secara hukum. Kalau dinamika secara hukum yang manusia bisa lakukan tidak dipenuhi, bagaimana bisa memiliki dinamika batin yang hanya bisa dilakukan oleh Roh Kudus? Hanya Injil yang murni yang bisa mengubah manusia untuk memiliki dinamika batiniah; yaitu pikiran dan perasaan Kristus. Tidak usah sampai berzina, melihat wanita cantik lalu mengagumi, apalagi mengingini, itu sudah tutup buku. Dinamika batiniahnya rendah. Kita harus belajar di sini. Maka, dinamika hukum yang bisa dilakukan manusia harus kita penuhi dulu sampai puncak, baru kita naik kepada kesempurnaan. Oleh sebab itu, harus dipahami bahwa Yesus mati di kayu salib itu memikul semua dosa manusia; dosa Adam sampai dosa manusia yang terakhir. Di kayu salib, semua dosa telah dipikul, selesai. Itu anugerah. Bahwa kita belum lahir pun, Yesus sudah memikul dosa kita.
Anugerah diberikan kepada manusia yang pernah hidup sebelum zaman Yesus, juga manusia yang hidup pada zaman Yesus mengenakan tubuh daging, juga untuk manusia sesudah itu. Selesai, semua dosa dipikul oleh Tuhan Yesus. Tetapi keadaan individu itu yang harus digarap oleh masing-masing individu. Kalau untuk kita, umat pilihan, itu harus sampai dinamika batiniah. Kalau orang di luar umat pilihan, hukum yang sama dengan itu: “Kasihilah sesamamu manusia seperti diri sendiri” dan “Ketika Aku lapar, kau berikan Aku makan; ketika Aku haus, kau berikan Aku minum; ketika Aku bertelanjang, kau beri pakaian.” Jadi, semua dosa dipikul di kayu salib, tetapi yang belum diselesaikan adalah keadaan masing-masing individu. Itulah sebabnya ada pengadilan atau penghakiman, di mana orang-orang yang mengasihi sesamanya seperti diri sendiri akan mendapat kesempatan untuk hidup di dunia yang akan datang, di langit baru bumi baru.
Bagaimana kalau orang Kristen yang akhirnya tidak serupa dengan Yesus? Kalau dia baik, menjadi anggota masyarakat. Kalau dia jahat, tetap masuk neraka. “Bukan orang yang berseru kepada-Ku, ‘Tuhan, Tuhan,’ yang masuk surga, tapi orang yang melakukan kehendak Bapa.” Pada hari terakhir, ada orang-orang yang sudah mengaku berprestasi dalam pelayanan, menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, dll, Yesus berkata, “Aku tidak kenal kamu, kamu yang berbuat jahat.” Ngeri sekali. Biar pendeta juga harus ngeri. Kalau kita masih berbuat jahat, pasti masuk neraka. Hati-hati. Jangan jahat terhadap orang lain. Kita dijahati juga diam saja, tidak usah membalas kejahatan dengan kejahatan. Kita adalah orang-orang yang harus memiliki kesempurnaan seperti Bapa. Itulah sebabnya standar minimal orang percaya haruslah standar tertinggi dari orang-orang di luar Kristen. Standar terendah, minimal, itu sudah tertinggi dari orang-orang beragama lain.