Skip to content

Dimensi Hidup Manusia

 

Manusia harus hidup berdimensi sebagai manusia. Dimensi hidup manusia tentu berbeda dengan dimensi makhluk lain, apalagi dengan benda mati, lebih tinggi dari makhluk hidup yang lain, lebih tinggi dari tumbuh-tumbuhan, dan bahkan lebih tinggi dari hewan yang paling cerdas sekalipun. Manusia dengan kemampuannya berpikir, dapat melakukan inovasi, menemukan hal-hal yang baru yang dapat menyejahterakan hidupnya, mempermudah hidupnya. Manusia sudah dapat menempuh jarak jauh dalam waktu singkat, mengatasi gelombang laut, mengatasi angin badai, walaupun ada badai-badai yang sulit ditanggulangi seperti tornado, misalnya. Dimensi hidup manusia adalah dimensi hidup yang bisa sangat menakjubkan dan mengagumkan karena manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.

Artinya manusia memiliki kemampuan yang Allah berikan lebih dari makhluk lain karena manusia diciptakan menurut gambar-Nya. Tetapi dimensi hidup manusia sehebat apa pun—karena manusia sudah jatuh ke dalam dosa—terbatas dan akan berakhir. Satu kalimat tragis yang diucapkan TUHAN di Kejadian 2, yang ternyata itu dialami manusia: “Pada hari kamu makan buah itu, kamu akan mati.” Jadi, sehebat apa pun, manusia akan mati. Dalam 1 Petrus dikatakan bahwa manusia itu seperti bunga rumput yang pagi mekar indah, cantik, tetapi sorenya sudah layu, maka dibuang, dibakar.

Jadi, sehebat apa pun manusia akan mati. Jadi, keelokan manusia bagaimanapun akan akhir. Dan dalam 1 Petrus dikatakan bahwa manusia itu seperti bunga rumput yang pagi hari mekar indah, cantik, tetapi sorenya sudah layu sehingga dibuang, dibakar. Kematian merupakan tragedi yang paling tragis, tetapi Tuhan tidak pernah gagal. Tuhan merancang kehidupan di balik kematian, yaitu adanya fakta kebangkitan yang dikatakan dalam 1 Korintus 15 bahwa manusia akan dibangkitkan. Itulah sebabnya Paulus mengatakan, “Jika manusia tidak dibangkitkan, sia-sialah iman kamu, sia-sialah iman kita, sebab kita yang percaya Yesus akhirnya akan mati juga jika manusia tidak dibangkitkan.”

Hidup manusia beroleh pengharapan karena adanya kebangkitan. Tetapi pengertian ini tidak dimiliki oleh semua orang. Ini hanya dimiliki oleh orang-orang percaya. Yang oleh karenanya Paulus mengatakan di dalam Filipi 3:7-8, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus.” Dalam hal ini Paulus adalah seorang anggota Sanhedrin, lembaga tertinggi di masyarakat Israel, suatu posisi yang sangat terhormat, tetapi semuanya itu tidak ada artinya ketika dia memperoleh Kristus.

Selanjutnya dalam Filipi 3:1 Paulus menulis, “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Yesus dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati.” Semua Paulus lepaskan karena semua menjadi tidak berarti demi supaya dia memperoleh kebangkitan. Ironis, orang Kristen yang mengerti kebangkitan, dimensi hidupnya tidak beda dengan mereka yang non-Kristen. Mereka tidak beda dengan orang yang tidak memiliki pengharapan. Dimensi hidup kita haruslah dimensi hidup anak Allah yang memiliki jangkauan kebangkitan, jangkauan hidup kekal, jangkauan kekekalan. Alkitab berkata, “Jangan serupa dengan dunia ini.” Gereja dan para hamba Tuhan bertanggung jawab untuk mengubah dimensi hidup jemaat. Kalau dimensi hidup jemaat tidak berubah, artinya gereja menipu. Tapi kalau gereja sudah bersuara keras seperti ini, namun tidak berubah, maka jemaat yang salah.

Jangan sombong! Yesus telah mati bagi kita, tapi bangkit, dan kebangkitan Yesus menjadi pengharapan kebangkitan kita. Tuhan Yesus memperjuangkan kebangkitan itu dengan perjuangan yang hebat. Mengapa kita tidak punya kesukaan terhadap pengharapan tersebut? Tentu ada yang salah. Bahkan tidak sedikit pendeta yang dimensi hidupnya juga dimensi hidup manusia pada umumnya, hanya bedanya dia menjadi pendeta, tapi dia belum menembus batas. Kenapa belum menembus batas? Pasti dua penyebabnya: Pertama, karena dia masih suka berbuat dosa; entah dosa besar atau dosa kecil. Kristen yang benar itu harus suci dan makin sempurna. Kedua, karena masih ada kesukaan di dunia ini. Kita bisa memiliki berbagai fasilitas hidup dan menikmati hidup, tapi tidak perlu terikat dan jangan ingin memiliki. Yang penting bisa dilewati saja, tanpa target.