Dalam kenyataan hidup, pasti setiap kita memiliki masalah-masalah yang khusus atau istimewa, pada waktu tertentu, pada masa tertentu, pada periode tertentu. Tidak jarang, masalah-masalah khusus atau istimewa itu bisa menjadi masalah panjang yang bukan hanya pada satu periode, bukan hanya pada satu saat atau bukan hanya pada satu masa, melainkan memiliki durasi yang panjang. Ada masalah-masalah yang temporal, insidental, tapi ada juga yang panjang. Kalau dikatakan khusus atau istimewa, tentu saja unik karena tidak dialami oleh orang lain. Masalah-masalah seperti itu adalah masalah-masalah yang berkategori berat dan bisa mengganggu bahkan bisa sampai menyita ketenangan hidup, kenyamanan hidup, dan bisa membuat orang tidak merasa bahagia karena masalah tersebut.
Tidak jarang Tuhan tidak memberi jawaban atau Tuhan membiarkan persoalan kita berlangsung tanpa kita tahu mengapa hal itu diizinkan Tuhan terjadi. Seperti yang dialami oleh Paulus dalam kesaksiannya di 2 Korintus 12:9, “Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri.” Menggocoh artinya memukul berulang-ulang. Ini hal yang sebenarnya sulit dimengerti. Demikian juga kalau kita hidup pada zaman Ayub, mungkin kita bisa menjadi seperti sahabat-sahabat Ayub yang nyaris mau dihukum Tuhan. Dengan ilmu agamanya, Ayub tidak bisa membela diri. Katanya Ayub saleh, takut akan Allah, tetapi mengapa dia mengalami bencana? Jelas Ayub menjauhi kejahatan. Tidak ada orang lebih saleh dari Ayub, tetapi bencana yang dialaminya begitu mengerikan.
Seluruh anaknya mati, hartanya semua diambil, sangat tragis. Ayub pun kena penyakit barah, sehingga dia duduk di atas debu, benar-benar jadi gembel; dari seorang konglomerat jadi melarat. Ayub tidak tahu bahwa semua itu terjadi atas izin Tuhan, ada izin yang diberikan Tuhan kepada Iblis. Yang satu yang tidak nampak, tapi itu pasti pekerjaan Iblis, adalah istrinya yang berkata, “Ayub, kamu masih dalam kesetiaanmu seperti ini? Kutukilah Allahmu dan matilah kamu.” Lalu Ayub berkata, “Kamu bicara seperti perempuan gila.” Yang gila ini Ayub atau istrinya? Kalau dari kacamata umum, yang gila adalah Ayub. Ayub sudah mengalami badai musibah begitu hebat, namun masih saja bersikap setia kepada Allah. Dan Alkitab katakan, “Ayub tidak bersalah dengan bibirnya.”
Ayub kokoh. Coba bayangkan, seandainya Ayub mempertimbangkan perkataan istrinya, teman seranjang yang sudah melahirkan 10 anak, maka ia tidak akan keluar seperti emas. Tapi Ayub memiliki pendirian yang teguh. Demikian juga Abraham yang dijanjikan Allah untuk memiliki tanah perjanjian. Tapi sampai mati, Abraham tidak menemukan negeri itu. Memang di Perjanjian Baru di Ibrani 11, ditulis bahwa itu adalah negeri yang direncanakan dan dibangun oleh Allah sendiri, yaitu di langit baru bumi baru, Kanaan surgawi; bukan Kanaan duniawi. Tetapi kalau kita membaca kitab Kejadian, Elohim Yahweh tidak memberitahukan bahwa itu adalah negeri yang ada di balik kehidupan ini. Dan tidak pernah kita baca di kitab Kejadian, Abraham bertanya-tanya, “Kok tidak ada negeri itu?” Tapi Abraham percaya kepada Allah dan tidak luntur percayanya.
Masalah-masalah khusus tadi yang mungkin insidental, periodik, atau bisa ada juga yang panjang, sebenarnya Tuhan izinkan terjadi supaya: yang pertama, agar kita mempersoalkannya dengan Tuhan. Jadi ada hal yang Tuhan berikan supaya kita memperkarakan secara pribadi. Kalau Paulus dalam 2 Korintus 12 menulis bahwa ia sudah tiga kali berseru kepada Tuhan. Jadi, dia memperkarakannya dan Tuhan menjawab. Tapi jawaban Tuhan, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Jadi dalam keadaan lemah karena duri dalam daging itu, Paulus menjadi rendah hati dan tidak menjadi sombong karena begitu hebat karunia yang Allah berikan kepada Paulus.
Jadi itu termasuk katup pengaman bagi Paulus. Kesulitan Paulus bukan hanya duri dalam daging, melainkan juga penderitaan yang Paulus alami karena Injil, luka-luka di tubuhnya, kelemahan fisiknya, dan sepanjang perjalanan hidupnya, bagaimana nyawanya terancam. Tetapi keadaan itu mengondisi Paulus menjadi seorang yang eskatomaniak. Dan Tuhan juga tidak memberitahu Paulus bahwa kedatangan-Nya bukan pada saat Paulus masih hidup.
Yang kedua, supaya kita merindukan dunia yang akan datang. Kalau kita tidak merindukan kedatangan Tuhan, berarti ada unsur pengkhianatan atau ketidaksetiaan kepada Tuhan. Sekarang mari kita memeriksa diri kita sendiri. Duri dalam daging apakah yang sekarang sedang kita hadapi? Ketidaknyamanan hidup apakah yang kita miliki? Ketahuilah bahwa semua itu diizinkan Tuhan atau dikehendaki oleh Tuhan.