Lukas 3:3-6
“Maka datanglah Yohanes ke seluruh daerah Yordan dan menyerukan: “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu, seperti ada tertulis dalam kitab nubuat-nubuat Yesaya: Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya. Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan, dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan.”
Ketika Yohanes Pembaptis tampil di tengah-tengah masyarakat atau bangsa Israel, mereka sedang berada dalam suasana keberagamaan yang ketat dan cenderung fanatik. Karena bangsa itu memiliki trauma yang menyakitkan selama beberapa ratus tahun; mereka selalu jatuh ke tangan kekuasaan bangsa lain, dari satu bangsa ke bangsa yang lain. Dan mereka tahu, mereka menganggap itu pukulan, yaitu hukuman dari Tuhan karena pemberontakan nenek moyang mereka. Maka reaksi mereka atas sejarah nenek moyang bangsa Israel membuat mereka menjadi masyarakat yang monoteistis—menyembah Allah Yang Esa—yang sangat fanatik, dan berusaha menjalankan agama Yahudi atau agama Musa dengan ketat. Pada waktu itu, bangsa Israel juga ada dalam kekuasaan pemerintahan Roma. Trauma masa lalu mereka membuat mereka bersungguh-sungguh hidup dalam keberagamaan yang ketat. Taurat diajarkan kepada masyarakat Israel, bahkan sejak kanak-kanak. Mereka mengadakan pertemuan-pertemuan rutin dan belajar Taurat di sinagoge-sinagoge. Ibadah di Bait Allah berjalan secara rutin dalam pimpinan imam-imam kepala dan tokoh-tokoh agama Yahudi.
Seruan Yohanes Pembaptis kepada bangsa itu untuk bertobat—artinya berbalik dari jalan hidup yang salah dan memberi diri dibaptis—merupakan hal yang tidak biasa dan kedengarannya aneh. Sebab saat itu mereka justru dalam suasana keberagamaan yang ketat. Mengapa Yohanes Pembaptis menyuruh mereka bertobat? Dan tanda pertobatan mereka atau tanda keseriusan mereka bertobat adalah harus dibaptis. Padahal, bangsa Israel itu tidak perlu dibaptis kecuali orang non-Israel yang mau menjadi orang beragama Yahudi, yang mereka kenal sebagai baptisan proselit. Walaupun seruan Yohanes Pembaptis ini asing bagi masyarakat Israel, tetapi masyarakat Israel tidak berani membantah. Sebab masyarakat Israel memiliki latar belakang yang mengejutkan, yang menunjukkan perbuatan Allah yang nyata atas ayah Yohanes Pembaptis, yaitu imam Zakharia yang bertemu dengan Allah di Bait Allah dan menjadi bisu. Dan ibunya, Elisabet, yang mestinya sudah mandul, bisa mengandung dirinya. Inilah yang membuat bangsa Israel atau masyarakat Israel waktu itu tidak membantah seruan untuk bertobat dan memberi diri dibaptis.
Akibat seruan Yohanes Pembaptis, terjadi gelombang besar orang-orang yang datang untuk dibaptis, bahkan ada serdadu-serdadu Roma dan tokoh-tokoh agama (seperti orang Farisi dan Saduki) ikut memberi diri untuk dibaptis. Apa yang dapat kita petik dari hal ini? Untuk itu terlebih dahulu kita membaca Yohanes 1:17, “Sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus.” Namun harus diingat bahwa dalam menerima Taurat, bangsa Israel harus dikuduskan; mereka harus keluar dari Mesir untuk pergi ke Gunung Sinai. Musa menyampaikan pernyataan kepada Firaun, “Biarkanlah umat-Ku pergi supaya mereka beribadah kepada-Ku” (Kel. 9:1). Bangsa Israel harus keluar dari Mesir dan menguduskan diri untuk memperoleh Taurat di Sinai (Kel. 19:10). Dan fakta ini bukan sesuatu yang boleh dianggap remeh, yang mungkin selama ini lolos dari pengamatan kita. Untuk menerima Taurat, ternyata bangsa Israel harus melakukan persiapan diri; dengan cara meninggalkan Mesir dan menguduskan diri.
Demikian pula dengan kita, sebagai umat pilihan, maka untuk menerima Injil Kerajaan Allah yang di dalamnya terdapat anugerah keselamatan, dibutuhkan atau dituntut persiapan. Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan, “Ada suara yang berseru-seru di padang gurun, ‘Persiapkanlah jalan untuk Tuhan.’” Maksud “Tuhan” di sini adalah Yesus yang datang membawa Injil. Dan Yohanes Pembaptis berkata, “Bertobatlah, Kerajaan Allah sudah dekat,” artinya kebenaran Injil akan diberitakan, anugerah keselamatan disediakan oleh Allah kepada umat. “Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya,” hal ini menunjukkan bahwa untuk menerima kebenaran Injil yang di dalamnya terdapat anugerah keselamatan, bukan sesuatu yang remeh atau gampangan. Harus ada persiapan yang baik agar bisa menerima anugerah keselamatan yang Allah berikan. Kalau tidak diperlukan persiapan, maka Allah tidak akan mengutus Yohanes. Bahkan hal itu dinubuatkan di Perjanjian Lama, karena pentingnya hal tersebut.
Namun, selama ini diasumsikan bahwa menerima anugerah keselamatan adalah sesuatu yang mudah dan sederhana. Banyak orang Kristen berpikir bahwa yang penting mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, maka otomatis selamat. Apalagi yang Kristen sejak kecil, terlahir dalam keluarga Kristen, seakan-akan sudah terseret begitu, menjadi orang yang sudah selamat dan layak masuk surga. Padahal yang penting bukan hanya itu, tetapi harus benar-benar bertobat, yaitu meninggalkan jalan hidupnya yang salah, dan menghasilkan buah pertobatan sesuai standar Allah. Ingat ini: buah-buah pertobatan sesuai standar Tuhan. Nanti kita lihat bagaimana orang Farisi, Saduki minta dibaptis, namun tidak diterima. Yohanes Pembaptis berkata, “Hasilkanlah buah pertobatan. Kamu itu terlalu legalitas, formalitas, agamawi, tapi kamu tidak memiliki buah pertobatan.” Di ayat lain dalam Alkitab, jelas Yesus berkata, “Kamu seperti kuburan; luarnya berkapur putih, dalamnya penuh tulang-belulang.”