Agama Kristen bukanlah agama hukum. Jadi, kebenaran seseorang bukan karena melakukan hukum. Dan kalau kita membaca di dalam kitab Perjanjian Baru, tidak ada syariat seperti agama-agama tertentu: bagaimana harus berpakaian, juga soal makanan, cara sembahyang, tidak ada. Namun kita harus mempelajari dan berpegang teguh atas apa yang dituntut atau yang diinstruksikan oleh Sang Pemilik Kehidupan. Sebab kalau hanya mempelajari hukum, apa yang halal dan haram, itu bukanlah kebenaran Kristiani. Kebenaran Kristiani belajar mengapa tidak boleh, mengapa boleh, dan cara menganalisanya. Dengan demikian, orang percaya harus mempelajari atau mengamati dengan seksama semua yang diperintahkan, diinstruksikan, atau dituntut oleh Tuhan.
Jadi, orang percaya bukan hanya melakukan perintah Tuhan tanpa pengertian, melainkan mengerti makna atau esensi perintah Tuhan tersebut. Dengan kalimat lain, kita diajar berpikir cerdas untuk mengerti kehendak Tuhan. Di sini yang hendak diajarkan adalah cara berpikir, sistem berpikirnya atau peta berpikirnya. Kedatangan Tuhan Yesus memberikan kita gen baru dalam kehidupan orang percaya. Inilah yang dimaksud dalam Yohanes 1:12, “Tetapi semua orang yang menerima-Nya, diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.” Kalau kita hanya memiliki gen orang tua kita, itu gen dosa—sinful nature. Sekarang Tuhan beri kita gen baru, yaitu Roh Kudus. Tidak mungkin Tuhan memerintahkan kita untuk memiliki peta berpikir baru tanpa tuntunan Roh Kudus, tanpa gen baru, dan tanpa firman. Oleh sebab itu, kitab Perjanjian Baru tidak ada hukum tentang cara berpakaian, berdoa, hal makanan, tidak ada. Semua tentang batiniah. Jadi kita diajar berpikir cerdas untuk hal batiniah.
Efesus 1:13, “Di dalam Dia kamu juga, karena kamu telah mendengar Firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu. Di dalam Dia, kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus yang dijanjikan-Nya itu.”
Kalau kita aktif berjalan dalam pimpinan Roh melalui pembaharuan firman setiap hari, maka pimpinan Roh yang memberikan kita kecerdasan. Dan tentu juga melalui semua peristiwa yang terjadi dalam hidup kita. Bahkan peristiwa masa lalu—sebelum kita dipimpin Roh Kudus dan mengerti firman—yang menyisakan guratan luka dan pembentukan peta berpikir yang salah, oleh gen Roh Kudus, kita diberi kesanggupan untuk melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Karena itu, segala peristiwa yang terjadi akan menjadi alat dalam tangan Tuhan untuk menyembuhkan dan menyempurnakan kita. Sehingga, pengalaman-pengalaman pahit dan tidak menyenangkan di masa lalu, justru menjadi obat sekaligus vitamin di masa depan.
Caranya bagaimana? Firman Tuhan menuntun kita bagaimana mengasihi, bagaimana mengampuni musuh, bagaimana menerima orang lain sebagaimana adanya. Di situ kita dilatih dengan gen baru, Roh Kudus yang ditaruh dalam kita, yang memampukan kita menjadi anak-anak Allah. Kita diberi kuasa supaya menjadi anak-anak Allah. Ini harta yang luar biasa mahalnya, ini talenta yang dimaksudkan dalam Matius 25:14-30. Talenta itu nilainya besar sekali. Ini anugerah yang besar dan luar biasa yang hendaknya tidak disia-siakan. Oleh sebab itu, seorang Kristen yang mengerti anugerah yang besar ini, tidak akan memfokuskan pikirannya kepada perkara-perkara duniawi. Perjalanan kita di padang gurun dunia ini merupakan persiapan untuk masuk ke negeri Kanaan Surgawi. Kita diubahkan dalam perjalanan ini, yaitu peta berpikir kita.
Setiap orang punya sistem keberagamaan; maksudnya peta berpikir yang berkaitan dengan Tuhan, ibadah, dan penyembahan. Namun perlu dipahami bahwa sistem keberagamaan yang dimiliki oleh banyak orang itu rata-rata rusak, dan memang semua rusak. Maka harus digantikan dengan yang baru, karena sistem itu ternyata justru menghambat kebenaran Injil yang Tuhan mau ajarkan. Dalam Yohanes 4:24 dikatakan, “Allah itu Roh, dan barangsiapa menyembah Dia harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.” Tuhan Yesus berkata bahwa saatnya orang tidak menyembah Allah di Yerusalem atau di atas gunung Gerizim, tetapi dalam roh dan kebenaran. Makna perkataan ini luar biasa. Pada zaman itu, bagi orang Samaria yang berdarah campuran Yahudi dan kafir, mereka harus ke gunung Gerizim dan tidak boleh ke Yerusalem karena dianggap najis. Bagi kita, hal ini kita sambut dengan sukacita. Tetapi bagi orang Yahudi, itu merupakan suatu gempuran yang hebat, bukan hanya radikal, namun liberal. Sebab bagi mereka yang namanya beribadah di Yerusalem itu begitu ketat dan sudah mendarah daging bahkan kolot. Dan bagi orang Samaria, di gunung Gerizim dan di luar itu bukan ibadah.
Selama ini peta keberagamaan banyak orang belum diubah. Walaupun ke gereja bertahun-tahun atau bahkan sekolah Alkitab, kalau belum berubah, ia tidak mengerti kebenaran. Dan kalau peta berpikir keberagamaan seseorang belum berubah, maka sekalipun dia ke gereja setiap minggu, menjadi aktivis, sekolah Alkitab, tetap tidak akan mengerti kebenaran. Inilah misteri dari kehidupan Kristen, misteri iman, misteri kelahiran baru.