Skip to content

Bisa Dinikmati Allah

 

Setiap kita memiliki personality atau kepribadian yang berbeda-beda. Dan di jagat raya ini tidak ada dua orang yang sama, apalagi tiga. Dalam rangkaian sejarah jagat raya ini, hanya ada satu orang yang unik, dan tidak ada yang sama. Allah merancang setiap kita. Dia menghendaki setiap kita ada, bukan kecelakaan. Allah yang mengadakannya, bahkan sebelum dunia dijadikan. Seperti yang tertulis dalam Efesus 1:4-5, “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.”

Setiap kita dirancang untuk ada, dirancang untuk hadir dalam kehidupan. Dan Allah mau menikmati setiap kita dengan rasa khas, rasa khusus. Sebab, tidak ada pribadi yang sama. Jadi, mestinya kita memiliki kesadaran bahwa tidak ada yang membuat kita bernilai selain bisa dinikmati oleh Allah. Dan tentu saja kalau sampai kita bisa dinikmati oleh Allah, berarti kita juga bisa menikmati Allah. Firman Tuhan mengatakan, “Kecaplah betapa baik Tuhan.” Tentu kita mengecap Tuhan bukan karena kita memiliki rumah pribadi, mobil pribadi, harta, pendidikan, gelar, pangkat, kekuasaan, dan berbagai fasilitas. Namun, kita bisa mengecap Allah karena kita bersentuhan dengan Pribadi-Nya. Tidak mungkin orang bisa menikmati Allah kalau Allah tidak menikmati dirinya. 

Mazmur 73, seorang kekasih Tuhan dibuat Tuhan tidak memiliki apa-apa, bahkan nyaris tergelincir. Ketika melihat orang fasik gemuk, sehat, senang selamanya di bumi, banyak orang berbondong-bondong datang kepadanya seperti air bah. Sedangkan dia kesepian dan kena tulah setiap pagi. Tetapi kemudian dia melihat kesudahan dari orang-orang ini di tempat kudus. Artinya ketika ia melihat kekekalan, ia ada di kekekalan, ia tidak menemukan orang-orang yang ketika di Bumi sepertinya sukses. “Dalam sekejap mereka lenyap. Muka mereka Kau pandang hina. Muka mereka Kau pandang hina, tidak dapat Kau nikmati kehidupan orang-orang ini sebab mereka menikmati sesuatu yang bukan Tuhan.”

Mari kita benar-benar bertumbuh mengalami hubungan yang makin intim, makin eksklusif dengan Tuhan, dan menemukan asmara abadi, asmara kekal dengan Tuhan. Dan ini istimewa sekali. Setiap kita itu sangat berharga, dikehendaki Allah untuk ada, eksis atau hadir dalam rangkaian sejarah jagat raya ini, supaya kita menjadi kekasih Tuhan yang dinikmati oleh Tuhan. Itulah sebabnya, kita diberi Tuhan pikiran dan perasaan. Dengan pikiran dan perasaan itu, kita bebas memiliki kehendak. Kita bebas memproduksi kehendak. Dan tentu kalau kalau kita mau menjadi orang yang dinikmati Tuhan, berarti kita mau memproduksi, membuahkan, menghasilkan, membuat kehendak yang sesuai dengan kehendak Allah. Dan itulah kehidupan yang dinikmati oleh Tuhan.

Jadi, jangan merasa gagal karena kita tidak berpendidikan tinggi, miskin secara materi, tidak memiliki anak atau mandul, tidak memiliki teman hidup, atau gagal dalam karier. Jangan merasa kecil. Keberhargaan kita bukan diletakkan oleh dunia. Keberhargaan kita harus diukur dari seberapa Allah bisa menikmati kita. Dan ini adalah suatu petualangan yang luar biasa, karena kita bersentuhan dengan Pribadi Agung Yang Maha Kuasa, Maha Besar, Maha Mulia, Pencipta langit dan bumi yang maha kekal, yang sudah ada dari kekal sampai kekal. Kesempatan hidup kita di Bumi ini menjadi berharga ketika kita diperkenan untuk bersentuhan atau mengalami perjumpaan dengan Allah dan memiliki dinamika hidup berinteraksi dengan Allah. 

Banyak manusia sesat, sibuk dengan banyak hal yang tidak memiliki nilai abadi. Tidak berlebihan kalau kita katakan, orang-orang seperti ini lebih baik tidak pernah menjadi manusia daripada menjadi manusia, namun tidak menempatkan diri secara benar di hadapan Allah dan tidak menempatkan Allah secara benar di dalam hidupnya. Dia hanya berinteraksi dengan alam sekitar. Dia berinteraksi dengan ciptaan Allah, bukan dengan Sang Penciptanya. Dia berinteraksi dengan manusia lain yang memang tidak bisa dihindari. Tapi jangan lupa, manusia adalah makhluk theios, makhluk yang berkodrat ilahi yang mestinya juga harus “bersosialisasi, berkoneksi, berhubungan, berelasi, ber-fellowship” dengan Sang Khalik, dan itu nilainya.

Maka, jangan hanya menjadi orang beragama yang ke gereja. Jadilah orang yang bertuhan, yang sungguh-sungguh memberi ruangan seluas-luasnya untuk berkoneksi, berinteraksi, berelasi dengan Tuhan. Mestinya seluruh ruangan hidup kita ini adalah ruangan perjumpaan dengan Allah. Bukan hanya ketika kita di ruang doa melipat tangan, menekuk lutut. Bukan hanya pada waktu kita di gereja, kita mengikuti liturgi. Tapi ketika kita ada di dalam kesibukan bekerja, dalam kegiatan berkarier, dalam aktivitas studi, dalam pergaulan, itu semua menjadi ruangan perjumpaan kita dengan Tuhan, di mana kita menghadirkan Tuhan di dalam seluruh kegiatan tersebut.