Saudaraku,
Dalam kelicikannya, Iblis membuat manusia berutang kepada dunia, bahkan sejak kecil manusia diajar untuk berutang terhadap dunia. Betapa mengerikan keadaan ini, manusia tergiring menuju kegelapan abadi, tidak memiliki kehausan akan perkara-perkara kekal, terkondisi tidak memiliki kerinduan terhadap perkara-perkara surgawi, terhadap perkara-perkara rohani, terhadap Tuhan. Manusia dikondisi menjadi mempelai dunia, berutang kepada dunia, harus memiliki apa yang dunia sajikan. Hampir semua manusia berkeadaan seperti ini. Termasuk kita yang sudah rajin ke gereja, menjadi aktivis, bahkan menjadi pendeta masih memiliki unsur-unsur ini tanpa kita sadari.
Orang-orang yang terobsesi dengan perkara-perkara fana, tidak akan pernah menjadi mempelai Tuhan, tidak akan pernah menjadi kekasih Tuhan. Sampai pada usia tertentu ketika hatinya tidak memiliki kelenturan lagi untuk perkara-perkara rohani, tidak punya elastisitas, maka hatinya semakin mengeras. Ibarat sakit serosis hati yang tidak bisa diperbaiki. Dan itu adalah kondisi yang parah. Jadi, selama kita masih diberi peringatan oleh Tuhan untuk berpaling kepada Tuhan, kita harus berpaling kepada Tuhan. Bersyukur kepada Tuhan, kalau hari ini kita disadarkan Tuhan untuk menjadi perawan suci di hadapan Allah seperti yang tertulis di 2 Korintus 11:2-3. Perawan suci artinya hati yang tidak ternoda, tidak terikat dengan keinginan-keinginan dunia. Itulah sebabnya Tuhan katakan bahwa orang kaya sukar masuk surga, karena dengan kekayaan, ia bisa melekatkan dirinya kepada apa pun, atau apa pun bisa dilekatkan pada dirinya.
Jadi, bersyukur kalau kita dikondisi tidak memiliki apa-apa, bahkan tidak memiliki siapa-siapa. Sebagai orang percaya yang telah ditebus oleh darah Yesus, di mana hidup kita, tubuh kita bukan milik kita sendiri, tetapi milik Tuhan. Kalau kita mau menjadi kekasih Tuhan, menjadi perawan suci bagi Kristus, kita harus dimiliki Tuhan. Dan Alkitab memang berkata di 1 Korintus 6:19, “Kamu bukan milik kamu sendiri.” Kita harus merasa, menyadari dan mengakui bahwa kita adalah milik Tuhan. Mudah mengatakan, “Tuhan, aku milik-Mu,” tapi secara faktual, kita masih memiliki diri kita sendiri. Secara hukum, secara de jure, Tuhan yang telah membeli kita, dan harganya lunas. Kata “lunas dibayar” dalam 1 Korintus 6:20 menunjukkan bahwa kepemilikan Allah atas kita, sah.
Saudaraku,
Karenanya, kita harus berutang untuk hidup menurut roh, bukan kepada dunia. Kecuali kita menjual diri untuk dimiliki dunia dengan cara mengingini apa yang dunia miliki. Sebab, apa yang menarik dan memikat hati kita, dialah kekasih dan pemilik atas diri kita. Kepada siapa dan apa hati kita terpikat, ke sana kita masuk dalam belenggu dan penjaranya. Jadi, orang-orang berutang kepada dunia karena mereka mau memiliki dan dimiliki dunia. Mereka menukar kesulungan sebagai umat pilihan dengan semangkok makanan, yaitu keindahan dunia.
Sebab, jika kita hidup menurut daging, kita akan mati (Rm. 8:12:13). Tapi, jika kita hidup menurut roh atau berutang kepada roh untuk melakukan kehendak roh, kehendak Allah, kita harus mematikan perbuatan-perbuatan tubuh kita, mematikan hasrat-hasrat duniawi kita. Dan Alkitab berkata, “Barang siapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.” Yang ini tidak bisa dilakukan oleh siapa-siapa, bahkan Tuhan sendiri tidak memaksa kita. Kita yang harus dengan rela dan sadar memaksa diri kita untuk mematikan segala keinginan yang membuat kita berutang kepada dunia.
Jadi, kalau kita melihat orang lain memiliki sesuatu, jangan merasa kita harus memiliki sesuatu itu. Jika demikian, kita membawa diri kita jadi berutang kepada dunia. Buat setan tidak bisa menjamah kita, yaitu ketika kita tidak merasa berutang kepada dunia. Kalau pun kita harus memiliki sesuatu, maka sesuatu itu harus berguna untuk Tuhan. Kalau kita mau sungguh-sungguh melakukan hal ini, maka Tuhan akan memberikan kepada kita kerinduan yang bertambah akan Dia. Kita akan merasa kehausan akan Allah yang nyata dari hati kita. Tapi kalau lidah atau selera jiwa kita sudah terikat dengan selera keindahan dunia, pasti kita tidak memiliki kerinduan akan Allah.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Kita yang harus dengan rela dan sadar memaksa diri kita untuk mematikan
segala keinginan yang membuat kita berutang kepada dunia.