Skip to content

Berutang Kehidupan

 

Coba kita renungkan, bagaimana mungkin seorang yang ditebus masih merasa punya hak? Siapa yang mengajar kita selama ini? Ada yang salah, ada yang keliru. Dan itu adalah kebodohan kita, kesalahan kita. Maka kita harus berubah, kita harus bertobat. Namun kalau kita masih berkeras, Tuhan tidak paksa. Tapi kalau kita berkata, “Ambil, Tuhan, milikilah aku,” maka kita berada di dekat Tuhan. Ada saat di mana kita tidak akan punya kesempatan melepaskan hak, tapi kita dipaksa untuk melepaskannya, dan kita tidak punya apa-apa. Maka kalau kita mengerti bahwa kita berutang kehidupan, berarti kita harus mengembalikan hidup kita untuk Tuhan. 

Mestinya setiap orang itu menjadi full timer. Ukuran full timer itu bukan tidak bekerja di pekerjaan sekuler, lalu menjadi orang yang hanya aktif di lingkungan gereja. Full timer atau bukan, tidak diukur dari profesi, atau dari jam-jam kerja di mana dia bekerja, tapi dari sikap hati. Jadi, full timer adalah orang yang memiliki kesadaran bahwa dirinya bukan miliknya. Dan prinsipnya adalah: “Baik aku makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, aku lakukan semua untuk kemuliaan Tuhan.” Jadi kalau kita tidak full time untuk Tuhan, maka kita adalah pemberontak.

Standar hidup kita adalah segenap hidup untuk Tuhan. Misalnya dalam hal perpuluhan, bukan berapa persen jumlah uang yang kita berikan, melainkan bagaimana sikap hati kita dalam memandang semua yang ada pada kita adalah milik Tuhan. Sebab apa pun yang kita miliki, partikel paling kecil pun, semua milik Tuhan. Soal berapa yang kita mau berikan, terserah Roh Kudus untuk apa dan bagaimana, biar Roh Kudus pimpin. Yang penting, kita tidak boleh merasa memiliki hak apa pun. Kita harus bisa dipercayai Tuhan, karena pekerjaan Tuhan yang besar yang ada di pundak kita. Ini bukan hanya soal uang, tapi juga soal perasaan. Perasaan lebih sulit daripada uang. Orang bisa melepaskan uang, tapi belum tentu bisa melepaskan perasaannya. 

Tidak sedikit orang yang melayani Tuhan, namun menikmati hak-haknya di pelayanan; kalaupun bukan uang, karena kehormatan atau kedudukan. Ia menikmati kedudukan karena ada kehormatan di situ. Tidak salah menikmati kedudukan, tapi ada tanggung jawab dan pengabdian sehingga yang kita nikmati adalah pengabdiannya, bukan kehormatannya. Kalau kita mau menjadi Kristen yang benar, lihat bagaimana Tuhan kita Yesus Kristus melepaskan semua hak-Nya. Bahkan di tengah-tengah krisis ketika Dia berjuang—apakah tetap hidup di dalam kehendak Bapa atau kehendak diri-Nya sendiri dengan ketegangan yang tinggi sampai peluh-Nya menetes seperti tetes darah—Dia mengakhiri dengan ucapan, “Bukan kehendak-Ku yang jadi, tapi kehendak-Mulah.” Di situ Dia melepaskan seluruh hak-Nya. 

Puncak kemenangan Yesus adalah ketika Dia ada di kayu salib di bukit Kalvari, tapi pintu gerbang kemenangan-Nya adalah ketika di Taman Getsemani dan mengatakan, “Bukan kehendakku, Bapa, tapi kehendak-Mu. Tuhan mengajar kita untuk punya doa seperti itu, setiap hari ketika kita hendak mengambil keputusan, kita dibawa ke Getsemani. Arti nama Getsemani adalah tempat peremukan. Sebagaimana biji zaitun yang keras—yang tidak berguna sebelum diremukkan—akan mengeluarkan minyak yang memiliki banyak kegunaan. Kita pun harus diremukkan sampai seluruh hak kita, kita serahkan dalam tangan Tuhan, sampai kita tidak memiliki kehidupan kita sendiri karena kehidupan kita telah kita serahkan di dalam tangan Tuhan. 

Tidak boleh ada hobi atau kesenangan yang Tuhan tidak ikut menikmatinya. Seperti tubuh, jika masuk makanan sembarangan dapat membuat kita tidak sehat, demikian pula pikiran kita; jika ada sesuatu yang masuk yang tidak sehat untuk jiwa kita, maka dapat mendistrak kita. Lebih dari apa pun, kita harus lakukan untuk menjaga kesucian hidup agar kita tidak serupa dengan dunia ini. Yerusalem Baru telah kita pilih, dan kita tidak kembali ke tempat di mana kita berasal. Kita mau jalan dan terbang terus sampai ke langit baru bumi baru. Seperti seorang prajurit yang dikirim ke medan perang, ia tidak pernah berpikir akan pulang kembali, sebab mungkin 

peluru musuh akan merobek dada dan mengakhiri nyawanya, tapi dia mengabdikan dirinya untuk negaranya atau rajanya. 

Padahal, sang raja yang tidak pernah buat apa-apa untuk sang prajurit. Lalu apa yang sudah kita lakukan selama ini untuk Tuhan Yesus yang telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita? Pengabdian apa yang sudah kita buat? Jangan sampai kita kehilangan kesempatan untuk melayani Raja di atas segala raja, sebab itu adalah suatu kehormatan. Ketika kita nanti bertemu dengan Tuhan Yesus yang menjadi Raja di Kerajaan Allah, kita akan sangat bersyukur dan beruntung karena kita telah menyerahkan hak kita untuk kepentingan Maha Raja kita. Kita akan duduk bersama dengan Tuhan dalam kemuliaan.