Kita yang memiliki anak, tentu kita tahu siapa anak yang setia dan mengasihi orang tua. Sebagai atasan atau pimpinan kita juga tahu siapa anak buah yang loyal dengan tulus, setia kepada kita sebagai pimpinan, dan yang menghormati kita sebagai pemimpin. Demikian pula Tuhan, Ia tahu dan merasa siapa anak-anak-Nya yang sungguh-sungguh menghormati Dia. Allah tahu karena Allah dapat merasakan siapa anak-anak-Nya yang mengasihi Dia dengan tulus, menghormati diri-Nya dengan tulus, yang sungguh-sungguh loyal kepada-Nya. Maka, karena Allah memiliki perasaan, mengapa kita tidak berusaha menyentuh perasaan Allah dengan sikap, dengan langkah-langkah kita yang positif? Mengapa kita tidak mengukur, apakah tindakan kita dirasakan Allah sebagai kesetiaan, loyalitas dan kecintaan yang tulus kepada-Nya?
Tidak ada kehidupan di luar Tuhan, tidak ada kebahagiaan di luar Tuhan; hanya di dalam Tuhan ada kebahagiaan, hanya di dalam Tuhan ada kehidupan. Dan Dia bukan suatu benda yang tidak berperasaan, Dia adalah Pribadi yang berperasaan. Mengapa kita tidak berusaha untuk memiliki langkah-langkah yang konkret, yang sengaja kita lakukan untuk bisa menyukakan hati Allah? Sehingga Allah tahu bahwa kita ini loyal terhadap-Nya, kita ini mengasihi Dia dan Allah menikmati loyalitas, menikmati cinta kita kepada-Nya. Jangan menjadi anak yang berhati busuk, yang tidak memiliki loyalitas, yang hanya mau mengeksploitasi, yang hanya mau memanfaatkan, yang hanya mau memperalat dan memperbudak Allah.
Mari kita menjadi anak-anak Allah yang loyal, yang setia dengan tulus, mengabdi dalam ketulusan dan kemurnian hati, melayani dan memberi hidup bagi Tuhan, bukan karena supaya kita diberkati, melainkan karena kita sudah diberkati, sudah menjadi anak-anak Allah dan kita ada di dalam pemeliharaan Allah yang sempurna, penjagaan Allah yang sempurna. Di dalam Dia ada jaminan yang dapat dipercaya dan sempurna. Karenanya kita tidak meragukan kasih, pemeliharaan Allah, tidak boleh meragukan setitik pun kesetiaan Allah kepada kita. Kita yang harus meragukan kesetiaan kita sendiri terhadap Allah.
Jangan meragukan kesetiaan Allah kepada diri kita, tapi sebaliknya, kita yang harus meragukan dan mencurigai diri kita sendiri; jangan-jangan kita tidak tulus atau belum tulus kepada Tuhan. Jangan-jangan dalam kegiatan pelayanan kita masih memiliki agenda sendiri. Kita punya perusahaan di dalam perusahaan, kita punya kerajaan di dalam kerajaan. Kita punya kerajaan sendiri di dalam Kerajaan Surga. Dan sering tanpa sadar, kita mengorbankan Kerajaan Allah, ini adalah suatu kebodohan. Tetapi mari kita tulus mengabdi kepada Tuhan tanpa menuntut apa pun, karena kita telah menerima banyak hal dan kita akan terpelihara dengan sempurna. Yang kita lakukan adalah bagaimana kita bisa menyenangkan Dia dalam segala hal, bisa menyenangkan Tuhan dalam segala perkara.
Untuk itu, mari kita belajar memperlakukan Allah sebagai Pribadi yang hidup, sebagai Pribadi yang berperasaan, sampai kita punya dinamika hidup. Dengan sendirinya kita memiliki irama memperlakukan Allah sebagai Pribadi yang hidup dan berperasaan. Dengan demikian kita akan tercengkerami oleh hati yang takut akan Dia, hati yang menghormati Dia, hati yang tidak ingin melukai Dia. Ternyata itu perlu kita latih. Jadi bisa dimengerti bahwa ilmu teologi yang kita pelajari tidak membangun perasaan takut akan Allah secara proporsional. Dan kalau kita juga mengamati kehidupan orang-orang yang belajar teologi, yang pintar bicara, yang cakap bicara, juga tidak memiliki perasaan takut sebagaimana seharusnya memiliki hati yang takut akan Allah.
Kita setuju bahwa kita harus berteologi dan berteologi dengan benar. Tetapi lebih dari berteologi, kita harus punya pengalaman dengan Allah; berteologi lewat pengalaman hidup. Pikiran diisi dengan pengetahuan, tetapi perasaan diisi dengan pengalaman. Yaitu lewat persekutuan dengan Tuhan dalam doa, meditasi, merenungkan Tuhan di sepanjang waktu hidup, menghayati Allah yang hidup, membangun perasaan takut akan Allah, sikap hormat yang sepatutnya kepada Allah. Ayo kita berlomba, bagaimana kita menjadi orang yang dirasakan Tuhan bahwa kita loyal kepada-Nya, kita setia kepada-Nya, kita mencintai Dia dan Allah menikmati loyalitas, menikmati cinta dan hormat kita kepada-Nya.
Adalah kebahagiaan kalau kita menjadi seperti bunga yang harum, seperti simfoni yang indah yang didengar oleh Tuhan. Ingat, kita hidup hanya satu kali. Dan satu kali ini untuk kekekalan. Jadi selama kita hidup yang sekali untuk kekekalan ini, kita bersungguh-sungguh menjadi orang yang benar-benar dapat dinikmati oleh Allah. Berdoalah untuk itu agar kita menjadi anak yang dapat dinikmati Tuhan.