Skip to content

Berkat Tuhan

Firman Tuhan mengajarkan agar kita mengucap syukur dalam segala hal. Efesus 5:20 mengatakan, “Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita, Yesus Kristus, kepada Allah dan Bapa kita.” Memang mudah kita berkata, “Mari kita bersyukur kepada Tuhan” tetapi sebenarnya mengucap syukur itu tidak mudah. Karena, sering kita menghadapi kenyataan-kenyataan hidup di mana kita sulit untuk mengucap syukur. Kita merasa malang atau bernasib buruk. Khususnya bagi yang belum dewasa rohani, bahkan disertai persungutan “Mengapa begini, mengapa begitu?” 

Tidak jarang Tuhan juga dipersalahkan. Karena Tuhan tidak bisa diomeli, yang diomeli pendeta. Tidak berani mengomeli Tuhan langsung, tetapi mengutarakan itu kepada pendeta. Sebenarnya marah kepada Tuhan, sehingga meminta pertanggungjawaban dari hamba-Nya, sebab dianggap sebagai wakil Tuhan. Memang terkadang ada saat-saat di mana kita tidak bisa bersyukur karena keadaan yang susah. Apalagi kalau dilanda masalah yang berlarut-larut, tidak ada jalan keluar, dan rasanya masalah itu akan terus menghimpit dan tidak pernah bisa lepas dari hidup kita. Terutama jika masalah itu menyita pikiran dan perasaan kita, mengancam kita. Baik mengancam ekonomi, kesehatan, atau nama baik kita. Sulit kita bersyukur dalam kondisi seperti itu. Kita dilukai, dikhianati oleh orang dekat, saudara, atau pasangan hidup. Tentu rasa sakitnya luar biasa. 

Dalam kondisi masalah ekonomi berlarut-larut, sulit kita mengucap syukur. Tetapi firman Tuhan tidak kompromi. Hendaknya kita berkata: “Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu.” Bagaimana kita bisa mengucap syukur? Hendaknya benar-benar kita renungkan, terima, dan praktikkan. Yang pertama, ingat siapa kita dulu. Kalau misalnya hari ini kita memiliki kondisi ekonomi yang bermasalah, ingat siapa kita dulu. Dulu kita tidak punya apa-apa, bukan siapa-siapa juga. Kalau hari ini dompet tipis, rekening saldonya sedikit, ya sudah, dulu juga tidak punya apa-apa. Harus kita ingat, siapa kita dulu. Jikalau bukan Tuhan yang menolong, bukan Tuhan yang membela, pasti kita sudah binasa. Tidak ada seperti sekarang ini. 

Kalau kita ada sebagaimana kita ada, itu semua karena kemurahan Tuhan. Dulu kita tidak punya apa-apa, bukan siapa-siapa. Sekarang kita menjadi seperti hari ini, sepatutnya kita sangat merasa bersyukur. Ini akan memberi kekuatan kepada kita. Jangan lupakan siapa kita ini. Kita melihat prinsipnya Ayub. Ayub bisa tahan begitu hebat dalam menghadapi tantangan. Dia punya satu pernyataan di Ayub 1:21, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku. Dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil.” 

Tidak ada yang dapat kita genggam. Kita diberkati dengan kebenaran bahwa kita datang tidak membawa apa-apa, juga kembali tidak membawa apa-apa. Apakah itu suami, anak, atau siapa pun. Kalau punya anak lalu anak tidak nurut, tidak dengar-dengaran, bahkan mendurhaka seakan-akan tidak pernah dilahirkan dari rahim Ibunya, ya sudah, yang penting dia sudah memenuhi tugas sebagai Ibu yang baik. Kita jadi merdeka. Kalau ada di antara kita yang sedang di-bully, dihina, kehormatan kita diinjak-injak, ya sudah. Karena kita datang ke dunia juga tanpa kehormatan, dan dulu pun kita juga tidak terhormat. Kita percaya bahwa yang merendahkan diri, akan ditinggikan. Tetapi kalau meninggikan diri, akan direndahkan. 

Itu yang pertama, yaitu supaya kita bisa mengucap syukur. Kalau Tuhan memberikan kita keadaan seperti hari ini, itu semua berkat Tuhan. Jadi kita jangan tidak tahu diri. Sudah punya sekian, masih saja bersungut-sungut. Dulu kita tidak punya apa-apa. Sekarang misalnya kita punya 100, hilang 40, lalu kita marah-marah. Dulu kita tidak punya apa-apa, bahkan mungkin minus. Jadi, keadaan kita hari ini bukan berarti sebuah kemalangan atau sesuatu yang patut membuat kita bersungut-sungut. Tetap harus kita syukuri, dengan mengingat siapa kita dulu dan apa yang ada pada kita. Sementara sekarang, Tuhan sudah begitu banyak memercayakan berkat-Nya meskipun tidak seperti standar yang kita inginkan.

Yang kedua, mungkin kita terlahir sebagai orang mampu, atau sebagai orang terhormat, namun sekarang keadaan kita tidak seperti waktu itu. Apakah kita bersungut-sungut dan marah? Tentu jangan. Jangan membandingkan diri kita dengan keadaan pada waktu kita nyaman, ada kelebihan, kaya. Tetapi, coba bandingkan diri kita dengan orang lain. Kemungkinan, keadaan kita bisa lebih buruk kalau Tuhan tidak menolong. Mungkin kita dulu punya punya 100, sekarang tinggal punya 50 atau tinggal 40. Coba lihat, orang lain yang hanya punya 10, 5, 2, bahkan minus. Kalau Tuhan tidak pelihara kita, mungkin yang kita miliki (minus) -100. Jadi, jangan kita bersikap kurang ajar terhadap Tuhan. 

Bagaimanapun keadaan kita hari ini, semua adalah berkat Tuhan.