Skip to content

Berkat Abraham

 

Efesus 2:12-13

“Bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus, kamu yang dahulu jauh, sudah menjadi dekat oleh darah Kristus.” ”

Kalau kita melihat jejak Abraham, ia membawa serta keponakannya, Lot. Gembala Abraham dan gembala Lot berkelahi. Lot tidak mau mengalah, Abraham yang mengalah, “Kamu ke kanan, saya ke kiri. Kalau kamu ke kiri, saya ke kanan. Kau pilih sekarang, daerah mana yang subur.” Abraham selalu mengalah, karakter yang luar biasa. Maka kalau mengaku jadi anak Abraham itu, karakter kita juga harus seperti Abraham; mengalah. Sebagai anak-anak Abraham, kita akan dibawa terus kepada kehidupan yang sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Makanya harus jadi Israel dulu, baru selamat. Jadi anak Abraham dulu, baru selamat. Kalau perilaku Abraham saja tidak dikenakan, bagaimana mau sempurna seperti Yesus? Tidak bisa. Makanya kalau sekarang orang bicara soal berkat Abraham di mana fokusnya adalah berkat-berkat jasmani, itu sudah menyesatkan sekali. 

Berkat Abraham adalah keselamatan dalam Yesus Kristus, itu yang utama. Tapi sebelum mengalami keselamatan dalam Yesus Kristus, belajar perilaku Abraham, bapa orang percaya. Ini model percayanya. Kalau percaya kita sudah sekelas Abraham, bersedia melakukan apa pun yang Allah kehendaki, baru kita digiring terus menjadi orang yang sempurna seperti Bapa dan memiliki pikiran, perasaan Kristus. Di zaman itu, Abraham itu belum memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Kalau Abraham punya pikiran dan perasaan Kristus, dia tidak akan punya banyak gundik. Tetapi kelebihan Abraham satu: dia taat apa pun yang Allah perintahkan. Ini yang mesti dimiliki. Lalu isi percayanya bertumbuh terus sampai seperti Yesus Kristus, melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. 

Jadi, untuk menerima anugerah keselamatan, seseorang harus menjadi anak-anak Abraham dahulu. Artinya, memiliki kesediaan melakukan apa pun yang Allah perintahkan. Itu dulu. Bersedia, tidak? Kalau tidak, jangan jadi Kristen. Sebab Tuhan pun sudah menetapkan suatu syarat, “Jual segala milikmu. Lepaskan segala sesuatu.” Tapi sekarang diganti dengan begini, “Tuhan, Aku percaya pada-Mu, Engkau Tuhan dan Juru Selamat. Tidak usah macam-macam, saya percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Titik” “Tidak bisa,” kata Tuhan. “Kalau engkau mengaku Aku sebagai Tuhan dan Juru Selamat, jual segala milikmu, bagikan kepada orang miskin. Jangan punya ikatan-ikatan dunia. Bersedia melakukan apa pun yang Dia perintahkan.” Menjual segala milik, membagikannya kepada orang miskin, tidak ada hukumnya. “Tapi kalau kamu mau menjadi umat-Ku, kamu harus bersedia melakukan apa yang Kuperintahkan, seperti yang dilakukan Abraham.”

Pada zaman Yohanes Pembaptis, banyak orang Yahudi yang sebenarnya tidak memiliki kualifikasi sebagai anak-anak Abraham. Tapi mereka tidak menyadari. Kulitnya Yahudi, dalamnya kafir. Maka, Yohanes Pembaptis berkata, “Bertobat dan beri dirimu dibaptis.” Dengan kata lain ia berkata, “Kamu itu kafir. Kulitmu itu Yahudi, kelakuanmu kafir, karena kamu tidak memiliki kesediaan untuk melakukan apa yang Allah inginkan, yaitu seperti yang dilakukan Abraham.” Maka, mereka dibaptis. Ini baptisan proselit, namanya. Yang mestinya hanya untuk orang non-Yahudi yang mau masuk agama Yahudi. Sekarang, orang Yahudi sendiri dibaptis. Ini suatu pukulan bagi mereka. Jadi, baptisan yang diserukan Yohanes Pembaptis itu merupakan tantangan; apakah mereka mau merendahkan diri menjadi anak-anak Abraham yang sejati atau tidak. Jadi, seakan-akan mereka selama ini bukan orang Yahudi. Tapi karena mereka percaya Yohanes Pembaptis berasal dari Allah, karena latar belakang imam Zakharia-Elizabet, banyak orang mau. Ini mempersiapkan jalan bagi Tuhan. 

Jadi, ketika mereka dibaptis, mereka bertobat, termasuk murid-murid-Nya, mereka punya kesediaan untuk melakukan apa pun yang Tuhan perintahkan. Jadi kalau Tuhan berkata, “Tinggalkan jalamu. Tinggalkan perahumu,” mereka tinggalkan. “Matius, tinggalkan meja cukaimu,” mareka tinggalkan. Tidak ada hukum yang meninggalkan perahu dan jala. Tapi, apa yang diucapkan Tuhan, harus dituruti dulu. Sebab, orang-orang ini nanti harus mempunyai pikiran dan perasaan Kristus. Itu anugerah keselamatan, intinya di situ. Pesan yang mau disampaikan Yohanes Pembaptis adalah agar mereka memiliki kemurnian hati, bersedia melakukan apa pun yang Allah kehendaki, seperti Abraham, baru mereka bisa menerima Injil. Kalau tidak, tidak akan pernah bisa. Kesediaan melakukan apa pun yang Tuhan perintahkan adalah syarat untuk menerima keselamatan. 

Sekarang, orang kalau sudah maju ke depan mengaku bertobat, dianggap sudah selamat. Pertobatan umum ini belum menjawab. Pertobatannya pun harus standar Allah. Apa standarnya? Kesediaan melakukan segala sesuatu yang Allah perintahkan. Baru itu sejati. Setelah begitu, baru Tuhan mau goyang ke mana, tekuk ke mana, baru bisa. Maka Lukas 14:33 mengatakan, “Jikalau kamu tidak melepaskan dirimu dari segala sesuatu milikmu, kamu tak dapat jadi murid-Ku. Kalau kamu tidak melepaskan segala milikmu, kamu tak dapat Kubentuk, tak dapat jadi murid-Ku.” Luar biasa. Jadi bukan hanya tidak melakukan pelanggaran moral umum, namun apa pun yang Allah inginkan, membahagiakan hati Bapa, kita harus bersedia. Walaupun belum tentu bisa dipenuhi. Ingat, yang mustahil bagi manusia, tidak mustahill bagi Allah. Jadi, kalau kita tidak memiliki kesediaan melakukan apa yang Allah perintahkan, maka kita tidak akan selamat.