Jangan kita menggenggam apa pun waktu menghadap Tuhan Yesus. Dan memang kita tidak bisa menyembunyikan apa pun dari-Nya. Hanya orang kudus yang sampai ke gunung kudus Tuhan. Jadi, untuk memiliki status yang berkenan atau bersih itu sulit sekali mengusahakannya. Kalau tidak diusahakan, ‘mati’ kita. Karena itu, sangatlah keliru kalau berbicara mengenai Abraham, orientasi berpikirnya pada berkat jasmani. Dari dulu, banyak pendeta dan gereja bicara mengenai berkat Abraham. Berkat Abraham untuk seluruh bangsa adalah Yesus, dan hidup Abraham menjadi model iman yang harus kita teladani. Jika kita mau menjadi orang percaya yang benar dan bisa dikategorikan sebagai anak-anak Abraham—yang juga berarti Israel rohani—maka kita harus memiliki basis berpikir seperti Abraham. Jika tidak, berarti kita tidak layak disebut anak-anak Abraham, yang terkait dengan status anak-anak Allah.
Tidak ada orang Kristen yang bisa menjadi anak-anak Allah tanpa menjadi anak-anak Abraham, dan tidak seorang pun bisa jadi anak-anak Abraham kalau tidak punya iman seperti yang diteladankan oleh Abraham. Ini sama dengan: kita tidak bisa menjadi warga anggota keluarga Kerajaan kalau tidak eksklusif menjadi Israel rohani. Efesus 2:11-13 mengatakan, “ Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu—sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya “sunat,” yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia—bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh,” sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus.”
Orang Manado, Jawa, Tionghoa disebut sebagai orang-orang yang tidak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya sunat yaitu orang Yahudi. Mereka merasa dirinya tidak kafir, sedangkan orang-orang di luar Yahudi digolongkan sebagai kafir karena tidak disunat, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia. Tanpa Kristus Juru Selamat, kita tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan. Kita tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. Tetapi sekarang, kita yang dahulu jauh menjadi dekat oleh darah Kristus dan menjadi Israel-Israel rohani. Jadi, orang tidak bisa menjadi anak-anak Allah kalau tidak menjadi anak-anak Abraham. Anak Abraham itu Israel, tapi kita bukan Israel jasmani, kita adalah Israel rohani.
Kita tidak bisa jadi anak-anak Abraham kalau tidak berkelakuan seperti Abraham; dalam konteks ini, berbasis dunia yang akan datang. Di Lukas 19:9, Yesus mengatakan, “Hari ini telah terjadi keselamatan pada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham.” Anak Abraham itu dari apanya? Dari imannya. Bukan karena Zakheus itu orang Yahudi. Sebab sekalipun dia Yahudi, namun keyahudiannya tidak diakui, karena kelakuannya bukan kelakuan Yahudi. Dia malah berkhianat kepada bangsanya, dengan menjadi pemungut cukai. Akan tetapi, begitu dia membagi hartanya separuh kepada orang miskin, dan mengembalikan empat kali lipat milik orang yang pernah dia peras disanalah Zakheus kehilangan nyawa. Dia kehilangan kehidupan dan kesenangan di dunia. Zakheus memilih Kerajaan Surga. Saat itulah dia dikatakan sebagai anak Abraham, sebab fokusnya telah berubah ke arah dunia akan datang.
Tindakan Zakheus berbeda dengan orang kaya yang katanya ingin hidup kekal (Mat. 19:21-23), tetapi dia tidak mau menjual seluruh miliknya dan membagikannya kepada orang miskin. Kenapa? Sebab dia mau menikmati hidup seperti anak-anak dunia. Padahal dia orang beragama. Dari sini kita bisa lihat kalau orang beragama masih bisa berpijak pada dua basis. Sekalipun menurut kacamata agama, dia adalah orang saleh, tetapi ia tidak bisa ikut Yesus. Karena kalau ikut Yesus, kita harus berbasis pikir seperti Yesus yang menolak kemuliaan dunia yang ditawarkan iblis. Itulah sebabnya Yesus berkata, “Barangsiapa tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, ia tidak dapat jadi murid-Ku” (Luk. 14:33). Selama seseorang masih berbasis pada dunia di bumi ini, ia tidak akan bisa ikut Yesus. Memang dia tetap bisa beragama, tapi bukan pengikut Yesus. Nanti tunggu saja waktu dia mati, pasti gemetar. Banyak orang sombong, tidak mengerti kelakuannya tidak berkenan, mereka bukan orang jahat, orang baik, bahkan aktivis gereja, pendeta, namun masih berbasis pada dunia hari ini.