Kita diajar untuk melihat realitas. Namun banyak orang hidup dalam mimpi, bagaimana mereka mengisi hari hidupnya dari satu kesenangan ke kesenangan yang lain, dari satu hobi ke hobi yang lain, dari satu kesibukan ke kesibukan yang lain, tanpa mengerti, dan mungkin juga tidak mau mengerti bahwa dirinya ini adalah makhluk kekal dimana kematian tidak membuat manusia kehilangan kesadaran. Justru kematian membuat manusia akan mengalami kesadaran kekal. Tuhan bisa mengingatkan orang-orang tertentu untuk melihat realitas ketika mengalami penyakit yang tidak dapat disembuhkan, kecelakaan, jatuh miskin dan masalah lainnya. Dimana pada saat itu orang baru melihat realitas hidup bahwa hidup bukanlah mimpi. Hidup adalah perjuangan.
Tetapi itu sebenarnya belumlah seberapa—kalau hanya kegagalan dalam bisnis, karier, jatuh miskin, sakit—jika dibanding dengan kenyataan ketika seseorang ternyata harus meninggal dunia dan berdiri di hadapan pengadilan Tuhan dimana dia harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang dia lakukan selama dia hidup. Mungkin ada orang yang berkata, “Tidak ada orang yang memberitahu saya. Kalau saya tahu begini bakalan keadaannya, saya pasti akan mengisi hari hidup saya dengan baik.” Tetapi terlambat. Orang boleh beralasan apa pun, tetapi saat sudah menghadap pengadilan Tuhan, suka tidak suka, dia harus mempertanggungjawabkan.
Hari ini, sedikit sekali, hampir tidak ada gereja yang serius mengingatkan manusia mengenai realitas ini. Akibatnya Tuhan pun hanya menjadi sekadar teori, bukan sebuah realitas yang dialami. Oleh sebab itu, kita mau memiliki satu langkah yang mungkin agak janggal atau langka dilakukan, yaitu jadikanlah seolah-olah realitas kematian akan terjadi di depan kita hari ini atau besok. Dan sesungguhnya, hal itu memang pasti terjadi. Sebagaimana kita datang sendiri, maka kita akan kembali sendiri lagi. Tiada yang dapat kita genggam. Tuhan sendiri mengajarkan kepada kita, “Berjaga-jagalah!” Sikap berjaga-jaga artinya selalu dalam keadaan siap jika dimintai pertanggungjawaban. Orang yang berjaga-jaga adalah orang yang selalu siap menghadap Tuhan, kapan pun waktunya.
Coba kita lakukan ini, sebab hal ini tidak akan merusak atau mengurangi etos kerja kita sebagai mahasiswa, pegawai, pengusaha, ibu rumah tangga. Sebab ketika kita menarik hal ini seakan-akan ada di depan mata kita, justru kita bisa menjadi tidak ceroboh. Kita akan berhati-hati dalam hidup. Akan tetapi, masalahnya banyak orang yang sudah menahun hidupnya melewati hari, minggu, bulan, tahun yang panjang seakan-akan semua serba lancar, sehingga ia menjadi tidak berhati-hati. Apalagi kalau sudah dijejali dengan doktrin yang salah, pengajaran firman yang keliru, maka dia tidak memikirkan hal ini sedikit pun.
Kalau sejak dini seseorang tidak berhati-hati, maka bejana hatinya—yang mestinya diisi dengan kebenaran—diisi oleh perkara-perkara dunia. Sampai dalam level atau taraf tertentu, ia tidak bisa lagi menerima kebenaran karena ruangan atau wilayah hatinya sudah dipenuhi dengan berbagai selera, hasrat, nafsu dunia. Maka, sedini mungkin seseorang itu harus berjaga-jaga. Sebab hidup kita di dunia ini sebenarnya hanya tempat persiapan menuju kekekalan. Hidup yang sesungguhnya bukan hari ini. Allah menciptakan bumi ini sebenarnya bukan untuk sesaat, melainkan untuk abadi.
Pada mulanya manusia pun juga tidak diciptakan untuk mati. Tetapi karena kejatuhan manusia ke dalam dosa, manusia harus dimatikan dulu. Dan itu menjadi solusi bagi manusia supaya nanti punya kesempatan lagi pada hari kebangkitan. Dan mestinya hal ini menjadi pokok utama pemberitaan Injil. Namun, sudah hilang hari ini. Paulus berkata bahwa ia berkeadaan menderita dalam menginjil hanya demi kebangkitan dan pengharapan kehidupan yang akan datang. Milikilah posisi ini walaupun sangat langka dipilih orang.