Dalam Yohanes 17:20-21 dikatakan, “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” Kalau kita mengingini dunia, berarti kita tidak satu chemistry dengan Tuhan Yesus. Ketika Tuhan Yesus ditawari untuk memiliki dunia, Yesus menolak dan berkata, “Kamu harus menyembah Tuhan Allahmu dan hanya kepada Dia saja kamu berbakti,” menyembah artinya memberi nilai tinggi Allah; yang sama dengan kita harus menganggap dan bisa menghayati bahwa Dia penting, bahwa Dia yang utama. Apa yang memikat hati akan menjadi berhala yang kepadanya kita akan menyembah dan mengabdi.
Pertanyaannya, kepada siapa kita hari ini menyembah? Yang kita anggap penting, bernilai tinggi, dan kita memberikan hidup kita kepadanya, yang dikatakan dalam Lukas 4:8 itu sebagai menyembah. Jangan sampai seperti orang kaya di Lukas 16, ketika mati baru menyadari kehausan itu. Dia berseru kepada Lazarus di pangkuan Abraham, “Bapa Abraham, suruh Lazarus untuk mencelupkan ujung jarinya guna mengisi kehausan yang ada padaku, untuk menyejukkan lidahku.” Orang kaya ini tidak menyadari kehausan kudus yang harus dia miliki karena ia selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Tidak salah punya uang banyak, punya jubah ungu dan kain halus, tapi jangan memberhalakan.
Dunia dengan segala hiburannya telah membutakan mata pikiran kita dan merusak selera rohani kita. Hal itu terjadi kepada banyak orang percaya, temasuk kita dan juga para pendeta, di mana kita ada dalam kebodohan dan kesalahan itu selama bertahun-tahun. Dan untuk keluar dari ikatan dunia ini, begitu sulit. Tapi, kita harus terus berusaha untuk keluar, kita harus berjuang secara maksimal. Kita harus mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh. Seperti yang dikatakan Yesus, “Berjuanglah memasuki jalan sempit, karena banyak orang berusaha, tapi tidak masuk.” Pernyataan Tuhan Yesus itu menjawab ketika orang bertanya, “Sedikit sajakah orang yang masuk surga?” Maka setiap hari kita harus serius memandang Tuhan.
Tingkat kerusakan hidup kita tinggi alias parah. Karenanya, setiap hari kita perlu perbaikan, perlu pembaruan dengan ketekunan yang kuat. Ironis, kalau kita tidak menyadari bahwa suatu saat nanti setiap orang akan berdiri di hadapan takhta pengadilan Allah. Kita tidak menganggap Tuhan penting, dan ini nampak dari cara bicara dan sikap kita. Teringat akan perkataan Tuhan Yesus, “Wahai, betapa baiknya kalau kamu mengerti apa yang mendatangkan damai sejahteramu.” Yesus mengatakan ini terkait dengan hancurnya Yerusalem, karena 40 tahun kemudian setelah Yesus mengucapkan ini, runtuhlah Yerusalem dengan begitu tragis.
Hari ini mungkin kita tidak dapat membayangkan betapa mengerikan ketika kita ada di hadapan takhta pengadilan Allah jika kita tidak benar-benar berkeadaan menjadi mempelai Kristus. Kita tidak serupa dengan Yesus, tapi serupa dengan dunia. Unsur diri kita adalah unsur dunia, bukan unsur rohani. Dan kita tidak tahu bahwa memperbaiki kerusakan ini memerlukan ketekunan setiap hari. Tapi kalau kita mengasihi Tuhan, kita berjuang, kita bisa. Pertanyaannya, mengapa kita tidak bertobat sungguh-sungguh? Mengapa kita masih mengisi hari dengan kesenangan-kesenangan? Apa artinya semua itu? Jangan sombong, jangan terikat dunia; apakah itu uang, harta, pangkat, gelar, atau apa pun.
Mari kita mencari Tuhan, sampai kita menemukan kehausan itu. Ketika itulah kita baru tahu betapa pentingnya Tuhan untuk jiwa kita. Bukan karena kita punya masalah atau kebutuhan jasmani. Masalah kita yang sesungguhnya adalah kehausan jiwa, kosongnya jiwa kita yang hanya bisa diisi oleh Tuhan. Tuhan merasakan ketika kita haus akan Dia, dan serius mengatakan, “Aku memerlukan Engkau, Tuhan, lebih dari napas dan darah di tubuhku. Engkau lebih berharga dari nyawaku.” Tuhan merasa, lalu Tuhan berkata, “Engkau kekasih-Ku. Di mana Aku ada, kamu ada.”
Melewati malam panjang, melewati bangun pagi setiap hari, kita mencari Tuhan untuk membuktikan Dia riil, Dia nyata, Dia bukan fantasi. Jangan sampai kita meninggal dan tidak pernah punya kehausan ini. Lalu baru berkata, “Ternyata, Engkau yang kubutuhkan,” terlambat! Kita mesti berkata itu sejak kita ada di bumi, hari ini. Jika kehausan akan Allah sungguh-sungguh kita miliki, dan kita diisi oleh Tuhan, maka kepentingan kita hanya satu, yaitu melayani Tuhan. Melayani Tuhan, pada intinya adalah melayani perasaan Tuhan melalui segala sesuatu yang kita lakukan. Sejatinya, melayani Tuhan itu bukan ajakan, melainkan sebuah irama natural yang otomatis kita miliki ketika kita merasakan kebutuhan akan Tuhan yang memenuhi jiwa kita.