Skip to content

Berhadapan Langsung

 

Dalam beberapa peristiwa untuk urusan yang penting, kita meminta staf untuk menyampaikan pesan kepada seseorang, namun kadang kita merasa kurang sejahtera kalau belum berhubungan langsung dengan orang tersebut. Untuk hal penting, hal itu harus dilakukan. Namun pernahkah kita berpikir bahwa kita harus berhadapan langsung dengan Tuhan? Apakah doa kita benar-benar sudah didengar? Apakah Tuhan berkenan atas permintaan kita, atau Tuhan tidak berkenan atas permintaan itu? Pernahkah kita sungguh-sungguh mau mengetahui apa penilaian Tuhan terhadap kita? Kalau untuk hal lain, untuk masalah apa pun, bisa tidak prinsip, bisa dianggap bukan sesuatu yang fundamental, yang penting atau prinsip. Namun, beda dengan Tuhan. 

Mestinya kita percaya bahwa seluruh kebutuhan kita itu terjawab di dalam Dia, apa pun. Baik semua kebutuhan kita di bumi ini, dan nanti terutama di kekekalan yang tidak bisa dijawab atau tidak bisa dipenuhi oleh siapa pun. Setiap kita harus benar-benar, bukan saja yakin mengenai Tuhan, melainkan tahu mengenai Tuhan. Benar-benar tidak ada unsur untung-untungan, mudah-mudahan, kiranya, atau sebuah spekulasi. Kalau untuk urusan kekekalan kita harus sungguh-sungguh memiliki kepastian. Dan itu bisa kita peroleh kalau kita sungguh-sungguh berhadapan langsung dengan Tuhan, berinteraksi langsung dengan Tuhan. 

Salah satu ciri keberagamaan adalah dominasi tokoh, peran tokoh, seakan-akan tokoh ini yang menentukan relasi, koneksi, hubungan kita dengan Allah; dominan dan mutlak. Padahal di dalam kekristenan, kita hanya punya satu Pengantara yang bisa membuat kita berhadapan langsung dengan Allah semesta alam yang menciptakan langit dan bumi dan yang menciptakan kita, yaitu Yesus. Dalam kitab Ibrani dikatakan bahwa Dia menjadi Imam Besar yang menjadi pengantara Perjanjian Baru. Kalau Perjanjian Lama, umat tidak bisa berinteraksi langsung dengan Allah, hanya melalui imam. Dan imam pun menjumpai Allah hanya satu tahun sekali. Tetapi kita memiliki Imam Besar, yaitu Yesus, yang dalam Ibrani 4:14 dikatakan, “Yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah.” 

Jadi, kita bisa langsung bertemu dengan Allah Bapa. Itulah sebabnya dalam Yohanes 14:6, Yesus berkata: “Akulah jalan, kebenaran, dan hidup. Tidak seorang pun datang atau sampai kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Jadi, semua kita bisa menjumpai Allah. Namun, jangan berharap kita bisa menjumpai Tuhan ketika waktu untuk menjumpai Dia sudah habis. Tuhan berfirman, “Carilah Aku selama Aku berkenan ditemui.” Jadi, ada saat di mana Allah tidak berkenan ditemui. Pejabat tinggi, pimpinan, atasan, orang terhormat di bumi ini saja kadang kalau sudah tidak mau ditemui, tidak ada yang bisa mengatur dia. Apalagi Tuhan Allah semesta alam. Sejatinya, begitu banyak waktu yang Tuhan sediakan, tidak terbatas. Selama jantung kita masih berdetak, dan nadi kita masih berdenyut, masih ada napas, kita bisa menjumpai Tuhan kapan pun, di mana pun. 

Berilah waktu setiap hari minimal 30 menit untuk bertemu dengan Tuhan. Nantinya 30 menit akan terasa kurang. Namun, banyak orang Kristen telah dibutakan oleh pengajaran yang semua hanya menggunakan nalar, pikiran, dan tersistematis dalam dogmatika. Percaya Yesus, selamat. Kalimat itu bisa tidak salah. Tapi, percaya itu apa? Bagaimana kita bisa dikatakan percaya tanpa perjumpaan dengan Pribadi yang kita percayai? Bagaimana keyakinan itu menyelamatkan, jika itu sesuatu yang bertalian dengan perasaan Subjek, dalam hal ini perasaan Allah? Di dalam Matius 7:21-23, Tuhan Yesus berkata, “Percuma kamu memanggil Aku ‘Tuhan-Tuhan. Percuma, tidak ada artinya. Tetapi yang melakukan kehendak Bapa.” Bagaimana orang bisa melakukan kehendak Bapa tanpa mengalami perjumpaan dengan Dia? 

Maka kita harus terbang tinggi sampai menyentuh hadirat Allah, sampai kita masuk terus ke dalam pikiran dan perasaan-Nya, tentu yang terkait dengan hidup kita. Ini tidak bisa dikalimatkan, tapi bisa dirasakan. Bagaimana kita terus memandang Tuhan, masuk hadirat-Nya, dan berusaha mengerti hati, pikiran dan perasaan Tuhan, dan berkata: Tuhan, beri aku mengerti kehendak-Mu untuk kulakukan, rencana-Mu untuk kupenuhi. Apa yang kita andalkan? Kenapa kita tidak mencari kepastian dengan mengalami perjumpaan langsung dengan Tuhan? Terbukti, banyak orang yang belajar teologi namun tidak menjumpai Tuhan, maka ketika mereka berkhotbah, tidak membuat orang lain terdorong untuk menjumpai Tuhan, karena dia sendiri tidak menjumpai Tuhan. Siapa pun kita yang hari ini tidak mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, dipastikan kita akan sangat menyesal. Penyesalan itu akan terekspresi dalam ratap tangis dan kertak gigi. Coba bayangkan, kita ada di saat di mana kita tidak diperkenan menjumpai Allah, betapa mengerikan keadaan itu.