Skip to content

Berdamai dengan Pemilik Kehidupan

Bapa di surga hadir bersama dengan kita di dalam seluruh perjalanan hidup kita setiap saat, di mana pun. Maka, pertama, kita tidak boleh mengucapkan kata-kata yang sembarangan, apalagi bagi seorang pengkhotbah. Dalam canda, keramahtamahan, apa pun yang diucapkan harus dalam perkenanan Tuhan. Sebab menjadi juru bicara Tuhan di mimbar harus dimulai dari menjadi juru bicara Tuhan setiap hari. Sebelum berbicara kepada jemaat, dia harus berbicara kepada istri, anak-anak, orangtua, tetangga, famili, dan Roh Kudus pasti menuntunnya untuk berbicara. Roh Kudus menuntun dalam segala hal, sehingga kita mengerti apa yang patut diucapkan dan apa yang tidak patut diucapkan. Kedua, segala sesuatu kita lakukan untuk Tuhan.

Bagaimana untuk mencapai hidup yang berhasil? Jawabnya sederhana: berdamailah dengan Pemilik Kehidupan. Segala sesuatu yang kita lakukan, harus benar-benar untuk Tuhan. Kita tidak bisa mengekspresikan perasaan Tuhan di pelayanan, kalau kita tidak mengekspresikan perasaan Tuhan setiap hari. Hal itu harus terus kita latih agar kita bisa melakukannya. Semua yang kita latih, pasti bisa. Inilah cara mencapai sukses dalam melayani Tuhan. Bukan menjadi pendeta yang terkenal atau yang jemaatnya banyak. Itu bukan ukuran sukses! Ukurannya yaitu kita bisa mengekspresikan perasaan Tuhan dalam kehidupan setiap hari, juga di pelayanan gerejawi.

Hidup kita bisa sukses—dalam perspektif Tuhan—yang akurasi atau ketepatannya sempurna, kalau kita berdamai dengan Pemilik Kehidupan. Tidak mudah berdamai dengan Pemilik Kehidupan, karena Allah tidak kelihatan. Kehendak-Nya memiliki standar yang sangat tinggi; standar kekudusan yang sangat tinggi. Sementara kita adalah manusia yang hidup di bawah hukum dosa. Bukan sekadar hukuman dosa; melainkan hukum dosa, yaitu kecenderungan tidak melakukan kehendak Allah atau kemelesetan, ketidakmungkinan untuk bisa tepat. Tidak mudah, tetapi semua yang kita perjuangkan dengan sungguh-sungguh, kita latih, itu bisa. Sama seperti orang yang belajar musik, naik sepeda, mengendarai mobil, semua dimulai dari kesulitan. Tetapi lambat laun, akan menjadi mudah.

Allah memungkinkan kita untuk hidup dalam perdamaian dengan Dia. Jangan hanya teori secara sistematika teologi yang mengatakan, “Yesus mati di kayu salib, mendamaikan kita dengan Allah.” Lalu kalau orang mengerti dan memercayai, otomatis telah berdamai. Setan telah merusak kekristenan yang sejati! Hal ini ada dalam kehidupan banyak orang, termasuk para teolog. Mengaku percaya bahwa Allah telah mengutus Putra-Nya, darah-Nya telah ditumpahkan untuk mendamaikan Allah dan manusia; dengan mengerti dan memercayai hal itu, sudah dinilai berdamai. Seperti kalau seseorang mengerti Yesus Tuhan dan Juruselamat, lalu mengakui dan memercayai, apakah berarti sudah selamat? 

Itu adalah penipuan dan penyesatan!  Kekristenan bukan di atas kertas atau sekadar di dalam alam pikiran dan keyakinan, melainkan dalam pengalaman hidup, perilaku, dan perjumpaan dengan Tuhan secara konkrit. Sekolah Alkitab bisa membuat orang memiliki pengetahuan tentang Allah, tetapi belum tentu membawa seseorang memiliki pengalaman dengan Allah. Pengalaman dengan Allah, perjumpaan dengan Allah, berbeda sekali dengan pengetahuan tentang Allah. Maka, kalau kita berdamai dengan Allah, Pemilik Kehidupan, kita menjadi istimewa di mata Tuhan. Apalah artinya yang lain? Tetapi kita harus berjuang. Berjuang mengenal Allah, bertemu dengan Dia dalam doa, hidup dalam doa dan puasa. 

Untuk berdamai dengan Allah, tentu kita harus membunuh keinginan-keinginan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah, tidak mengucapkan kata-kata yang tidak diperkenan Allah. Mungkin kita hampir terlambat, tetapi tidak perlu malu. Itulah fakta kehidupan di mana kita terus dalam proses belajar. Sekarang kita harus melihat apa yang Tuhan kehendaki. Apa yang menurut Tuhan senang, kita lakukan. Apa yang Tuhan kehendaki untuk kita ucapkan, kita ucapkan. Apa yang Tuhan tidak kehendaki kita ucapkan, jangan kita ucapkan. Memang, kalau irama kita sudah salah, maka betapa sulitnya diperbaiki. Tetapi kalau kita sadar akan kesalahan kita, dan mau berubah, kita berlatih, kita bisa melakukannya. 

Berdamai dengan Pemilik Kehidupan, bukan hanya secara teori kita mengerti dan mengakui. Yesus mati di kayu salib, memperdamaikan kita. Tetapi kita harus hidup di dalam kebenaran atau dalam doktrin yang benar itu. Berdamai bukanlah teori. Berdamai itu pengalaman. Sebab, Tuhan bukan secarik kertas yang di atasnya ada doktrin-doktrin tentang Tuhan. Dia Allah yang hidup yang harus dijumpai dan dialami. Karenanya, berurusan dengan Tuhan itu tidak mudah, karena Allah punya standar kekudusan yang tinggi. Tetapi kalau kita terus berlatih, Tuhan akan membukakan rahasia-rahasia kebenaran-Nya, memberikan kita kecerdasan rohani untuk bisa memiliki kepekaan terhadap pikiran, perasaan Tuhan, lalu kita membunuh keinginan-keinginan daging melalui peristiwa-peristiwa hidup yang Tuhan izinkan kita alami.

Hidup kita bisa sukses, kalau kita berdamai dengan Pemilik Kehidupan.