Skip to content

Belum Tentu Sepikiran

 

Matius 16:23

“Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus, ‘Enyahlah, Iblis! Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.’”

Ucapan Tuhan Yesus ini dilontarkan pada waktu Petrus mencoba mencegah Tuhan Yesus untuk pergi ke Yerusalem, sebab Tuhan menyatakan bahwa Dia akan mati di salib. Kita melihat bagaimana reaksi Tuhan Yesus di sini, “Enyahlah, Iblis! Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, tetapi yang dipikirkan manusia.” Ini ironis sekali. Padahal sudah lama Petrus bersama-sama dengan Tuhan Yesus, bahkan dalam sehari selalu bersama dua puluh empat jam. Tetapi Petrus tidak mengerti kehendak Tuhan, tidak memahami rencana dan pikiran Tuhan. Ini ironis. Dengan hal ini, kita dapat menyimpulkan bahwa orang yang secara fisik nampak bersama-sama dengan Tuhan belum tentu sepikiran dengan Tuhan. 

Jadi, bukan jaminan orang yang sudah pergi ke gereja setiap minggu, itu pasti mengerti kehendak dan rencana Tuhan, atau sepikiran dengan Tuhan. Belum tentu seorang aktivis jemaat atau bahkan pendeta sudah sepikiran dengan Tuhan. Dalam hal ini kita tidak bermaksud mendiskreditkan siapa pun. Namun dengan demikian kita mulai bertanya kepada diri kita sendiri. Di dalam perjalanan hidup kita ini, sudahkah kita sungguh-sungguh sepikiran dengan Tuhan? Ini sebenarnya sama dengan pertanyaan: apakah kita yakin bahwa semua orang yang datang ke gereja masuk surga? Kira-kira jawaban kita apa kalau ditanya seperti itu? Belum tentu, iya kan?! Apakah semua orang yang aktif dalam kegiatan gereja masuk surga? Apakah kita yakin semua pendeta pasti masuk surga? Juga belum tentu.

Sebab ternyata di akhir zaman Tuhan menunjukkan ada orang-orang yang sudah mengusir setan demi nama Tuhan Yesus (Mat. 7:21-23), tetapi ternyata tidak diakui. Tuhan berkata, “Aku tidak pernah mengenal kamu.” Sekarang, coba kita tujukan kepada diri kita sendiri. Kalau saat ini semua jemaat yang ada di gedung gereja meninggal, kira-kira masuk surga tidak? Ini yang penting. Kita jangan meragukan keselamatan dalam Tuhan Yesus, namun kita harus mencurigai keselamatan kita; “sungguhkah saya ini sudah selamat?” Dengan mengatakan ini, jangan juga kita menganggap kalau keselamatan itu sudah pasti atau dengan sendirinya selamat. Sebab keselamatan kita itu bukan karena kita yakin sudah selamat, tetapi harus benar-benar memiliki percaya yang menyelamatkan.

Namun tanpa disadari, banyak orang juga sering berpikir salah; “yang penting saya percaya kalau mati masuk surga.” Jangan hanya percaya kalau mati masuk surga. Kita harus sampai pada memiliki percaya yang benar, yakni percaya yang diekspresikan dengan perbuatan. Sebab iman tanpa perbuatan seperti tubuh tanpa roh. Jadi, Matius 16:23 ini memberi pelajaran yang sangat berharga untuk kita, yaitu bahwa orang yang kelihatannya bersama-sama dengan Tuhan atau dekat dengan Tuhan, belum tentu sepikiran dengan Tuhan. Oleh karena itu, mari kita semua dengan jujur melihat diri kita sendiri dan menelaah hati kita masing-masing; “Sudahkah saya sepikiran dengan Tuhan? Sudahkah saya termasuk orang-orang yang benar-benar dikenal oleh Tuhan?” Kalau satu kali nyawa ini putus, apakah benar Tuhan mengenal saya? Dan introspeksi seperti ini penting harus kita lakukan, bahkan sangat penting.

Lukas 11:23, “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku, dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia menceraiberaikan.” Perkataan ini mengandung ketegasan yang tidak bisa kita anggap sepele atau remeh. Dan kita diperhadapkan pada kebenaran yang harus kita hujamkan atau benturkan pada diri kita sendiri: “Apakah saya tergolong orang yang bersama dengan Tuhan?” Sebab kalau tidak, berarti kita melawan Tuhan. “Apa saya termasuk kelompok orang yang mengumpulkan bersama Tuhan?” Sebab kalau tidak, berarti kita menceraiberaikan. “Mengumpulkan bersama Aku,” artinya membawa jiwa-jiwa untuk diselamatkan bagi Tuhan. Kalau kita tidak menyelamatkan jiwa, kita membinasakan. Kalau kita tidak membantu atau mendukung pekerjaan Tuhan, kita pasti merusak atau mengganggu.

Dari perkataan ini, yang pertama, Yesus menunjukkan kedaulatan-Nya. Yang kedua, sekaligus menunjukkan peringatan-Nya. Yesus berdaulat, karena Ia adalah yang Sulung yang menuntun kita untuk menempatkan diri di pihak Allah. Pemberontakan Iblis adalah karena ia mau menyamakan diri dengan Allah dan kemudian ia mau mengatasi Yang Maha Tinggi. Pemberontakan itu berlanjut di muka bumi ketika Iblis menjatuhkan ciptaan Allah yang termulia, dan kemudian menyeret manusia untuk bergabung memberontak kepada Allah. Memberontak artinya melakukan segala sesuatu dengan cara tidak hidup seturut dengan kemauan, keinginan, dan rencana Tuhan.