Skip to content

Awasilah Dirimu Sendiri

Dalam 1 Timotius 4:16 tertulis: “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.” Ini merupakan rangkaian nasihat Paulus kepada anak rohaninya, Timotius. Berangkat dari nasihat ini, kita memperoleh pesan yang kuat untuk mengelola pikiran dan perasaan kita, sehingga dapat memiliki kemampuan untuk selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Bapa. Harus disadari bahwa setan begitu licik untuk mengarahkan kita kepada hal-hal yang ternyata membuat kita menjadi tidak mawas diri, sampai pada tahap kita tidak mengenal diri kita sendiri. Oleh karenanya, tidak heran apabila Paulus menasihatkan, “awasilah dirimu sendiri!” 

Kita harus berada dalam kegentaran di hadapan Allah dan meminta agar Tuhan menyelidiki kita. Jangan sampai kita baru menyadari keburukan dalam diri kita berupa: kesombongan-kesombongan, kebengisan-kebengisan, dan kelicikan-kelicikan terselubung, ketika akan menghadap Bapa. Selagi kita masih memiliki nafas dan jantung yang berdetak, kita harus segera menyadari kesalahan, meminta ampun, dan berubah. Permintaan ampun kita kepada Tuhan bukan hanya atas perbuatan salah yang kita lakukan, tapi juga atas potensi dosa yang masih ada. Oleh karenanya, kita harus selalu melihat potensi dosa yang masih ada dalam diri kita. Mungkin kita tidak bisa dijatuhkan oleh uang, oleh perempuan cantik (bagi pria) atau oleh pria tampan (bagi perempuan); namun ada kesombongan, kebencian, kemarahan terselubung, gairah berkuasa, mau menjadi terhormat, dan gairah negatif lainnya yang masih bercokol. Dalam hal ini, kita memahami mengapa dikatakan, “betapa liciknya hati, lebih licik dari segala sesuatu” (Yer. 17:9), sebab hati kita dapat meliciki dirinya sendiri tanpa sadar.

Tuhan selalu menguji kita tiap hari. Dia mengunjungi kita setiap saat, dan melihat apa isi batin kita. Sementara kita sibuk dengan banyak hal, kita tidak memikirkan perasaan Allah, kita tidak peduli perasaan Tuhan. Kita harus segera berubah dari pola hidup seperti ini. Sebab, kalau kita hanya beragama Kristen dan tidak mengalami perubahan radikal secara batiniah, kita masih dapat binasa. Memang harus diakui bahwa perubahan seseorang tidak ada orang yang bisa mengetahuinya dengan tepat, kecuali Tuhan. Namun harus diingat, bahwa setiap pikiran dan perasaan kita diperkarakan oleh Tuhan. Jika kita punya hidup berkenan yang dihasilkan dari pikiran dan perasaan yang mengasihi Tuhan, hal itu bagai simfoni yang merdu, pedupaan yang harum di hadapan Allah. Dengan demikian, hidup berkenan bukan hanya ditunjukkan melalui pujian dengan syair lagu, melainkan juga setiap kehendak yang dilahirkan di dalam diri kita. Walaupun belum “ditelurkan” dalam perbuatan, itu sudah menyenangkan hati Bapa di surga.

Kita pasti mati dan menghadap takhta pengadilan Kristus. Pernahkah terpikir bahwa nanti kalau kita berada di hadapan takhta pengadilan Kristus, segala sesuatu yang kita lakukan terbuka di hadapan Allah? Oleh karenanya, sejak hari ini kita harus mau ‘telanjang’ di hadapan-Nya. Setiap kali kita memohon ampun, yang kita persoalkan bukan hanya perbuatan yang kita lakukan, tetapi juga potensi dosa di dalam diri kita. Itu yang harus kita persoalkan dengan serius. Di samping itu, kita harus selalu memperhitungkan betapa berbahayanya potensi dosa dalam diri kita ini, supaya kita bisa mengendalikan diri kita dengan baik. Di bumi, mungkin kita tidak punya nama, tidak terkenal, tidak apa-apa. Namun ketika kita didapati Tuhan berkenan di hadapan-Nya kelak, itu merupakan prestasi rohani yang tidak terkatakan. 

Ada kekayaan yang harus diolah setiap hari sehingga kita memiliki kecerdasan rohani. Kekayaan tersebut adalah kemampuan akal budi untuk bisa mengerti apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna. Untuk mengembangkannya, kita harus mengasup Firman yang benar, hidup dalam doa setiap hari, memiliki perjumpaan dengan Tuhan, serta memperhatikan setiap peristiwa yang terjadi yang melaluinya Tuhan mau mencerdaskan kerohanian kita. Kita harus senantiasa mengingat bahwa hari ini bisa menjadi hari terakhir kita. Artinya, kesempatan kita dapat hilang dalam sekejap jika tidak dimanfaatkan dengan sungguh. Mulailah mengawasi hati dan diri kita sejak dini sebelum hari terakhir kita tiba.

Kita harus berada dalam kegentaran di hadapan Allah, dan meminta agar Tuhan menyelidiki kita, sementara kita pun selalu mengawasi diri kita sendiri.